HP | 26

29.6K 2.1K 32
                                    

"Aku tau di rumah ini sebagai siapa, tapi tolong beri sedikit waktu saja agar aku bisa bernafas dengan tenang."

***

Maura menuruni satu persatu anak tangga. Dengan penampilannya yang sudah rapi mengenakan seragam sekolah dan tas yang bertengger di bahunya.

Begitu dia sampai di meja makan. Semuanya sudah berkumpul di sana menikmati sarapannya masing-masing dengan hening. Bahkan kedatangannya pun seakan-akan tak dianggap oleh keluarganya.

Maura menarik kursi untuk dia duduki tanpa mengucapkan apapun kepada keluarganya. Jika berbicara akan selalu di anggap salah, maka Maura akan memilih diam.

Maura mulai menyantap roti yang sudah disiapkan di piringnya. Memang jika pagi gadis itu jarang makan nasi paling hanya minum susu dan makan roti.

"Ra, mau bareng aku gak?"tanya Dara di sela-sela kegiatannya yang sedang mengunyah makanannya.

Maura menatap Dara, lalu menggelengkan kepalanya pelan."Enggak, aku bisa naik taksi,"tolak Maura.

"Aku gak akan ngizinin Maura berangkat bareng kamu Dara. Nanti kalau dia nyelakain kamu lagi gimana?"larang Dion yang dari tadi terus memperhatikan interaksi Maura dan Dara.

Dara langsung menatap Dion dengan wajah kesalnya."Bang, bukan Maura yang bikin aku jatuh waktu itu. Berhenti nyalahin Maura,"tegur Dara.

"Udahlah, biar sesuka Maura. Lagian bagus kalo dia gak mau sama kamu, Mama juga gak perlu khawatir,"timpal Atika membuat Maura menghela nafas pelan.

Memang setelah kejadian Dara jatuh beberapa hari yang lalu, keluarganya semakin terlihat sangat membenci Maura. Walaupun Dara sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya dan bukan Maura penyebabnya. Tetapi tetap saja mereka masih menyalahkan Maura, menjadikan itu semua alasan untuk Maura agar tidak mendekati Dara.

Padahal saat itu Dara pingsan, karena gadis itu kelelahan. Bahkan dokter pun sudah menjelaskan bahwa Dara hanya kelelahan, tetapi seakan-akan Mamanya dan Dion selalu menuduh Maura penyebab dari Dara pingsan saat itu.

Setelah menghabiskan sarapannya. Maura langsung beranjak dari kursinya berniat berangkat ke sekolah setelah menyalami tangan Mamanya.

"Ra, ayo bareng aku aja,"ucap Dara menahan lengan Maura membuat Maura menghentikan langkahnya.

Maura menepis kasar tangan Dara. Dia menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk menahan emosinya."Aku gak mau,"tolak Maura.

"Kamu kenapa si? Aku baik, niatnya mau berangkat bar---"

"Kalo aku bilang gak mau, YA GAK MAU! Kamu denger gak si?"potong Maura, dia paling benci jika di paksa seperti ini.

"MAURA!"

Maura mengalihkan tatapannya menatap Atika yang sedang berjalan menghampirinya. Dia sudah menduga pasti ujung-ujungnya dirinya yang akan di salahkan oleh Mamanya.

Plak!

Maura membulatkan kedua bola matanya saat mendapat tamparan keras dari Mamanya, sesayang itu Mamanya kepada Dara? Sampai-sampai menampar dirinya hanya karena barusan membentak Dara. Memang selalu seperti ini, pasti di setiap pertengkaran antara dirinya dan Dara yang akan di salahkan pasti Maura.

Hidden PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang