"Gue suka sedih waktu gue bilang 'Oh yaudah gak papa kok, gue udah biasa'. Kayak mau sampe kapan gue bilang gapapa, padahal ini sakit banget. Gue baru sadar, gue gaenakan sama orang lain dan justru tega banget sama diri sendiri."
***
Maura melangkahkan kakinya keluar kamar dan mulai menuruni satu-persatu tangga di rumahnya dengan pelan. Karena sekarang sudah larut jadi takut menganggu keluarganya yang mungkin sudah tidur.
Maura mengurungkan niatnya untuk ke dapur saat mendengar suara orang yang sedang berbincang di ruang tamu. Karena penasaran pada akhirnya Maura mendekati suara itu.
Gadis itu menyenderkan tubuhnya di dinding agar tidak terlihat. Matanya menangkap ada Dara, Dion, papa dan mamanya yang entah sedang membicarakan apa.
"Ma, tapi apa gak sebaiknya kita bilang ke Maura masalah ini?"tanya Dara."Gimana pun juga, sekarang Maura udah dewasa dan aku pengin Maura tu ikhlas donorin ginjalnya ke aku dulu. Aku mau berterimakasih sama dia. Gak seharusnya juga kita terus-terusan nutupin semua ini."
"Dar, bukan Maura yang donorin tapi mama yang minta karena dia juga sekarang pasti udah gak inget dan pasti gak tau apa-apa. Jadi Mama pikir gak perlu di bahas lagi. Ingatan Maura udah di hilangin sama ingatan waktu ayah kecelakaan,"sahut Atika.
"Udah lah Dar, lagian dia gak bakal tau,"timpal Dion.
"Tapi bang, aku takut nanti lama-lama dia tau. Lagian aku gak enak kaya keliatannya jahat banget manfaatin dia."
"Dara, nyawa kamu itu lebih penting. Lagi pula sekarang mungkin penyakitnya udah hilang karena Maura selalu sehat-sehat aja kan keliatannya? Gak pernah tu kita liat dia sakit gara-gara ginjalnya?"ujar Atika.
"Bener kata mama Dar. Sekarang juga udah sama-sama sehat kan. Yaudah si jangan di bahas."
Dara menatap Dion dan mamanya secara bergantian."Tapi waktu itu dia sampe pingsan apa kalian yakin dia gak kena penyakit yang serius?"
Atika menghela nafas pelan."Mama pikir gitu, tapi dokter kan udah bilang dia cuma kecapean doang."
"Iya, lagian dia kaya gitu di buat sendiri. Kan dia yang suka nyari penyakit sendiri, kaya keluar malem pulang malem. Kaya kemaren hujan-hujanan itu kan keinginan dia sendiri,"cerca Dion.
Maura dengan perlahan mulai membalik tubuhnya berjalan dengan pelan menaiki tangga. Tiba-tiba kepalanya pusing, ada sekelebat bayangan tetapi tak tau bayangan apa. Semakin dia mengingatnya kepalanya terasa semakin sakit.
Maura menutup pintu kamarnya pelan lalu berjalan ke ranjang dan menghempaskan tubuhnya di sana dengan kasar.
Maura menatap langit-langit kamarnya. Dia memegang dadanya yang terasa berdenyut seperti tertusuk jarum lalu berganti menyentuh kedua matanya yang masih kering.
"Sakit banget, tapi kenapa gak nangis?"gumam Maura.
Maura berkali-kali mencoba untuk menormalkan nafasnya yang terasa sesak, jujur ini benar-benar sakit. Lebih baik dia menangis sepanjang malam dari pada seperti ini.
Seakan-akan dia ingin menangis tetapi karena terlalu sakit sehingga hanya menyisakan sesak di dadanya, bahkan ini lebih sakit daripada menangis dalam diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Pain
Teen FictionDari sekian banyaknya rasa sakit, kenapa dari keluarga yang paling mengesankan rasa sakitnya. *** #Highest Rank 3 in Brokenhome [26Sep2021] #Highest Rank 1 in Anaksma [10Okto2021] #Highest Rank 3 in Brokenhome[23Okto2021] #Highest Rank 2 in Brokenho...