HP | 34

26.5K 1.8K 55
                                    

"Pasti berat ya? Menyimpan semuanya diam-diam. Pasti sepi ya? Gak ada temen buat berbagi rasa. Pasti capek ya? Ngelewatin masa-masa sulit sendirian, sama aku juga."

***

Maura menatap ke luar kamarnya dari ranjang dengan tatapan nanar. Wajah gadis itu sudah di penuhi dengan air matanya yang sedari tadi terus mengalir.

"Kurang apa si gue? Kurang ngalah gimana lagi si gue sama keadaan?"gumam Maura.

Selama ini Maura merasa sudah selalu sabar. Dia selalu diam jika Mamanya membeda-bedakan dirinya dengan Dara. Bahkan ketika Mamanya lebih perhatian dan peduli dengan Dara pun Maura hanya bisa diam. Lalu kenapa Mamanya masih bilang jika Maura egois dan menyuruh dia kali ini untuk mengalah, jadi selama ini apa Maura kurang mengalah dengan semuanya.

Bahkan dari dulu dia selalu di kasari oleh Mamanya dan Dion, Maura hanya diam menerima semua itu. Berkali-kali hatinya tersakiti karena ucapan mereka, tetapi Maura masih diam.

"Hiks.... Capek banget Ya Allah. Udah gak tau mau gimana lagi,"lirih Maura putus asa.

Isakannya semakin terdengar keras. Terkadang jika sedang seperti ini Maura berpikir untuk mengakhiri semuanya. Tetapi bayangan almarhum Ayahnya selalu membuat Maura mengurungkan niatnya.

Maura mengambil bingkai foto yang ada di dalam laci. Gadis itu menatap satu persatu wajah keluarganya yang ada di dalam foto itu. Kini pandangannya terkunci dengan wajah Damas yang sedang tersenyum.

Maura mengusap foto itu tepat di bagian wajah Damas."Bang, tau gak kalo Maura selama ini sering di siksa sama Bang Dion? Kenapa Maura harus di takdirin hidup kaya gini? Terkadang kalo Mama atau Bang Dion kasar, atau nyalahin aku. Rasanya aku pengin nangis, tapi aku gak bisa. Aku cuma bisa nangis kalo lagi sendirian, Maura capek Bang pura-pura kuat,"ungkap Maura seolah-olah sedang berbicara dengan Damas.

Maura menarik sudut bibirnya."Pasti Bang Damas udah bahagia ya? Udah ketemu Ayah pasti? Kalian berdua jahat banget ninggalin aku sendirian di dunia yang kejam ini."

Maura merasa dadanya semakin sesak. Dia benar-benar hancur sekarang. Sebenarnya bukan hanya sekarang tetapi memang hidupnya sudah hancur dari dulu.

"Sekarang aku sama siapa? Orang yang selalu ngertiin kondisi aku udah pergi semua? Kalian jahat."

Maura memegangi kepalanya yang terasa sakit. Wajahnya sudah mulai memerah lalu gadis itu dengan segera mengambil obat yang ada di laci. Sudah meminum 3 lebih tetapi tidak membuat dia tenang.

Maura mengambil gelas yang ada di nakas dan melemparkannya ke lantai.

Prang

"AAAAAAA.... AKU CAPEK!"pekik Maura sembari memukuli kepalanya dengan kasar. Suara tangisnya semakin terdengar keras. Untung kamarnya kedap suara membuat Maura bebas.

Gadis itu mengambil satu pecahan gelas kaca yang tajam dan mengarahkannya ke tangannya.

Srek

Maura menggoreskan kaca itu ke bagian lengannya dengan kasar sehingga membuat darah segar mulai mengalir. Gadis itu sama sekali tidak merasakan sakit justru menikmatinya .

Setelah berkali-kali menggores lengannya Maura merasa sedikit tenang. Gadis itu segera membersihkan semua darah dan pecahan kaca yang ada di lantai.

Hidden PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang