HP | 33

27K 1.9K 32
                                    

"Karena hanya di luar, setidaknya membuatku lebih tenang dan nyaman dari dunia yang kelam."

***

Maura melangkahkan kakinya memasuki. Begitu pintu terbuka pemandangan pertama yang dia liat adalah wajah Mamanya yang sedang menatap dirinya tajam.

Atika beranjak dari duduknya seraya menghampiri Maura."Masih inget pulang?"sinis Atika.

Maura masih terdiam seakan-akan enggan menjawab pertanyaan Mamanya."Maaf, Maura capek mau ke kamar dulu,"pamit Maura seraya berjalan menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya.

Jujur untuk saat ini Maura hanya ingin istirahat. Dia tidak mau bertengkar seperti biasanya, karena dia benar-benar lelah hari ini.

Sesampainya di kamar Maura langsung segera membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Begitu selesai mandi Maura langsung duduk di pinggiran ranjang miliknya.

Maura mengambil kertas dari dalam tasnya. Gadis itu mulai membaca satu persatu kata yang tertulis di kertas itu dengan teliti.

Lama kelamaan mata Maura mulai memanas hingga mengeluarkan cairan bening. Gadis itu meremas kuat kertas yang ada di genggamannya dan melemparkannya begitu saja ke sembarang arah.

Suara isakannya mulai terdengar. Maura tidak bisa lagi menahan tangisnya, dia takut umurnya tidak akan lama lagi. Dia takut semua rencananya berantakan karena penyakitnya.

Drtttt Drtttt

Maura menatap ponselnya yang ada di atas nakas dengan tatapan malas. Dia tau siapa yang menelfonnya sehingga membuat Maura enggan menjawab panggilannya.

Tetapi karena masih terus berbunyi membuat Maura terganggu. Gadis itu meraih ponselnya dan memutuskan untuk menjawab panggilan dari Melodi.

"Halo Ra?"

"Iya Kak"

"Udah sampe rumah kan?"

"Udah, kenapa?"

"Jadi gimana keputusan kamu?"

"Aku belom bisa Kak, aku takut mereka bakal khawatirin aku"

"CK, Ra plis ini bukan masalah kecil. Ini tu udah berurusan sama nyawa kamu!"

"Aku tau! Tapi aku berhak mutusin semuanya sendiri"

"Ya udah Ra, terserah kamu aja aku selalu dukung kamu kalo itu emang keputusan kamu"

"Makasih Kak. Kamu selalu bikin aku semangat buat ngelawan ini"

"Iya, inget ya lusa kita cuci"

"Iya, oke bay"

Maura langsung memutuskan panggilannya secara sepihak. Gadis itu menatap nanar layar ponselnya. Sebenarnya ada rasa takut yang sedari tadi menjalar di hatinya. Maura benar-benar di ambang kebingungan sekarang.

Apakah sebaiknya dia harus tetap menyembunyikan semuanya? Atau harus memberi tau keluarganya. Yang Maura takutkan ketika dia jujur kepada keluarganya adalah jika nanti respon mereka lebih buruk daripada yang Maura bayangkan.

Hidden PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang