48-Sakit

117 1 0
                                    

Dua orang lelaki dan wanita sedang duduk berhadapan. Seorang dosen ganteng nan muda sedang memberikan revisiannya kepada mahasiswa bimbingan. Lea menautkan jari-jarinya, matanya fokus kepada sejumlah kertas yang telah dicoret-coret dengan pulpen merah oleh dospemnya.

"Ini lebih baik kamu ganti katanya, cari kata yang lebih cocok untuk ini. Lalu ini juga, spasi antar paragraf disini terlalu jauh. Ketika kamu kasih kesimpulan, sertakan juga alasan kamu, kritikan kamu yang juga harus didasari sumber terpercaya. Jangan lupa untuk memasukan hasil penelitian yang kamu lakukan." Jelas Pak Zaky panjang lebar, ia adalah dosen muda yang ganteng, dosen pembimbing skripsi Lea. Memang sudah sesuai keinginan gadis itu memang, namun sayang, sifat dosen muda itu sudah seperti dosen tua, menyebalkan.

Dari tadi Lea mangut-mangut mengerti, begitu banyak revisi dari dospemnya. Tinta merah merupakan hal menyeramkan bagi mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.

"Baik pak saya paham. Nanti saya perbaiki lagi." Sahut Lea sopan.

Pak Zaky bersender ke kursinya, "Judul kamu sudah bagus Lea. Semua juga sudah baik, namun hanya kurang itu saja. Kalau kamu dengan cepat memperbaiki itu, saya bisa mengajukan kamu untuk sidang dan wisuda lebih awal." Lanjutnya dosen itu.

Mata Lea melebar, siapa yang tidak ingin segera selesai skripsi, sidang dan wisuda? semua pasti mau. Lea segera tersenyum kecil seraya mengangguk.

"Terimakasih pak, saya usahakan ini cepat selesai." Ujar Lea semangat.

Pak Zaky mengangguk, "Baik, hari ini cukup itu saja revisi dari saya. Kalau sudah bisa kamu datangi saya lagi."

"Siap pak, kalau begitu saya permisi dulu." Pamit Lea yang kemudian di setujui pak Zaky.

Gadis itu berjalan gontai keluar ruangan dosen, revisi ternyata cukup menghabiskan banyak energi, butuh mental yang kuat. Lea meremas map yang ia bawa, kertas itu sudah tidak terpakai, semua sudah tercoret oleh tinta merah.

Selepas siaran tadi pagi, dan memberikan cv baru ke pak Djarot beberapa hari lalu, Lea resmi jadi penyiar tetap. Lalu siang ini, ia harus mendatangi dospem karena revisi. Habis sudah tenaga gadis itu. Ia segera berjalan ke parkiran.

"Oi oi lemes amat." Sapa Acha, sepertinya gadis itu juga datang ke kampus untuk revisi, namun kenapa wajahnya ceria?.

Lea menoleh lemas, "Abis revisi, ketat banget anjir." Keluhnya.

Acha tertawa pelan, merangkul Lea dan mengajaknya kembali berjalan.
"Bawa enjoy Le, lo enak dosen muda. Gue tua. Tapi gapapa, revisi gue dikit doang haha."

"Kalo gitu mending gue dosen tua Cha, dari pada gue cuci mata tapi otak gue kegiling."

"Hahah bego. Sabar Le, namanya juga laif, skripsi sulit coy. Bisa jadi tuh dosen bales dendam."

"Bisa jadi. Au ah, cape gue. Gue mau balik nih, mau ngerjain revisian dulu."

Acha menghentikan langkahnya, membuat Lea juga ikut terhenti. Acha menangkup dua pipi Lea,

"Jangan memaksakan diri, pelan pelan Le. Lo udah lemes begini, muka lecek juga, istirahat dulu." Tegur Acha lembut.

Lea tersenyum kecil, "Ngga Cha, gue ga maksain diri. Lo kaya gatau gue aja."

"Justru karena gue tau elo. Lo itu lagi memaksakan diri Leandra Adhara ibu negara." Acha menghela napasnya, ya begini lah Lea, kalau sudah mengerjakan sesuatu pasti bisa jadi ambis. Pokoknya harus cepat selesai.

"Santai. Gue juga istrahat ko." Ujar Lea meyakinkan.

"Yaudah iya, lo mau gue anter balik? apa balik sendiri?." Tawar Acha.

ELeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang