Muntah pura-pura yang Jingga peragakan berakibat menyebalkan sebab jadi mual sungguhan. Dan Bagas yang masih lemas memilih menyusul untuk sekedar pijat tengkuk istrinya.
"Pusing enggak? " tanya Bagas lembut. Jingga menjawab dengan gelengan lemah, membuat Bagas kembali merasa bersalah.
Padahal bukankah sejak awal Bagas yang janji akan kabulkan banyak hal, ah ralat, bukan banyak hal melainkan waktu itu Bagas bilang akan kabulkan semua mau anak pertamanya. Juga tentang janji bahagiakan Jingga, Bagas harus bisa tepati semuanya.
Adegan di pagi hari terulang, Bagas kembali menggendong Jingga yang semakin pucat untuk direbahkannya diatas tempat tidur.
"Rebahan aja ya?" ucap Bagas sambil selimuti Jingga kemudian usap rambutnya pelan.
"Kamu mau makan apa? Aku siapin dulu sebelum pergi."
Selesai Bagas bicara Jingga segera raih tangan yang sejak tadi tak berhenti usap rambutnya itu, kemudian dia genggam erat.
"Udahan marahnya ya, maafin aku. Perutnya harus diisi. Kamu harus ngemil sambil nunggu," ucap Bagas lagi.
"Kamu mau kemana?" tanya Jingga sebal.
"Nyari gulali lagi," jawab Bagas sambil mengangkat alis menatap heran Jingga yang genggam erat tangannya.
"Jangan, kamu mandi aja, " ujar Jingga tulus, tapi Bagas yang kelelahan salah mengira. Dia pikir itu hanya ucapan sarkas atau sindiran.
"Nga jangan gitu," ujar Bagas.
"Mandi aja Bagas." perintah Jingga tegas.
"Nga, Aku becanda kok bilang gerah tadi. Sekarang Aku mau cari gulali aja. Kasian kamu. "
"Mandi aja. "
"Jingga."
"Mandi aja Bagas. "
"Aku mau cari gulali. "
"KALAU AKU BILANG MANDI YA MANDI. " tegas Jingga dengan nada suara meninggi. Lelah rasanya beradu argumen hanya karena hal sederhana.
Bagas kaget, sedang Jingga segera lepas genggaman tangannya.
"Lo kenapa? " tanya Bagas.
Bukan jawaban, melainkan isakan pelan yang ada setelahnya.
"Nga." panggil Bagas yang selanjutnya pilih beri peluk dengan harapan tangis Jingga segera reda.
"Maaf." lirih Jingga berulang, tapi Bagas memilih jawab dengan gelengan. Bukan karena tidak menerimanya, tapi Bagas rasa tidak ada yang salah disini.
Jingga semakin terisak keras ketika Bagas mulai mengusap kepalanya dengan lembut. Seperti anak kecil yang kehilangan permennya, tapi Jingga berusaha bicara meskipun terbata, "Gu Gue hari ini banyak minta dan bikin Lo capek ya? " tanya Jingga sambil menunduk, terlihat sangat merasa bersalah.
"Hari ini Gue terlalu banyak minta yang aneh-aneh,"ulang Jingga lagi.
Dan kali ini, Bagas tidak bisa tahan untuk tidak menghembuskan napas beratnya.
"Tuh kan kamu pasti cape banget sama aku? "tanya Jingga setelah lihat respon iti.
"Enggak gitu, ini cuman agak sesak aja napas nya. "jawab Bagas.
"Enggak, mana ada sesak napas. Jelas-jelas napas kamu berat gitu karena kelelahan. Aku jahat." ujar Jingga, kembali terisak lebih keras.
Daripada ungkap banyak kata yang terlintas dipikiran, Bagas pilih rapatkan mulutnya untuk peluk lagi Jingga terlebih dahulu. Dia sangat tidak senang dengar isak untuk kesekian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argumen, Jihoon x Heejin
TerrorDari sahabat, jadi teman hidup. Mampukah keduanya menjalani peran masing-masing?