HP | 05

38.4K 2.6K 59
                                    

"Salah satu alasan mengapa rumah menjadi tempat tidak nyaman adalah adanya ketidakadilan seperti pilih kasih di dalamnya."

***

Suara bel pulang yang menggema di seluruh penjuru sekolah membuat beberapa guru yang sedang mengajar langsung menyudahi kegiatannya. Begitupula di kelas 11 Ipa 2, yang merupakan kelas Maura.

Setelah melakukan doa bersama yang di pimpin ketua kelas, semua siswa-siswi pun berbondong-bondong menyalami punggung tangan guru yang mengajar di jam terakhir sebelum akhirnya pada pergi meninggalkan kelasnya untuk segera pulang.

Namun Maura dan Bella kembali ke kursinya setelah bersalaman dengan gurunya. Sampai kelas benar-benar sepi, menyisakan dua manusia itu. Beberapa menit berlalu mengobrol di kelas, akhirnya Maura dan Bella memutuskan untuk pulang. Dengan langkah gontainya Maura melewati lorong-lorong sekolahnya bersama Bella yang berjalan di sampingnya.

Terkadang Maura enggan rasanya untuk pulang, dia ingin berlama-lama berada di luar rumah. Karena saat berada di rumah, dia tak akan mendapatkan ketenangan yang selalu dia rasakan saat berada di luar.

"Yah, Ra. Gue udah di jemput lagi, gak bisa nemenin lo,"gumam Bella dengan wajah di tekuk. Dari tempatnya Bella bisa melihat seorang laki-laki yang mengenakan kemeja hitam sedang bersandar di mobilnya. Wajahnya yang datar serta mata tajamnya menusuk penglihatan Bella.

Maura mengikuti arah pandang Bella, lalu menatap sahabatnya itu penuh curiga."Siapa?"

"Kak Bara, yang sering gue ceritain ke lo."

"Dia di Indonesia? Bukannya lo bilang dia di Amerika?"

Bella menghela nafas berat."Kemaren pulang, gak tau apa alesannya. Tapi dia ribut lagi sama Mas Tama,"jelasnya."Gue duluan ya, besok gue ceritain deh. Bay,"Bella melambaikan tangannya seraya menjauhi Maura.

Maura tersenyum sembari membalas lambaian tangan sahabatnya itu. Terkadang Maura iri dengan hidup Bella. Meskipun Bella hidup dan di besarkan oleh keluarga angkatnya, namun mereka memperlakukan Bella dengan sangat baik dan tulus. Beberapa kali Maura main ke rumah Bella, respon orang tuanya benar-benar sangat baik dan mengesankan. Bahkan Maura sudah menganggap keluarga Bella seperti keluarga keduanya.

Kini Maura sudah duduk di halte bus depan gedung sekolahnya. Kali ini dia tak naik taksi, karena keberuntungan sedang berpihak kepadanya sehingga dia di jemput oleh sopir. Maura mengeluarkan ponselnya yang ada di dalam kantong seragamnya. Sembari menunggu jemputannya tiba dia memilih untuk memainkan benda pipih itu.

Tiga puluh menit sudah berlalu. Tetapi belum ada tanda-tanda supir menjemputnya, hal itu membuat Maura menghela nafas jengah karena sudah mulai merasakan bosan. Apa lagi dia sendirian karena semua murid-murid di sini sepertinya sudah pulang. Kini dia khawatir, takut lagi-lagi dia di bohongi dan berakhir pulang naik taksi.

"Lama banget, si,"gerutu Maura kesal.

Tiba-tiba ponsel di genggamannya berdering, dan tertera nama sopirnya di sana. Maura pun langsung menjawab panggilan itu.

"Halo Non, maaf saya gak bisa jemput. Karena harus menjemput Non Dara. Ibu bilang Non Maura naik taksi saja"

"Oh, yaudah makasih Pak."

Setelah sambungan terputus, Maura langsung berjalan menjauh untuk mencari taksi di depan sana. Dugaannya tak pernah salah, dia selalu ragu saat mamanya bilang bahwa supir akan menjemputnya saat pulang sekolah. Karena sudah berkali-kali Maura di bohongi dan menjadi korban, dengan alasan yang selalu sama yaitu Dara.

Hidden PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang