60 - I hope it's not the last time

24 0 0
                                    

Setelah beberapa pertimbangan, Firash akan menutupi semuanya untuk sementara waktu. Dia akan mencari moment pas untuk bertanya langsung kepada Anara. Firash masih menaruh kepercayaan penuh kepada pacarnya itu. Kabar yang dibawa Rey malam itu, memang sangat mempengaruhinya bahkan sepertinya akan diingat untuk waktu yang lama. Tetapi bagaimanapun, Firash masih memiliki harapan untuk mengetahui seiring berjalan nya waktu. Banyak orang yang bisa di tanyai tentang itu. Jika mereka menganggap penting sosoknya, tentu bukan hal yang susah untuk mengetahui. Untuk pertama kali, Firash akan bertanya kepada teman-temannya secara tersembunyi. Bagian penjelasan inti, dia akan bertanya kepada tokoh utama, yaitu Anara.

Firash menatap gadis disampingnya tanpa berkedip, seolah dia tidak ingin
melewatkan waktu sedetikpun. Kepercayaan dirinya tentang masa depan akan mengalami hal ini semakin menipis. Perasaan hangat yang biasanya terasa sangat nyata, perlahan mulai mengabur. Katakan lah jika dia lemah, katakanlah dia terlalu lembek sebagai laki-laki. Semua itu, tidak di pedulikannya sekarang. Hatinya menjerit sakit, yang membuat dirinya merasa ingin menghancurkan sesuatu sebagai pelampiasan. Hal itu diperburuk dengan dirinya yang harus selalu tersenyum di depan Anara. Dirinya tidak boleh menampakkan keterlukaan terutama di mata, karena dari sana, tidak ada yang bisa di tutupi. Firash tahu, yang namanya perempuan itu punya kepekaan luar biasa. Jadi, selagi masih ada ikatan, semua harus terlihat biasa saja.

"Ada yang salah?"

Firash terkesiap lalu mengedipkan matanya berkali-kali. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum. "Nggak."

"Kirain. Abisnya dari tadi diem. Gak kayak biasanya."

Tuh, kan, baru saja di bahas. "Gimana aku nggak diem, kamu cantik banget hari ini. Aku nya di hipnotis."

"Siang bolong gini gombal. Mana di tempat yang sepi lagi. horor..."

Firash dan Anara istirahat kedua mengunjungi perpustakaan. Lebih tepatnya, Firash menemani Anara. Anara ingin meminjam novel terbitan lama dan membaca di tempat yang disediakan sekolah itu. Berhubung masih ada waktu, keduanya duduk dan akhirnya Anara membaca.

"Gak pa apa, dong. Gombalin pacar sendiri ini. Mumpung masih di kasih kesempatan juga, sebelum direbut orang."

Anara mengernyit. "Kenapa? kata terakhirnya gak kedengeran "

Firash menggeleng. "Aku gak ngomong lagi. Kamu salah dengar."

"Masa sih. Aku jelas denger kayak bisikan gitu."

"Nggak, kamu salah denger, An." Firash menatap novel di meja yang sudah tertutup rapih. "Udah selesai bacanya?"

"Belum tamat sebenernya. Tapi aku udah bosen disini. Biar dilanjutin lain waktu aja."

"Ya udah. Kita keluar yuk."

Keduanya berjalan meninggalkan tempat itu. Firash mengamit tangan Anara untuk di genggamnya. Anara tidak menolak. Cewek itu malah tersenyum. Firash pun balas tersenyum. Sambil berjalan yang mereka putuskan bahwa akan ke kelas, Firash mengajak Anara mengobrol. Berbagai lelucon dikatakan oleh Firash untuk memancing tawa Anara dan itu berhasil. Sekali lagi, Firash merasa senang dan sedih bersamaan. Senang karena dia bisa mendengar tawa Anara yang terlihat lepas karena lelucon nya, kemudian sedih karena dia teringat pembahasan Senin malam yang membuatnya mengambil kesimpulan tidak akan mengalami ini lagi di masa depan.

Sungguh miris. Kebahagiaan yang dirasakan oleh Firash tidak seutuh kemarin. Jika saja ada mesin pemundur waktu, Firash memilih untuk terlihat bodoh dengan dirinya yang tidak mengetahui fakta bahwa Anara menyembunyikan sesuatu . Akan lebih sempurna lagi jika mengundur sampai Rey belum datang untuk menampakkan batang
hidungnya ke Anara terlebih dahulu. Akan lebih sempurna lagi jika ... Tidak ... Firash tidak akan menyesali dirinya yang sudah menjatuhkan pilihan kepada Anara. Karena saat pertama menyukai gadis itu, hidupnya terasa lebih berwarna. Kemudian dia berhasil mengikat hubungan, semuanya terasa seperti anugerah.

PRAETERITA [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang