HP | 08

32.1K 2.3K 31
                                    

DI PART INI MENGANDUNG BEBERAPA ADEGAN KEKERASAN! MOHON JANGAN DI TIRU, KARENA INI HANYA SEBUAH CERITA FIKSI!

Mohon kerjasamanya yagesya, kalo ada adegan kekerasan atau hal-hal buruk yang ada di cerita ini jangan di tiru. Kalian cukup membaca saja, buang hal buruknya dan ikuti hal positif nya🙏

"Keluarga seharusnya adalah tempat perlindungan kita. Namun seringnya, keluarga adalah tempat kita mendapatkan rasa sakit hati terdalam."

***

"Dion, mau sampai kapan kamu kerja sesukanya gitu?"tegur Atika.

Ruang makan yang semula terasa hangat kini berubah menjadi tegang saat Atika mulai bicara. Damas yang duduk berhadapan dengan Dion hanya bungkam terus melanjutkan makannya, meskipun dia menyimak apa yang akan mamanya bicarakan dengan Dion. Dara pun sama, dia tau saat mamanya mulai membahas pekerjaan dengan Dion itu tandanya sebentar lagi akan terjadi perdebatan di antara mereka.

Dion mendongakkan kepalanya menatap mamanya sejenak. Tatapannya menajam dan penuh permusuhan saat beralih kepada Damas yang duduk di seberangnya."Maksud Mama?"

"Gak usah pura-pura bego. Aku udah kasih tau yang sebenarnya ke Mama,"gumam Damas tanpa mau mengalihkan pandangannya dari piringnya.

"Kamu gak bisa seenaknya gitu aja kalo kerja. Walaupun itu perusahaan Ayah kamu. Tapi kamu harus tetep profesional Dion,"tegur Atika. Ini bukan kali pertamanya Dion membuat ulah di kantor mendiang suaminya.

"Kalo kamu kaya gitu terus dan gak mau berubah. Jangan salahin Mama kalo sewaktu-waktu Mama serahin perusahaan itu sepenuhnya kepada Damas,"lanjutnya seraya melirik Damas.

Dion terkekeh pelan mendengar penuturan mamanya. Lalu dia kembali menatap Damas."Jadi gini cara kamu mau ngambil perusahaan? Bang Damas yang tiba-tiba marahin aku di kantor. Terus karena masalah sepele aku di skors. Mama tau sebejat itu dia di perusahaan, dia juga seenaknya sendiri,"ungkap Dion.

Damas berdehem pelan lalu menegakkan tubuhnya, membalas tatapan Dion."Dari kemaren-kemaren aku cuma diem karena mau ngasih kamu waktu buat serius ngurus perusahaan. Tapi sekarang udah gak ada lagi waktu. Gak ada waktu buat main-main lagi. Aku marahin kamu ada sebabnya, dan masalah aku yang sekors kamu pun ada alasannya. Kamu sendiri tau apa alasan dari semua itu,"jelas Damas dengan ekspresi santainya.

Damas sama sekali tak marah ataupun terganggu dengan sikap kurang ajar Dion. Karena disini dia hanya ingin mendidik adiknya itu, memberi pelajaran agar bisa lebih serius dalam bekerja.

"Liat? Pada dasarnya Mama cuma selalu dengerin ucapan Bang Damas, kan?"Dion kini menatap mamanya malas. Dia sudah kehabisan cara untuk melawan Damas, karena memang pada dasarnya kali ini dia yang salah.

"Dion! Memang kamu itu sulit di atur. Kalo gak mau di atur gak usah kerja di perusahaan Ayah. Mau sampai kapan kamu main-main kaya gitu? Kamu udah dewasa, udah seharusnya serius dalam mengurus perusahaan. Tapi Damas bilang kamu kerjaannya cuma main cewek aja,"marah Atika.

Bukan hanya kata Damas, karena sebenarnya Atika sendiri sudah tau kebejatan Dion yang sering bermain jalang di waktu seharusnya untuk bekerja.

"Kamu pikir Mama gak sering ngecek ke kantor? Setiap Mama datang di jam kerja, kamu selalu gak ada. Kemana? Main cewek, kan?"

"Dion butuh hiburan, Ma. Karena Mama selalu ngasih Dion pekerjaan berlebihan, aku pusing. Lagian biar apa Mama ngelakuin itu? Sedangkan Bang Damas, dia bisa kerja sesukanya,"protes Dion.

Hidden PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang