HP | 42

28.8K 1.9K 41
                                    

"Jadi Maura udah tau?"

Rendra menganggukkan kepalanya pelan."Gue emang bodoh. Dan karena kebodohan ini, semuanya jadi berantakan."

Alden berdecak malas."Letoy banget jadi cowok, kalo suka ya bilang suka jangan munafik!"

Marvel mengangguk pelan menyetujui ucapan Alden."Dan sekarang lo mau gimana?"

Rendra menghempaskan tubuhnya dengan kasar ke sofa. Sekarang dia sedang ada di markas bersama Alden dan Marvel, sedangkan Kenzo dan Danil sudah pulang lebih dulu.

Laki-laki itu mengusap wajahnya dengan kasar."Gue pikir awalnya bisa nepis perasaan ini, tapi ternyata semakin lama semakin sempurna perasaan gue ke dia."

Marvel menepuk pelan bahu Rendra seraya ikut duduk di samping laki-laki itu."Ungkapin perasaan lo ke dia, sebelum semuanya terlambat."

"Kasih kepastian, inget cewek gak suka di gantung,"timpal Alden.

"Tapi dia udah marah sama gue, Vel? Mungkin sekarang dia udah gak mau liat wajah gue,"ungkap Rendra mengingat bagaimana tadi ucapan Maura di lorong sekolah.

"Ya lo harus usaha bego, cinta itu di perjuangin. Selama hampir 3 tahun ini dia ngejar-ngejar lo, dia berjuang sendiri. Masa lo baru gini aja mau nyerah?"gumam Alden mampu menyadarkan Rendra.

"Lakik bukan si lo?"goda Marvel seraya tertawa pelan.

"Laki jadi-jadian dia,"sambung Alden membuat Rendra mengumpat kesal.

"Gue emang bego banget dalam urusan hati, heran."Rendra benar-benar terlalu cupu untuk urusan cinta.

"Makanya belajar sama yang udah ahli tu,"ucap Marvel seraya menunjuk Alden.

Rendra terkekeh pelan."Dia dulu kaya batu, pas kenal Liora bucinnya kelewatan sampe bego gara-gara cinta,"ledek Rendra.

"Hidup itu harus ada kemajuan,"jawab Alden. Dia tidak marah karena memang pada kenyataannya dia seperti itu. Dulu dia paling anti dengan perempuan sampai akhirnya takdir mempertemukan dia dengan Liora. Gadis pujaannya.

Marvel tertawa pelan."Pulang gak?"

"Ayok lah, besok masih sekolah."

Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk pulang ke rumahnya masing-masing, karena besok juga harus sekolah.

*****

Maura menatap air yang ada di hadapannya dengan lekat, dia lagi-lagi harus merasa seperti ini. Perasaan yang membuat Maura ingin mengakhiri semuanya.

Gadis itu berkali-kali menghela nafas berat, Maura capek, lelah, dia benar-benar hampir gila atau memang sudah gila?

Seperti malam-malam sebelumnya Maura akan duduk di pinggiran kolam seperti ini hanya untuk menenangkan hatinya agar lebih baik walau dalam waktu yang singkat.

"Cinta pembodohan,"gumam Maura.

"Semua laki-laki brengsek, dan Rendra juga brengsek di mata gue sekarang."

Gadis itu menolehkan kepalanya saat mendengar keributan yang berasal dari dalam rumahnya. Dia bangkit lalu sedikit lari untuk masuk ke dalam melihat dari mana keributan itu.

Hidden PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang