42 - Sahabat Sejati

13 2 0
                                    

"Yang sebelumnya..."

Firash menepuk-nepuk telinga agar dapat mendengar dengan jelas.

"Yang sebelumnya..."

"Ayo, bilang." ucap Firash semakin tak sabaran.

"Yang sebelumnya..."

"Akh,,, nyebelin."

Firash mendengus, melepas tangan Anara, lalu menghadap ke arah lain. Mengubah arah pandangannya. "Kalo nggak mau bilang, ya udah. Nggak usah." ucapnya yang tanpa sadar sedikit lebih keras. Menunjukkan kekesalannya.

Mengetahui hal itu, Anara bukannya merasa khawatir. Tapi, gadis itu malah terkekeh. Baginya, Firash yang seperti itu terlihat lucu. Apalagi sekarang. Cowok itu sedang memberenggut seperti anak kecil yang tidak jadi di belikan mainan kesukaannya. Dan sebenarnya, Firash yang seperti itu adalah salah satu hal yang ia sukai.

Meskipun suka, Anara tidak mengulur waktu untuk memperbaiki. Karena di satu sisi, ia pun merasa tidak tega. Sebelum kedatangannya, Firash cukup lama merasa resah. Jahat jika kali ini pun ia membuat cowok itu tidak tenang lagi.

Anara beringsut, duduk di depan Firash. Ketika cowok itu memalingkan wajah, sepasang tangan nya dengan sigap menangkup kedua sisi agar tetap menatapnya.

"Liat aku dulu. Sekarang mau ngomong serius. Nanti kalo udah selesai, baru boleh ngambek lagi." ucapnya lembut yang sukses membuat Firash diam.

Sambil tersenyum, Anara mengusap puncak kepala Firash, sebelum akhirnya menarik kedua tangan.

"Yang sebelumnya di denger, emang bener..."

Anara membiarkan Firash menggenggam tangannya lagi.

"... Aku suka kamu. Tulus dari hati yang paling dalam. Tanpa paksaan. Dan tidak ada keraguan."

Firash merasakan kelegaan, dan seperti ada bunga yang bermekaran dalam hati. Akhirnya, perasaan yang di miliki kini bersambut. Meskipun belum sampai ke tahap yang benar-benar respon besar, dan perlu banyak waktu untuk menghadirkan itu, ia tetap bersyukur. Karena menurutnya, tahap pertama inilah yang susah untuk di dapat. Setelah nyaman yang lebih dulu.

"Terimakasih." cicitnya. "Udah relain perasaanya buat suka sama aku. Aku seneng banget. Terimakasih sekali lagi."

Anara mengangguk. "Nggak nanya kapan aku bisa sayang?"

Firash menggeleng. "Kamu itu nggak bisa di tebak. Dan nggak bisa di tentukan harus kapan. Jadi, aku hanya bisa nunggu, dan berusaha. Kapanpun waktunya, nggak masalah. Yang penting itu tulus dan tanpa paksaan. Masalah hal yang pengen aku tanya, itu ada. Boleh aku tanya?"

"Tanya aja."

"Kapan kamu mulai suka sama aku?"

"Tepatnya kapan, aku nggak tau. Tapi aku mulai menyadarinya, pas di pantai. Ketika aku khawatir liat kamu bonyok, dan parahnya pingsan di pelukan aku."

"Kenapa nggak bilang tepat setelah itu?"

"Aku belum benar-benar yakin. Makanya aku milih diem dan nunggu satu bulan tanpa ada kamu. Buat kepastian."

"Dan yang kamu rasain pas jauh dari aku?"

Anara di buat terkekeh. Cowok di hadapannya ini tingkat kebawelan nya semakin bertambah. Ia pikir, seiring berjalannya waktu akan lebih diam. Ternyata, malah sebaliknya.

"Kepo banget sih." gemasnya sambil menguyel pipi Firash.

"Jangan coba-coba beralih ya." Firash mengambil tangan Anara yang ada di pipi, lalu di genggamnya. Sehingga kini sepasang Anara ada dalam lingkupan sepasang tangan besar nya. "Ayo. Di ceritain."

PRAETERITA [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang