Chapter 17

5.5K 159 2
                                    

Setelah menjemput Stella dari kediaman Salvatore, Damien langsung menaruh tubuh gadis itu di dalam kamarnya. Kamar yang sudah disiapkan khusus untuk Stella. Gadis itu belum juga sadar sejak ia menjemputnya. Dan Damien tidak sabar menunggu mata Stella untuk terbuka. Ia butuh menatap sepasang mata hazel tersebut.

Tidak lama kemudian, gadis itu bergerak dan perlahan membuka matanya. Damien lega akhirnya Stella sadar. Jika dalam waktu yang cukup lama gadis itu tidak sadar juga, mau tidak mau ia harus membawanya ke rumah sakit.

"Untunglah kau sudah sadar," kata Damien sembari membantu Stella untuk bangkit dan duduk menyandar di sandaran kasur. "Kalau belum sadar juga, aku akan membawamu ke rumah sakit, lalu kau akan di infus."

Stella terkekeh. "Aku tidak takut di infus."

Damien tidak peduli, tapi ia tertawa mendengar ucapan konyol itu. Keduanya tertawa lalu keduanya terdiam untuk beberapa waktu.

"Bagaimana kau bisa pingsan?" tanya Damien untuk menghilangkan keheningan.

Gadis itu menggelengkan kepalanya. Stella tidak tahu. Ia sendiri juga bingung kenapa dirinya bisa jatuh pingsan.

"Tiba-tiba saja," jawab Stella. "Itu terjadi setelah pikiranku melayang ke tempat lain. Aku sedang menyentuh kuda poni milik–"

"Lexi."

Stella mengangguk. "Ya, milik Lexi. Lalu ada suara anak kecil di dalam benakku dan kemudian tatapanku buram– dan sekarang disinilah aku."

Saat Stella menjelaskan itu padanya, Damien juga tidak mengerti kenapa Stella bisa pingsan. Penyebabnya pingsan sangat aneh.

"Apa kau lapar?" tanya Damien.

"Tidak, aku tidak lapar," jawab Stella. "Terima kasih sudah bertanya."

Damien mengangguk kikuk. Sebenarnya ia ingin berlama-lama disini, disamping Stella, tapi ia tidak tahu apalagi yang harus ia tanyakan atau bicarakan padanya.

"Ada urusan apa tadi?" tanya Stella setelah meneguk air putihnya yang ada di atas nakas.

Damien bersyukur karena Stella sudah membantunya memperpanjang pembicaraan mereka, tapi bukan pertanyaan itulah yang ia harapkan. Namun, untungnya Stella paham kalau Damien enggan menjawabnya, bahkan membahasnya. Jadi, ia alihkan ke pertanyaan yang lainnya.

  "Dia– pria itu pamanmu? Pria yang kau panggil uncle Stefan?"

Damien menggeleng.

  "Lalu?"

  "Pria itu– ia adalah ayah dari teman masa kecilku," kata Damien. "Dulunya kami selalu berempat. Aku, Lexi, Vale, dan Alex. Kemana-mana selalu bersama walaupun jarak umur kita lumayan jauh. Dan kita tidak dapat terpisahkan, sampai..." Nadanya berubah dan raut wajah Damien pun berubah.

Damien berhenti sejenak sambil menatap sebuah tattoo yang ada di pergelangan tangannya. Tiga tattoo kecil yang menyambung menjadi satu. Disana terukir gambar kuda kecil, lalu ada bunga gerbera daisy, dan juga sebuah crystal.

  "Janjilah kepadaku kalau kau tidak akan meninggalkanku."

  "Janji."

Stella hendak menyentuh tangan Damien, tapi setelah ia pikir-pikir lagi, itu sangat amat tidak dibutuhkan. Bahkan, Stella juga tidak tahu apakah pria itu sudi kalau tangannya ia sentuh. Jadi ia mengurungkan niatnya.

"Apa yang terjadi?" tanya Stella dengan berhati-hati.

  "Tidak," Damien menggelengkan kepalanya dengan cepat, lalu ia mengalihkan pandangannya ke langit-langit kamar. "Tidak ada yang terjadi." Lalu Damien bangkit dari tempatnya yang awal mula disamping Stella.

Irresistible Touch | Irresistible Series #1 (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang