chapter 12 : bagas vs tukang sayur

343 62 34
                                    

"Nga dasi gue yang warna navi dimana? Kok di tempatnya enggak ada?" teriakan seorang Pria di rumah barunya.

"Kan udah gue siapin itu digantung dekat etalase sama kemejanya sekalian," balas suara perempuan.

"Lupa, gue udah bawa kemeja lain di lemari." pungkas si Pria tanpa dosa.

Bagas dan Jingga, manusia yang masih sangat baru jadi sepasang, sepertinya perlu waktu yang panjang untuk sama-sama terbiasa. Menghembuskan napas kasar, Jingga memilih tak lagi menyahut, biarkan Bagas dengan kemauannya.

Berbeda dengan Bagas yang masih ribut dengan pakaiannya, dari dua puluh menit yang lalu Jingga sudah memakai pakaian rapi untuk berangkat ke rumah sakit. Ditambah sementara memakai apron coklat karena sedang menyiapkan sarapan sederhana. Tangannya bergerak gesit mengambil pisau untuk mengiris tomat, lalu kembali mengaduk nasi goreng yang hampir jadi.

"Nga, gue kayanya ganti baju. Gue pake yang udah disiapin sama Lo aja ya, ini yang tadi gue ambil sendiri gue simpen lagi, tapi masalahnya kerahnya agak basak, dikit tapi. Simpen dulu dimana? "

Jingga memilih bungkam dari pada menjawab ataupun mengomel kemudian merusak suasana paginya. Acuhkan keberadaan seorang Arjie Baskara, dia berusaha memfokuskan diri untuk menyiapkan sarapan. Tapi belum selesai dengan nasi gorengnya, Bagas sudah kembali berteriak.

"Nga tangan gue enggak sengaja nyenggol tempat printilan aksesoris lo sampe jatuh ke lantai, berantakan gue enggak bisa beresin. "

Hening.

"Nga, "

"Jingga."

Tarik napas, hembuskan, "Iya." jawab Jingga singkat. Entah Bagas dengar atau tidak, sebab sejak tadi Bagas berteriak dari lantai dua, sedang Jingga menjawab dari dapur di lantai satu.

Lagi, mari coba lupakan keberadaan seorang Bagas, Jingga mengambil piring untuk nasi goreng yang sudah matang kemudian menyajikan masakannya di meja makan. Aktifitasnya tidak hanya sampai disana, Ingin marah dulu tapi Jingga pikir hal itu bukan keputusan yang baik, biar nanti Jingga bereskan kembali kekacawan yang Bagas buat, sekarang ada kegiatan lebih penting Jingga memilih keluar dari rumah untuk belanja sayur di abang-abang yang biasa keliling komplek tiap pagi, mau ngerasain jadi ibu rumah tangga katanya.

"Eh si cantik."

Jingga menanggapi dengan senyum sapaan dari Bu Eri, tetangga yang tinggal tepat di sebelah rumahnya

"Pagi ibu-ibu," balas Jingga, tangannya mulai bergerak memilah sayur.

"Pagi," jawab tujuh orang itu serempak ditambah Abang tukang sayur yang menjawab sambil tidak berkedip menatap Jingga.

"Masih pengantin baru, sama-sama mulai sibuk kerja lagi ya. Neng masih nyempetin masak tiap hari?" tanya Ibu-ibu yang lain.

"Siapin sarapan sama makan malam aja bu, makan siang kami sama sama sibuk di luar."jawab Jingga ramah.

"Kenapa belanja di tukang sayur? Pasangan muda di sini biasanya lebih suka belanja di supermarket."

"Sama aja bu, disini malah lebih gampang, "jawab Jingga, selalu pamerkan senyum.

Para Ibu mengangguk setuju, Jingga yang sehari setelah pindahan sempat membagikan bingkisan kecil ke tetangga sambil menyapa tanda perkenalan tau bahwa dua belas rumah besar di blok ini terisi dan empat diantaranya pasangan muda.

"Baru pindahan seminggu ya kesini? Sudah selesai bebenah?" tanya Bu Salma.

"Pelan-pelan aja bu, rumah orangtua kami sama sama deket jadi pindahan nya nyicil. "

"Gimana rumahnya, nyaman?"tanya tetangga yang lain.

"Alhamdulillah bu. "

Hanya obrolan singkat, tujuh Ibu-ibu itu bergiliran satu atau dua kali menyapa kemudian satu persatu dari mereka pamit sebab saat Jingga datang sebagian sudah selesai memilah sayur. Sampai tanpa sadar Jingga berakhir jadi pembeli sendian, berdua dengan tukang sayur di halaman komplek yang lengang.

"Neng sama Papa Mama nya dulu di kasih makan apa? Kok bening sama cantik banget. "

Jingga hanya menanggapi dengan kekehan kemudian menyerahkan belanjaannya untuk dihitung.

"Banyak banget belanjanya."

"Heheh, iya. Kenapa gitu? Harusnya seneng dong ada yang borong. Kebetulan kulkas di rumah belum di isi apa-apa, jadi berapa semuanya Bang?"

Menunggu belanjaannya dihitung,
Jingga kaget, sedang memilih tomat dia mendapatkan tarikan di rambutnya.

"Apaan sih Gas?"

"Jangan deket-deket tukang sayurnya,"

"Ya ampun, gue lagi belanja bukan lagi nyabe."

"Tetep aja, cepet pulang. "

"Belanjaan gue belum dihitung."

"Sana pulang duluan, gue yang bayar."

Jingga yang kesal memilih pergi dari sana sambil menghentak-hentakkan kaki. Kenapa sih sama Bagas akhir-akhir ini jadi gampang cemburuan, liat cowok napas samping Jingga aja sudah marah-marah tidak jelas.

"Jangan belanja di tukang sayur lagi." ucap Bagas ketika sudah kembali dengan satu keresek besar sayuran kemudian menyimpan nya diatas meja. Jingga yang kesal memilih duduk diam sibuk dengan kunyahan nasi gorengnya.

"Suaminya lagi ngomong, denger enggak? "tanya Bagas lagi.

"Kenapa sih, apa salah nya belanja di tukang sayur komplek?"kesal Jingga kemudian bangkit dari duduknya dan mulai menata sayur ke dalam kulkas.

"Bukan masalah sayurannya, tapi sama yang jual. Masih muda, cakep, mana lajang, enggak ada kerjaan banget udah punya usaha gede masih dagang sayur."

Jingga memilih tidak membalas dan segera menyelesaikan kegiatannya. Dia bingung lebih ke heran, ada ada saja kelakuan anak muda jaman sekarang. Contohnya Reno, tukang sayur tempat dia belanja tadi itu sebenarnya sudah sarjana bahkan punya beberapa caffe di tengah kota, karena bukanya siang sampe larut malam jadi dia memilih mengisi pagi dengan jualan sayur. Lagian perumahan tempat Jingga dan Bagas tinggal bukan perumahan kelas menengah, kalau bukan karena Reno tinggal di dalamnya, dia tidak akan mungkin bisa berjualan. Jualannya juga pakai mobil.

"Reno itu out the box banget ya orang nya, bisa-bisanya..... "Pujian Jingga berhenti, bersamaan dengan suara kaleng dilempar setelah selesai di remas Bagas sampai hancur.

Sadar akan kecemburuan Bagas membuat Jingga tak bisa menahan senyum.

"Tadi belanjanya ada yang kurang," guman Jingga yang masih sampai di telinga Bagas. "Besok belanja apalagi ya? Ah tiap hari aja belanja sama Reno."

Jingga akhiri kalimatnya, Bagas entah sejak kapan berdiri di belakangnya dengan wajah keruh. Jingga tidak bisa menahan tawa.

"Kenapa sih Gas? "tanya Jingga masih sambil tertawa.

"Mau apa tadi?" ucap Bagas balik bertanya.

"Belanja tiap hari ? "

"Kayanya enggak cukup cuman di tarik, lo mau gue botakin?"

Tawa Jingga semakin menggema, "jangan KDRT ya, inget tonjokkan atau tendangan gue bisa bikin lo pingsan. "

Bagas mendelik, dia ingat itu jadi karena takut Jingga yang marah Dia memilik memeluk istrinya erat. "Lo itu punya gue. "

Pengantin baru dua minggu, biarkan mereka sejenak uwu-uwu.

Tbc

Udah beberapa hari susah tidur. Tengah malem masih melek kalau dipake ngetik ada manfaatnya, tapi ini malah susah mikir juga malah bulak balik buka sosmed enggak jelas. Pusing, ada aja cobaan waktu mau rutin nulis..

Argumen, Jihoon x HeejinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang