"Aku disini..."
Seperti sebuah suntikan energi paling ampuh untuk mengembalikan tenaga seseorang. Firash yang tadinya menunduk dalam, mendongak cepat ketika lirihan dua kata tersebut mengunjungi pendengarannya.
Lalu ketika matanya menatap sosok yang berdiri tak jauh darinya, wajah yang lesu kini terukir senyum haru.
"Hai. Apa kabar Kak." sosok itu bersuara lagi. "Kangen aku?"
"Banget. Dan rasanya aku bisa mati kalo lewat siang ini nggak ketemu kamu... Anara."
Firash bangkit, lalu melangkah menghampiri. Karena sebelumnya terlalu lama berlutut, kakinya jadi pegal. Sehingga baru dua langkah ia terhuyung dan terancam membentur tanah, jika saja tidak ada yang menangkap tubuhnya.
"Astaghfirullah. Kamu ini, ceroboh. Udah tau barusan abis jongkok. Pelan-pelan berdirinya." omel Anara.
"Kalo pelan, nanti kamu keburu hilang." jawab Firash lirih, sebelum memeluk erat gadis yang ada dalam dekapannya.
Anara menghela berat. Sepertinya, kali ini ia menimbulkan kekacauan yang cukup besar. Sebelumnya, ia di hadapkan dengan KON yang menangis tersedu. Dan sekarang, ia di hadapkan dengan sesosok laki-laki yang meskipun tidak meneteskan air mata. Tapi menjadi sosok yang paling terluka akan dugaan kepergian dirinya.
"Aku nggak akan menghilang. Aku ada disini, bareng Kak Firash."
"Tapi 9 hari kemaren kamu hilang. Chat, telpon dan vc dari aku nggak ada satu pun yang berbalas. Kamu hilang. Kamu pergi. Dan sekarang, paling kamu pun hanya sebuah ilusi."
Firash menunduk, menempelkan hidung di puncak kepala dengan mata yang memejam. Baru saja, ia merasa matanya panas. Sudah bisa menebak hal selanjutnya yang akan terjadi itu apa, ia memutuskan untuk melakukan ini. Karena tak ingin terlihat semakin menyedihkan.
"Kamu tega. Katanya setelah sebulan bakal interaksi lagi. Aku boleh deket kamu lagi. Pegang tangan kamu lagi. Tapi yang terjadi, kamu ngilang. Nggak bisa di hubungin bahkan sama KON sekalipun. Aku segitu nggak berartinya ya. Kebersamaan kita selama ini hanya interaksi semata aja. Yang bisa kamu tinggalkan gitu aja. Kalo cuma gitu, lebih baik aku... Ngilang aja. Lebih baik aku..."
"Hey, kok ngelantur..."
Anara menarik kepala, yang otomatis membuat Firash mengangkat kepala. Di tatapnya lamat sepasang bola mata yang menatap sendu. Lalu tak lama tangannya terulur mengusap pipi cowok di depannya.
"Aku bukan ilusi. Melainkan makhluk tuhan yang bernyawa. Aku nyata. Dan sekalipun ilusi, nggak mungkin aku bisa nopang badan kamu."
Tetesan air mata tak mampu Anara cegah ketika ketahanannya akan melihat kondisi Firash yang jauh dari kata baik, menipis, hingga menghilang. "Aku disini, sama Kakak. Aku nggak akan kemana-mana." ucapnya dengan suara bergetar.
"Loh, kok nangis. Jangan nangis, aku nggak suka liatnya."
"Gimana nggak nangis..."
Tetesan air mata semakin deras.
"Pertama dateng aku di suguhkan KON yang nangis berjamaah. Lanjut ngobrol juga sambil netesin air mata. Selesai itu aku cari kamu kemana-mana, dan berhasil ketemu pas kamu lagi nyender di tembok dengan tatapan kosong. Kamu pikir gimana perasaaan aku liat itu. Liat orang yang aku suka sangat rapuh. Dan keadaan itu terjadi karena aku. Nggak enak Kak. Aku ngerasa gagal."
Suka
Firash yakin baru saja mendengar kata itu. Seketika, hatinya membuncah. Senang akan hal tersebut. Tapi, kebahagiaan itu tak lama sirna. Saat sadar kurang tepat waktunya jika ia merasa bahagia. Karena gadisnya sedang menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAETERITA [Complete]
Teen Fiction_____ GENRE : Fiksi Remaja ____ Firash Miftahul Rashad. Cowok yang menjelma sebagai pentolan kelas sebelas itu tiba-tiba datang dengan segala karakter yang baru pertama kali Anara temui. Satu hal yang membuatnya istimewa adalah kejujuran yang terpa...