"Keberanian adalah kemampuan untuk tampil dengan baik bahkan ketika takut setengah mati."
***
Suara alarm yang menggema di seluruh kamarnya membuat Maura dengan malas-malasan membuka matanya yang terasa berat secara paksa. Gadis itu meringis pelan saat merasakan tubuhnya seperti remuk. Dia tau ini pasti karena semalaman Dion menyiksanya. Mengabaikan rasa sakitnya, Maura beranjak dari ranjang untuk segera membersihkan tubuhnya sebelum pergi ke sekolah.
Maura menuruni anak tangga di rumahnya. Kini gadis itu sudah rapi dengan seragam putih abu-abu yang melekat di tubuhnya. Maura juga sudah menutupi beberapa luka di lengannya menggunakan foundation. Tetapi untuk berjaga-jaga takut luntur akhirnya dia memilih untuk mengenakan jaket. Gadis itu langsung berjalan menuruni tangga melewati ruang makan yang sudah berisi keluarganya begitu saja. Dia tak bernafsu untuk sarapan, apalagi melihat di sana ada Dion.
"Maura!"
Teriakan Damas membuat Maura menghentikan langkahnya, gadis itu membalikan tubuhnya menatap Damas yang sedang berjalan mendekatinya.
"Kenapa gak sarapan?"tanya Damas.
"Gak laper,"jawab Maura.
Damas memegang sudut bibir Maura membuat gadis itu meringis pelan."Ini kenapa?"tanya Damas khawatir karena melihat sudut bibir adiknya yang robek.
Maura langsung memundurkan tubuhnya. Kesialannya kali ini adalah tak bisa menutupi luka robek di bibirnya dengan apapun, sehingga semua orang bisa melihatnya."Gak papa, Bang. Maura duluan,"pamitnya.
Maura tak akan meminta bantuan kepada mamanya agar menyuruh supir untuk mengantar jemput dirinya ke sekolah. Karena Maura sadar diri, sampai kapanpun dia akan kalah dengan Dara yang menjadi prioritas keluarganya. Yang artinya, Maura pastinya akan berakhir di suruh pergi dengan taksi. Dan sebelum mamanya menyuruh itu, dengan kesadaran dirinya Maura akan terlebih dulu melakukannya.
Sesampainya di sekolahan Maura langsung berjalan melewati lorong-lorongnya menuju ke kelas. Langkahnya terhenti saat sudah berada di samping mejanya. Dia meletakkan tasnya di sana lalu duduk di samping Bella.
"Sakit, Ra?"tanya Bella saat melihat kedatangan sahabatnya yang mengenakan jaket.
Maura menolehkan kepalanya menatap Bella, lalu menggeleng pelan."Enggak, lagi suka aja pake jaket."
Bella hanya mengangguk pelan, dia mengerutkan keningnya saat melihat luka di sudut bibir Maura."Ra, bibir lo kenapa?"
Pertanyaan ini sudah Maura duga akan keluar dari mulut sahabatnya. Karena dia tau, Bella selalu teliti dengan kondisi dirinya. Dan sekarang Maura tak tau harus menjawab apa, dia enggan menceritakan kejadian semalam."Itu kemaren—gue gak tau kenapa bangun-bangun udah gini,"alibi Maura yang sama sekali tak memiliki cadangan untuk menjawab pertanyaan Bella.
"Lo di tampar?"tebak Bella tepat sasaran.
Maura menghela nafas berat, lalu mengangguk pelan. Mau mengelak pun sudah tak bisa."Gue ke toilet dulu, ya,"pamit Maura seraya beranjak dari kursinya.
"Mau gue temenin?"tawar Bella.
"Enggak usah, gue sendiri aja."Setelah Bella mengangguk Maura langsung berjalan meninggalkan kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Pain
Teen FictionDari sekian banyaknya rasa sakit, kenapa dari keluarga yang paling mengesankan rasa sakitnya. *** #Highest Rank 3 in Brokenhome [26Sep2021] #Highest Rank 1 in Anaksma [10Okto2021] #Highest Rank 3 in Brokenhome[23Okto2021] #Highest Rank 2 in Brokenho...