chapter 38 : Keputusan Bagas

232 37 1
                                    

Selama mengenal Bagas, Jingga sering dibuat terpana. Terutama oleh unik dan tindakannya yang tak tertuga. Terlepas dari seberapa menyebalkannya seorang Baskara, banyak sisi baik yang berhasil Jingga kagumi. Seperti saat ini,

"Mami istirahat, tidur yang nyenyak. Enggak perlu mikir macem-macem, Jingga aman sama Bagas," ucapnya dengan sungguh-sungguh.

Tapi Renjani tidak langsung setuju, selesai mencuci tangannya dia bersidekap di depan Bagas, siap beri ceramah panjang. "Kamu ya, Mami enggak peduli Bagas mau tidur di mana. Tapi Jingga harus istirahat dengan nyaman, Jingga itu kerjaannya nguras pikiran dan tenaga, apa lagi sekarang bukan cuman tentang kesehatan Jingga, tapi anak kalian. Yang bener dong kalau ngambil keputusan,"

"Jingga aman sama Bagas Mami," ulang Bagas.

"Aman yang kaya gimana maksud kamu? " ucap Renjani kesal.

"Ya aman yang baik-baik aja."

Mereka berdua terus berdebat dengan suara pelan, sedang Jingga jadi terdiam diambang pintu,  tadinya ingin ambil minum ke dapur, tidak menyangka akan lihat perdebatan.

Tapi Jingga tau sekarang Baskara sedang meyakinkan orang tuanya. Tentang Bagas yang buat Jingga kagum adalah cara dia mengambil keputusan.

Jadi kumpul keluarga hari ini semua anggota keluarga lalui dengan banyak tawa, mulai dari memasak, makan bersama, sampai mengobrol panjang. Hal-hal sederhana itu dilakukan seharian. Sampai beberapa menit yang lalu adalah keputusan akan kamar tidur. Ada lima keluarga sedangkan rumah besar Bagas hanya punya empat kamar tidur.

Pertama Bagas antar para orangtua ke kamar dilantai dua di mana terdapat dua kamar bersebelahan, kemudian keluarga kecil Adimas di kamar tamu lantai satu, dan keluarga kecil Arjuna di kamar utama, ya kamar Bagas dan Jingga.

Suasana seperti ini buat Jingga mengenang suasana saat pertama kali datang. Kesan pertama Jingga adalah rumahnya terlalu besar.

Sampai pertanyaan Jingga waktu itu adalah "Abis berapa duit lo? "

Bagas tidak sebutkan nominal. Daripada menjawab, Bagas pilih peluk Jingga kemudian di bawa berkeliling.

Dapat rumah ini cukup memakan waktu, yang Jingga tau bukan setahun dua tahun Bagas menabung. Penuhnya kamar hari ini tidak buat Jingga merasa kurang. Sudah lebih dari cukup, banyak sekali kejutan yang Bagas beri.

"Jadi kalian mau tidur di mana malam ini? " Sentak Renjani, buat Jingga sadar dari lamunan. Sepertinya Renjani sudah kesal sebab nada bicaranya terdengar meninggi.

"Bagas bilang enggak perlu khawatir."

Sedangkan Bagas malah ulangi jawaban menyebalkan.

****

"Gue pengen punya kamar diatap."

Adalah ucapan iseng Jingga, tapi dengan serius dua minggu yang lalu Bagas kabulkan.

Dari pada menunggu suami dan mertuanya berdebat, Jingga pilih pergi ke lantai tiga. Dimana seperempat dari luasnya atap dijadikan sebuah ruangan santai lengkap dengan rak buku, televisi dan kasur.

Tapi baru sampai di anak tangga pertama lantai satu, ucapan seseorang menghentikan langkah Jingga.

"Elo...." ucap Adimas menggantung. "Kasian yang jadi istri lo entar,"tambahnya diakhiri kekehan.

Dengar itu Jingga tidak bisa untuk menahan tawa, tentang ucapan dirinya sendiri duabelas tahun yang lalu, ternyata Adimas masih saja ingat dan malam ini malah mengingatkan.

"Gimana? " tanya Adimas, tangannya bergerak menutup laptop. Setelah itu fokuskan pandangan pada kakak iparnya.

"Hahah, gue enggak tau ternyata yang gue kasihani waktu itu adalah diri gue sendiri," jawab Jingga sambil berjalan ke arah Adimas, pilih duduk di sebelah adik iparnya, tentu dengan jarak yang cukup.

Argumen, Jihoon x HeejinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang