Sebelum pulang, Firash sempat meminta izin kepada Andrio untuk membawa Anara pulang secara terpisah. Laki-laki itu memberikan jawaban bahwa semua terserah Anara. Dan dengan beberapa bujukan serta saran dari semua orang, Anara bersedia ketika Firash mengajaknya.
Firash tidak langsung membawa pulang gadis itu. Dari pemakaman ia melajukan kendaraan ke sebuah danau. Ia bertekad untuk menyelesaikan masalah hari ini juga. Tidak ingin berlarut-larut. Cukup kemarin saja.
Anara duduk diatas mobil Firash bagian depan dengan mata yang menatap lingkungan sekitar danau. Tepat ketika sampai, Firash mengatakan bahwa dirinya akan membeli minum dan makanan lainnya. Karena weekend atau mungkin setiap harinya sama, pengunjung danau cukup ramai. Rata-rata pasangan. Anara tersenyum tipis ketika melihat pasangan yang sepertinya adalah pengantin baru karena dirinya sempat mendengar pembicaraan sekilas pasangan itu. Keduanya mengangkat tangan yang masing-masing tersemat sebuah cincin. Terlihat jelas bahwa keduanya saling mencintai.
"Kenapa? Pengen kayak mereka?"
Anara mengerjap tapi tidak menggubris pertanyaan Firash yang sudah ada di sampingnya.
Firash menghela nafas kasar. Dia pikir Anara sudah tidak marah lagi mengingat bagaimana cara gadis itu memperkenalkan nya kepada Andria. Tapi ternyata, semua tidak semudah itu. Lebih tepatnya, masing-masing hal ada tempat dan waktunya.
Diletakkannya kantong plastik di samping kanan gadis itu, lalu dirinya berdiri di depan Anara. "Tatap mata aku."
Anara tidak bergerak sedikit pun.
"Please ... tatap mata aku, An. Kita selesaikan semua masalahnya."
Kepala Anara bergerak dan kini menatapnya.
"Aku minta maaf, soal yang tadi pagi. Aku salah."
"Setelah kamu pergi, aku merenungkan semuanya. Aku menyadari bahwa hal yang paling aku butuhkan adalah kamu yang seperti biasa. Memberikan perhatian dengan sederhana tapi itu yang tepat aku terima, menghargai aku, memprioritaskan aku, dan membalas hal baik yang aku kasih lebih baik lagi."
"Dan, hal yang paling aku nggak suka pun selalu sama."
"Kamu yang diam dan nggak sudi buat natap aku. Aku gak pernah bisa tolak rasa sakit itu. Jika diijinkan memilih, lebih baik tidak bertemu sama sekali daripada kita duduk berdua dengan kamu yang tidak menganggap aku ada."
Firash menunduk, memejamkan mata hendak mencari ketenangan untuk hatinya yang mulai berdenyut sakit.
"Di awal, aku cemas kapanpun kamu diam dengan kemungkinan aku tidak berhasil meluluhkan kamu. Lalu sekarang, kecemasan aku bertambah. Seperti hari ini ketika kamu yang mendiamkan aku beberapa jam. Apalagi sebelum kamu pergi, dua kalimat terucap yang sama saja dengan kamu mengatakan ingin hubungan kita berakhir. Kita baru meresmikan semuanya dan aku membuat kesalahan sehingga kamu emosi sampai kata itu terucap."
"Jadi, apa sebaiknya semua berakhir?"
"Anara," Firash berucap lirih sambil mendongak. Penglihatannya kini seperti ada tembok bening yang menghalangi. Sedetik kemudian, pipinya basah. "A-aku menyesal. Ma-af."
Bukannya sedih melihat Firash yang berderai air mata, Anara malah tersenyum. Tangannya terulur mengusap basah di pipi cowok itu. "Ya ampun, pacar aku bukan sih?"
Firash mengangguk.
"Masa? Se-ingatku, pacarku cowok kuat, murah senyum, ganteng dan lucu. Ini apaan coba. Pasti bukan pacarku."
"Anara, hiks."
"Eh, iya, iya, Kak Firash pacarku." Anara semakin sibuk mengusap basah. Karena air mata Firash terus mengalir. "Cup, cup, udah ya nangisnya. Ayo kita selesaikan dengan benar. Dan juga, mau diliat pengunjung lain. Dikira aku jahatin kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAETERITA [Complete]
Teen Fiction_____ GENRE : Fiksi Remaja ____ Firash Miftahul Rashad. Cowok yang menjelma sebagai pentolan kelas sebelas itu tiba-tiba datang dengan segala karakter yang baru pertama kali Anara temui. Satu hal yang membuatnya istimewa adalah kejujuran yang terpa...