HP | 10

33.1K 2.6K 97
                                    

Maura yang baru saja memasuki rumahnya langsung menghentikan langkahnya, saat melihat keluarganya sedang berada di ruang tamu. Tatapan mereka pun langsung tertuju kepadanya. Begitu melihat wajah Dion, Maura langsung mengepalkan kedua tangannya. Dia akan membicarakan soal Raka saat ini juga, Maura muak harus mengikuti pikiran gila Dion.

Maura mendekati mereka dengan tatapan terus tertuju kepada Dion."Maksud Bang Dion apa? Abang nyuruh orang buat mata-matain aku? Apa selama ini belum cukup Abang ngekang aku? Kalo kaya gini terus aku bisa gila,"ungkap Maura berapi-api tanpa basa-basi.

Ucapan Maura membuat Atika, Bayu dan Damas langsung menatap Maura dan Dion secara bergantian. Mereka tak tau apa yang gadis itu ributkan dengan Dion.

Dion menatap Maura tajam."Itu demi kebaikan kamu. Abang gak akan ngasih kamu kebebasan, jadi selama di luar rumah kamu harus tetep di awasin. Alasan utamanya karena sekarang kamu udah berani main cowok, dan itu bahaya. Abang gak mau sekolah kamu keganggu karena gak fokus,"jelas Dion.

Maura tertawa pelan, meremehkan ucapan Dion yang seakan-akan sangat mempedulikan kehidupannya. Padahal itu semua hanya membuat Maura semakin setres, orang-orang di keluarganya selalu mengambil keputusan gila tanpa persetujuannya."Tapi gak harus nyuruh orang buat mata-matain aku. Kegiatan aku jadi keganggu, aku gak nyaman, aku gak bisa tenang kalo terus-terusan di pantau. Lagian aku bukan anak kecil lagi, aku udah dewasa."

"Tetep aja, kamu harus selalu di awasin. Ayolah, Ra. Kamu udah kelas 11, bentar lagi kelas 12 terus lulus. Waktu kamu tinggal sedikit buat buktiin ke kita semua kalo kamu bisa jadi juara utama. Jadi, kamu harus bener-bener di perketat pergerakannya. Kamu gak kasian Ayah kalau kamu gak bisa jadi apa-apa nantinya?"

Maura menghela nafas berat begitu mendengar kata ayah. Dia benci Dion ataupun mamanya yang ketika berdebat selalu membawa-bawa ayahnya untuk melemahkan dirinya. Maura menatap Dion dengan lelah, Maura lelah dengan semuanya!

"Ra, abang kamu tu cuma mau yang terbaik buat adeknya. Niat Dion juga bagus, dia mau bantu kamu biar bisa lebih fokus ke sekolah dan menjadi juara utama di hari kelulusan nanti,"timpal Atika. Kali ini dia menyetujui tindakan Dion yang menyuruh orang untuk memata-matai pergerakan Maura.

"Tapi kenapa Dara selalu di bebasin gitu aja?"protes Maura.

"Dara udah dewasa,"sahut Dion.

"Abang pikir aku belom dewasa? Aku udah dewasa! Bahkan aku di paksa dewasa sama keadaan sebelum waktunya. Dara juga dulu masih kelas 10-11 udah di bebasin. Dia bisa ngelakuin apapun yang dia mau tanpa larangan dari kalian. Dara gak pernah di mata-matain, dia gak pernah di kekang kaya gini. Kenapa kalian selalu beda kalo memperlakukan aku?"ungkap Maura panjang dengan nafas memburu karena marah.

Brak!

Maura dan yang lainnya terlonjat kaget saat tiba-tiba Damas menggebrak meja cukup kasar sehingga menimbulkan suara yang nyaring. Tatapan gadis itu langsung tertuju kepada Damas yang sedang menatapnya tajam.

"Maura, bisa diem, gak?!"bentak Damas.

Maura menggelengkan kepalanya pelan, dia tersenyum kecut menerima bentakan dari Damas. Ini pertama kali seumur hidupnya di bentak oleh Damas. Lelaki itu selalu berkata lembut dan membela Maura dalam situasi apapun, tetapi sekarang? Dengan tatapan tajam Damas membentak Maura. Dada Maura naik turun, menahan marah dan rasa ingin menangis secara bersamaan.

Hidden PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang