chapter 31 : Kabar Bahagia untuk banyak orang

107 22 1
                                    

Bagas diam mematung di ambang pintu, mengerjapkan mata berkali-kali, tatap kerumunan orang di depannya dengan tak percaya, dua keluarga besar sedang berkumpul dengan penuh rasa syukur.

Ada Jingga yang sedang duduk di salah satu meja, jadi pusat perhatian dikelilingi banyak orang, sempat di peluk oleh setiap orang yang datang. Juga ada setumpuk kado di dekatnya, hadiah dari mereka.

Lama Bagas mematung sampai tak sadar Jingga tersenyum manis kearahnya, tapi Bagas tidak membalas karena masih berpikir, situasi sekarang masih coba dia pahami.

Tadi pagi, Bagas jalan-jalan berdua dengan Jingga, merayakan weekend dengan sederhana. Tapi dimalam hari dia ikut berkumpul di salah satu restoran milik keluarga yang khusus malam ini tidak di buka untuk umum.

Bagas dan Jingga belum kepikiran untuk beritahukan kabar bahagia kepada keluarga besar, tapi tanpa mereka tau Bunda dan Mami lebih dulu kabari banyak orang dan entah ide siapa terselenggaralah makan malam bersama dua kelurga ini.

Bagas tidak habis pikir, dia tahu ini hari sabtu tapi apakah semua orang tidak punya kegiatan sendiri sehingga bisa sampai dalam waktu singkat. Ada sepuluh meja yang masing-masing dikelilingi delapan kursi, hebatnya semua kursi terisi sampai beberapa orang selesai makan memutuskan pamit pulang.

Pada akhirnya Bagas memilih melangkah hampiri Jingga, setelah tepat di samping dia membungkukkan badan kemudian berbisik, "ini sebenarnya acara apaan?" tanya Bagas kebingungan.

"Enggak tau, silaturahmi aja kali," balas Jingga sama berbisik.

"Ulang tahun gue udah lewat sebulan, ulang tahun Lo masih lama," ujar Bagas lagi.

"Nanti buka bareng-bareng aja biar tau apa isi kadonya," saran Jingga.

Bagas baru mau bicara lagi tapi seorang perempuan menghampiri mereka, Jiraya, kakak satu-satunya Jingga yang tinggal di luar kota, dia tidak datang sendiri melainkan bersama anak dan suaminya.

"Selamat ya dek," ujar Jiraya sambil peluk adiknya erat, setelah itu suaminya juga serahkan sebuah paperbag, hadiah dari mereka katanya.

"buset yang dari luar kota sampe dateng malem-malem," batin Bagas terkejut. Bahkan mereka tidak datang dengan tangan kosong melainkan sampai sempatkan beli hadiah.

Bagas sempatkan menyapa kemudian memilih pamit ke toilet ketika Jingga sudah sibuk mengobrol dengan Jiraya, memberi mereka waktu untuk melepas rindu. Tapi belum melangkah jauh seseorang memanggilnya,"woy pak Arjie !"

Bagas mendelik, hampiri pria jangkung yang memanggilnya. Setelah saling berhadapan keduanya saling berjabat tangan, juga saling rangkul diakhiri tepukan keras tangan Bagas di bahu Halarand.

"Gimana kabar Lo?" tanya Bagas basa-basi.

"Makin ganteng sama baru mulai kolaborasi sama brand besar sih bro," jawab Halarand dengan jumawa, sepupunya itu memang agak sombong. Tapi yang dikatakannya nyata, ketampanan seorang Halarand sudah diakui puluhan jutaan orang, dia juga punya jutaan fans yang menggilai visual dan suara beratnya.
Model, produser, penyanyi, bakat Halarand banyak tapi Bagas tetap kesal mendengarnya.

"Kalau udah keriput jelek, muka Lo enggak akan ada di majalah lagi," nyinyir Bagas.

"Kata siapa? Sampe gue tua fans gue mah bakal setia," balas Halarand.

Keduanya mengobrol sambil berjalan, Bagas sampai lupa bertanya tujuan mereka sebenarnya kemana.

Menanggapi dengan tawa, Halarand tetap tersenyum meskipun cukup kesal dengan komentar-komentar pedas Bagas. Bagas lebih dulu menghentikan langkah, keduanya sudah sampai di bagian ujung restoran yang sepi buat Bagas mengernyit heran.

"Ayo," ajak Halarand yang dibalas raut tanya Bagas.

Halarand tidak menjelaskan apapun, dia menarik pelan Bagas, membuka pintu ruangan tempat biasa karyawan rapat.

Meja panjang yang di kelilingi dua belas kursi itu diisi empat orang laki-laki dan satu anak perempuan, dua adik Bagas dan semua sepupu dari pihak Ibu yang berkumpul entah untuk tujuan apa. Bagas penasaran, dia ingin bertanya kenapa mereka tidak duduk bersama istri dan anak masing-masing, kecuali pada si anak perempuan, dia ingin bertanya kenapa duduk anteng disana tidak bermain.

Baru membuka mulut Bagas kembali mengatupkannya, tanpa bertanya dia segera tahu ketika sepasang orangtua berumur hampir delapan puluh mendekat kemudian merangkulnya.

Tuan Karim Wiyoko dan Nyonya Carolin Wiyoko yang terhormat.

"Selamat jagoan," ujar sang Oma peluk cucu kesayangannya lama, matanya bahkan berkaca-kaca, terpancar haru dan bangga disana.

"Selamat Bagas," ujar Opa sambil tepuk bahu cucu kebanggaannya pelan, semakin bangga dan ikut bahagia dengar kabar seperti ini akhirnya datang.

Keduanya duduk di dua kursi kosong disusul Bagas. Setelah itu hening, Oma dan Opa kompak tatap lama Bagas yang duduk di depannya. Bagas yang diperhatikan merasa kebingungan, tapi tidak berani memulai pembicaraan.

"Jalan hidup juga orang yang menjalaninya tidak pernah ada yang bisa ditebak," ujar Opa memulai pembicaraan,"dulu, kakek pikir Bagas yang paling bisa bebas dan lawan semua keputusan orangtua, dia yang paling bandel dan berani tapi ternyata sekarang dia jadi yang paling patuh."

Hening, membahas bisnis keluarga sampai kapanpun akan seperti ini. Hamka sebagai cucu yang paling tua sudah punya usaha baju yang dia bangun sendiri dari nol. Adik Hamka, Mahesa namanya, dia memilih terjun di dunia pendidikan menjadi seorang pengajar. Saudara kembar Bagas, Arjuna sudah temukan jalan dengan bakat melukisnya, Adimas juga sudah sejak awal memilih jadi seorang dokter, Halarand dengan dunia modelnya. Semua dari meraka selalu merasa bersalah ketika terjebak dalam situasi seperti ini.

"Karena hanya sendirian, dia bekerja lebih keras dari seharusnya," ucap Opa dengan nada suara tegasnya.

Bagas menggeleng,"Opa," panggilnya tak mau pembicaraan seperti ini berlanjut.

"Sebentar, Opa belum selesai bicara Bagas." Tegasnya.

Bagas mengatupkan mulut tapi merangkai jawaban di otaknya, berusaha menahan diri sebentar demi kebaikan.

"Bagas mungkin tidak terlambat untuk menikah, tapi dia jadi yang paling terakhir dapat bahagianya. Seandainya kalian saling bantu, dia mungkin bisa punya waktu untuk urusan pribadinya," lanjut Opa kemudian jeda.

"Jadi, dari sekarang didik anak kalian dengan baik. Jangan sampai hanya anak Bagas yang harus ambil tanggung jawab itu."

Selesai Opa bicara, dia bangkit di susul Oma lalu keduanya pamit, tapi suasana tidak menyenangkannya tidak ikut pergi. Enam orang disana menghembuskan napas lega kemudian saling tatap lalu berakhir Bagas yang jadi pusat perhatian.

"Gas, Gue....." ucapan Hamka terhenti karena Bagas memotongnya.

"Jangan mulai, gue enggak papa dan ini bukan masalah baik buat Gue ataupun kalian," ucapnya tegas.

"Sorry udah bikin elo kesepian," ujar Hamka tetap meminta maaf.

"Sorry udah bikin Elo nanggung beban sendirian," ujar Arjuna yang dari raut wajahnya terlihat tidak menunjukkan tanda-tanda menyesal.

"Sorry udah bikin Abang jadi kesayangan Oma-Opa," sindir Adimas.

"Gue denger-denger harta lo makin banyak?" nyinyir Halarand.

"Enggak papa, gue baik-baik aja. Justru dengan gini enggak ada pertumpahan darah antar saudara karena rebutan jabatan. Nanti anak gue jadi yang paling kecil diantara semua, tapi bakal gue ajarin biar jadi yang paling kuat. Kalian jangan macem-macem ya," peringat Bagas yang dapat reaksi tawa dari semua orang.

Tbc

Argumen, Jihoon x HeejinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang