Rangkaian acara yang mengundang orang tua untuk datang ke sekolah sampai ke tujuan inti yaitu pengambilan raport yang di lakukan di kelas anak masing-masing, bahkan sekarang sudah selesai. Sehingga semua orang di persilahkan untuk pulang. Termasuk Andrio yang selalu hadir sebagai wali Anara. Yang saat ini sedang jalan berdampingan dengan sang adik menuju parkiran.
Sepanjang perjalanan, Andrio diam-diam mengamati lewat ujung mata, dan juga sesekali secara langsung, menemukan bahwa banyak perhatian yang tertuju pada dirinya dan juga sang adik. Bisa di katakan wajar, karena bagaimana pun yang di lewati adalah tempat umum. Tapi Andrio juga kadang merasa tidak menyangka sendiri ketika mendapati ada beberapa yang seperti menantikan langkahnya untuk sampai ke titik itu dengan mereka menatap lamat.
Andrio tahu, adiknya ini memang secara tidak langsung di perkenalkan ke khalayak oleh sekolah, khusus nya di lingkungan ini. Sehingga orang-orang bereaksi sebesar ini. Tapi ia tidak menyangka bahwa respon nya akan cukup besar. Seolah apa yang berkaitan dengan Anara itu adalah sesuatu penting yang harus mereka tahu bahkan di sambut. Memang sejak dulu perhatian selalu di dapat. Tapi jujur, sampai sekarang ia masih tidak menyangka bahwa perhatian ini di dapat, bahkan bisa di katakan lebih besar lagi. Ia kira, semakin maju nya zaman, orang-orang akan cuek terhadap sesuatu hal yang bisa di katakan ke unggulan.
"Kamu dapet perhatian gini setiap hari dek?" Andrio memutuskan bicara setelah selesai dengan perenungannya.
Anara tersenyum ramah kepada orang tua yang tersenyum padanya. "Iya." jawabnya. "Emang kenapa? Risih?" lanjutnya bertanya seraya menengok.
"Nggak gitu juga. Cuma ya, lumayan nggak nyangka aja. Ternyata kamu masih dapet perhatian gini."
Andrio menarik tangan Anara agar bergeser ketika ada orang yang berlarian tanpa melihat ke depan, agar tidak tertabrak. Selanjutnya, ia rangkul bahu adik tercintanya. "Sini deketan aja. Takut ada yang lari-lari kayak barusan. Bahaya."
Anara tersenyum tipis. "Makasih. Selalu jagain Anara."
"Jangan makasih segala. Itu kan emang udah kewajiban Kakak." Andrio mengusap puncak kepala Anara. "Oh iya. Kamu dapet perhatian gini, Firash cemburu?"
"Berdasarkan dari sifat selama kenal, menurut Kakak sendiri gimana?"
"Hm-..." Firash menyertakan jeda. "... Cemburu kayaknya."
"Nah, itu tau." Anara tersenyum ketika kilas balik tentang Firash yang selalu menggerutu tentang perhatian yang orang berikan padanya. Terutama dari para cowok. "Kak Firash selalu bilang kalo dia nggak suka cowok lain natap aku lama-lama. Bahkan katanya pengen nonjok satu-persatu. Tapi ya, nggak pernah sampe kayak gitu. Karena selalu aku tenangin."
"Wajar emang. Kakak juga kalo di posisi dia, bakal marah. Secara orang yang kita kasihi di perhatiin sampe kayak gitu. Nggak rela lah. Yang berhak kan cuma kita doang."
"Iya-iya... Sifat possesif para cowok." ledek Anara.
"Eittt, jangan meledek gitu. Cowok tuh possesif karena sayang. Kalo cuek, berarti nggak punya perasaan tulus." bela Andrio.
"Ya udah. Apa kata Kak Andrio aja."
Anara memilih menyerah saja. Toh, berdebat pun tidak ada manfaatnya. Lebih baik, ia menanyakan tentang topik lain. Yang lebih penting. Menyangkut kemudahannya dalam berkomunikasi jarak jauh.
"Oh iya Kak. Hp Anara apa kabar?"
"Kabar buruk. Tukang service bilang air nya udah menyerap ke mesin inti. Jadinya susah, bahkan nggak bisa." jawab Andrio jujur.
Seminggu setelah di serahkan ke tukang service, Andrio mendapat kabar dari asisten yang ia tugaskan untuk memperbaiki ponsel milik adiknya, bahwa kabar alat elektronik itu adalah demikian.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAETERITA [Complete]
Teen Fiction_____ GENRE : Fiksi Remaja ____ Firash Miftahul Rashad. Cowok yang menjelma sebagai pentolan kelas sebelas itu tiba-tiba datang dengan segala karakter yang baru pertama kali Anara temui. Satu hal yang membuatnya istimewa adalah kejujuran yang terpa...