HP | 37

26.1K 1.9K 42
                                    

Maura menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Akhir-akhir ini banyak sekali masalah yang menghampirinya, banyak beban yang membuat pikirannya berantakan.

Ra, kamu kena gangguan bipolar

Kira-kira kata-kata seperti itu yang sekarang sedang menghantuinya. Maura menatap seluruh lengannya dan seketika dia meringis pelan saat menyadari perbuatannya sendiri.

"Tapi ini enak, gue bisa lega kalo udah nyakitin diri sendiri,"gumam Maura.

Maura benar-benar merasa bahwa dirinya gila. Dia sering sekali tiba-tiba sedih tetapi di saat itu juga bisa berubah langsung bahagia. Dia pikir ini memang efek dari banyaknya beban di hidupnya yang membuat Maura gila.

Gadis itu menyipitkan matanya seakan-akan sedang menerawang sesuatu."Ayah, Bang Damas. Kalian tau gak? Aku sakit kena gangguan bipolar, gak cuma itu aja loh. Ada juga penyakit serius yang bersarang di organ tubuh aku,"ungkap Maura seakan-akan sedang berbicara dengan Ayah dan Abangnya.

Gadis itu mengusap air matanya dengan kasar yang entah sejak kapan sudan mengalir."Maaf ya Maura nangis. Maaf karena Maura selalu nangis setiap malam, terkadang cuma ini satu-satunya cara yang bisa bikin Maura lebih lega."

"Mama, Dara sama Bang Dion mereka jahat tau, masa aku sering di marahin. Sering di tuduh ngelakuin hal jahat yang gak pernah aku lakuin. Bang Dion juga sering nyiksa aku, dia selalu jadiin aku sebagai pelampiasan kemarahannya. Kenapa aku gak ikut kalian aja si?"ucap Maura mulai putus asa.

Maura terus bergumam seakan-akan sedang mengeluarkan unek-uneknya. Dia benar-benar hanya butuh pendengar yang baik saat ini untuk mengeluarkan semua isi hatinya. Dan karena tak memiliki itu, dia hanya bisa menangis layaknya orang gila.

"Tapi aku gak bilang ke mereka kalo aku sakit, nanti kalo bilang pasti mereka bakal nyalahin aku. Karena aku sering bergadang, jarang makan, tapi aku suka apapun hal yang bisa nyakitin diri aku sendiri."Maura terkekeh pelan saat mengingat kembali bagaimana perjalanan hidupnya sejauh ini.

Gadis itu beralih menatap langit-langit kamarnya."Kalo aku di kasih satu permintaan sama Mama, aku bakal minta sesuatu yang selama 18 tahun ini gak pernah aku denger."

Maura menyunggingkan sudut bibirnya saat mengingat keinginannya."Kalian tau gak, aku cuma minta buat Mama akuin kalo Mama sayang sama aku,"cicit Maura.

"Aku gak pernah denger Mama ngomong sayang ke aku. Tapi aku sering denger Mama bilang itu ke Dara. Aku juga pengin di perhatiin Mama terus di peduliin Mama kaya Mama peduli ke Dara. Coba aja aku bisa kaya Dara yang sama sekali gak pernah kurang kasih sayang dari Mama,"lanjutnya.

Maura membekap mulutnya saat suara isakannya terdengar semakin keras."Maaf banget Ayah, Bang Damas. Aku gak bisa nahan ini, Maura cuma pengin nangis aja kok soalnya semuanya nyakitin."

"Maura sakit, sering banget sakit tapi cuma diem aja, tetep bersikap baik-baik aja. Soalnya kalau mau ngasih tau mereka takut di marahin."

Maura menghela nafas pelan berusaha untuk menormalkan nafasnya yang terasa sesak. Jujur di saat seperti ini semua ingatan bagaimana dirinya di perlakukan sama keluarganya selama ini. Bagaimana kerasnya kehidupan Maura sejauh ini itu semua kembali berputar di otaknya seakan-akan sedang di putar ulang, sangat sakit jika mengingat itu.

Maura berkali-kali memukul dadanya yang terasa sesak dengan keras. Berharap rasa sakit di dadanya bisa hilang tapi ternyata semakin sakit.

Hidden PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang