HP | 24

28.6K 2.2K 62
                                    

"Hal tersulit ketika kamu berpura-pura kuat adalah orang-orang mulai berpikir bahwa kamu pasti akan baik-baik saja meski di sakiti."

***

Suara burung berkicau serta cahaya matahari yang mulai memasuki kamar membuat gadis yang sedang tertidur di balik selimut terpaksa membuka matanya. Maura yang sadar bahwa malam sudah berubah menjadi pagi pun langsung duduk, mengumpulkan nyawanya terlebih dahulu sebelum pada akhirnya memutuskan untuk ke kamar mandi dan bersiap-siap pergi ke sekolah.

Maura keluar dari kamar mandi dengan seragam Pramuka yang sudah melekat di tubuhnya, gadis itu berjalan menuju ke meja rias untuk menyisir rambut panjangnya. Setelah penampilannya sudah rapi, Maura segera berjalan keluar kamar menuruni satu persatu tangga di rumahnya. Rambutnya sengaja di ikat kuda agar tidak gerah saat di sekolah nantinya.

"Maura,"panggil Atika membuat Maura menghentikan langkahnya di ujung tangga.

Gadis itu tak menjawab tetapi tatapannya tertuju kepada Atika yang sedang duduk di kursi makan, sedang sarapan bersama yang lainnya. Kecuali papanya, yang sibuk mengurus perusahaan di luar kota.

"Sarapan,"titah Damas.

Maura yang tak memiliki tenaga untuk bicara ataupun menolak pun pada akhirnya memilih untuk menurut saja. Gadis itu duduk tepat di hadapan mamanya, dia segera memakan sarapannya.

"Bibir kamu kenapa?"tanya Atika.

Pertanyaan Atika jelas saja membuat semua yang ada di meja makan langsung menatap Maura. Dion yang duduk di samping Maura pun hanya bisa diam, berharap Maura tak akan memberitahu keluarganya jika itu ulahnya semalam.

Damas mengerutkan keningnya, melihat sudut bibir Maura yang robek. Sepertinya bekas tamparan yang berdarah, tetapi sudah mengering.

"Kamu berantem di sekolah?"tanya Atika lagi, dari nada bicaranya terdengar jelas jika Atika sedang menahan amarahnya.

Brak

"JAWAB MAURA!"bentak Atika setelah menggebrak meja makan dengan keras. Dara yang duduk di samping mamanya hanya bisa diam menundukkan kepalanya karena takut.

Sedangkan Damas masih diam menatap Maura yang hanya menundukkan kepalanya. Lalu Dion, laki-laki itu menggenggam sendok di tangannya dengan erat menahan takut dan marah kepada Maura karena gadis itu hanya diam bak orang bisu.

"Maura gak berantem, Ma."Hanya kata itu yang bisa dia ucapkan, Maura tak tau harus menjawab apa.

"Terus?"tanya Damas.

Maura meletakan sendok di genggamannya lalu beranjak dari kursinya, sarapannya belum habis. Dia mendekati mamanya dan segera mencium punggung tangan Atika.

"Maura berangkat dulu,"pamitnya tetapi Atika menahan lengannya.

Wanita itu memperhatikan lengan Maura, dia bisa melihat ada beberapa bekas lebam dan memar di sana."Ini apa lagi?"

Maura segera menyembunyikan kedua tangannya di belakang punggung. Dia lupa jika memar bekas pukulan Dion belum hilang.

Damas segera beranjak dari kursinya lalu mendekati Maura, meraih lengan gadis itu memperhatikan beberapa memar di sana dengan teliti. Lalu kini tatapannya tertuju kepada wajah Maura.

Hidden PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang