chapter 50 : orangtua baru dan orang ketiga

85 18 5
                                    

Cuaca pagi ini cerah, matahari sudah pancarkan hangatnya dan seorang Papa baru sedang menjemur kedua anaknya yang lucu, dia tidak sendirian, melainkan bersama istrinya yang cantik.

Berbanding terbalik dengan dua anak bayi juga Mamanya yang sudah wangi dan bersih, Papanya menahan kantuk sedang kantung matanya menghitam, rambut berantakan tidak tertata, baju piyamanya kusut, di hari pertama minggu ketiga, untuk pertama kalinya Bagas yang sudah kembali bekerja dilanjutkan mengurus dua bayi tanpa bantuan oranglain ternyata cukup kewalahan.

Jingga masih dalam pemulihan, Bagas berusaha cukupkan istirahat Jingga agar segera sehat, sudah menjaga sejang siang, giliran Bagas diwaktu malam, anak yang menangis selama beberapa jam sekali jadi tugas Bagas untuk tenangkan.

Hari-hari sebelumnya tidak pernah terasa berat karena dapat banyak bantuan, Mami dan Bunda bergiliran menginap, Eyang dan Oma juga. Ini benar-benar hari pertama sepasang manusia jalankan perannya hanya berdua.

"Aku kayanya perlu cuti lagi," gumam Bagas yang masih bisa didengar Jingga, keduanya sejak tadi memang duduk bersebelahan sambil memangku masing-masing satu bayi. Raga dengan Jingga, sedang Jiva dengan Bagas.

"Kamu baru masuk kerja dua hari," ujar Jingga tak habis pikir.

"Cuti melahirkan kan biasanya tiga bulan, singkat banget Aku cuman dikasih dua minggu, itu juga kurang sehari," gerutu Bagas yang buat Jingga terkekeh. "Lama-lama Aku ngerasa kerja rodi," ujar Bagas.

"Kerja rodi dimana yang di gaji angka nol nya banyak," tanya Jingga tak habis pikir.

"Loh kok tau, ngintip ya?"

"Ngintip apanya, ada uang masuk pihak kantor bilang katanya mulai bulan depan gaji kamu masuk ke rekening Aku."

"Bisa gitu?" tanya Bagas heran.

"Bisa aja kalau Opa yang bilang," jawab Jingga acuh.

"Makin ngerasa dijajah gini caranya,"ujar Bagas.

"Kamu bisa atur lagi kan? Itu hak kamu, aku juga enggak berani ambil sepeserpun. Nanti aku kirim balik ya?"

Tapi Bagas menggeleng, dia jiga mulai berpikir bahwa tidak ada salahnya Jingga yang pegang. Siapa tau dengan begini keuangannya bisa lebih tertata.

"Enggak usah deh, nanti kalau perlu apa-apa aku bisa ke kamu."

"Buat hari ini ada?" tanya Jingga lagi.

"Banyak, lagian hari ini aku enggak mau kemana-mana."

Tapi Jingga tidak setuju, "Kerja Papa."

Bagas menganggak, dengar ucapan singkat Jingga barusan mampu buat dia bersemangat lagi. Bagas tidak akan mengatakan alasannya tidak ingin berangkat bekerja hari ini karena kepalanya pusing, tak mau buat Jingga khawatir. Sejak tadi pun, Bagas menutupi kantung matanya yang hitam dengan memakai kacamata gelap.

"Udahan jemurnya, ayo sayang kita masuk. Papa harus siap-siap buat berangkat kerja." ujar Jingga kepada anaknya, jadi yang pertama bangkit kemudian masuk ke dalam rumah.

Bagas mengalah, dia bersiap untuk pergi ke kantor. Sedang Jingga sibuk di kamar anaknya. Baru sekarang Bagas sadar, menyatukan kamar tidur dua anaknya memang pilihan yang terbaik.

Jam delapan, Bagas sudah siap dengan pakaian pormalnya, pamit pada Jingga juga kedua anaknya sambil peluk dan kecup mereka satu-satu. Kedua anaknya sudah terlelap, baru Jingga perhatikan Bagas yang tetap pakai kacamata hitamnya.

"Emang sengaja mau gelap-gelapan?" tanya Jingga.

Bagas mengangguk, "biar keren aja." jawabnya santai padahal batinnya panik takut ketauan.

Beruntung Jingga tidak banyak bertanya. Bagas berangkat dengan perasaan tenang karena tidak ketahuan juga tenang karena Mbak Sekar sudah kembali bekerja jadi bisa temani Jingga.

Sampai di kantor, Bagas lebih dulu temui Jayden hanya untuk bicara, "gantiin semua kerjaan gue sampai jam makan siang bisa?" tanyanya langsung pada inti. Jayden yang tanpa disapa langsung dapat pertanyaan seperti itu kebingungan, tapi selanjutnya Bagas buka kacamata hitamnya buat Jayden bergidik ngeri.

"Bukan enggak mau bantu tapi Saya harus pergi cek proyek lain sama Opa."

Bagas menghembuskan napas berat, "Gue hampir mati loh, lo beneran enggak mau nolong?" tanya Bagas memohon.

"Kalau Pak Arjie yang bilang ke Opa langsung, boleh saja," balas Jayden.

Bagas mendengus kemudian berbalik tanpa pamit, dia memilih kembali ke ruangannya sambil meminta asistennya untuk belikan segelas kopi.

"Sial banget hidup Gue,"rutuknya. Melalui hari dengan kerjaan yang menumpuk, di jam makan siang Bagas sangat ingin menelpon rumah untuk tanyakan kabar Jingga dan kedua anaknya. Sudah rindu padahal baru berjauhan sebentar. Tapi keadaan matanya yang semakin memburuk buat Bagas hanya berani kirimkan pesan.

Bagas sebenarnya bukan orang yang suka anak kecil, apalagi yang cengeng dan tidak bisa diatur. Pada keponakannya saja, Bagas baru berani dekat dengan mereka setelah bisa jalan atau bicara. Sedang pada kedua anaknya masuk pengecualian, mendadak Bagas rindu dengar tangis Jiva yang memekakan telinga, dia juga rindu pada Raga yang anteng.

Ah sambil duduk di tempat kerjanya, Bagas kembali mengenang semua pengalaman pertama di dua minggu belakangan.

Tentang tengkar dengan Jingga memilih panggilan nama, Arfaga Cakrawala maunya Jingga panggil Cakra, Jivana ElleMuara juga maunya dipanggil Muara. Tapi pada akhirnya argumen Bagas yang menang. Dari pada nama tengah, Bagas maunya panggil dengan nama depan. Untuk kedepannya, mereka bisa tanya langsung pada anaknya mau dipanggil apa.

Berhenti mengenang, Bagas harus siap-siap untuk pulang nanti malam.

"Reon, tolong belikan saya obat buat hilangin kantung mata hitam yang paling ampuh," perintah Bagas, hari sudah sore, dia ingin pulang tapi tidak dengan wajah kelelahan seperti ini.

"Butuh obat lainnya Pak?" tanya Reon sebelum benar-benar pergi.

"Itu aja kayanya, sama beliin kopi lagi. Saya harus begadang malam ini,"ujar Bagas.

"Baik pak. Maaf lancang, ada baiknya Bapa rehat sebentar, tidur beberapa jam siapa tau pusingnya hilang."

Bagas mengangguk lemah, akan pulang jam tujuh sebenarnya dia berencana tidur beberapa jam dulu di kantor.

"Dua anak cukup," gumam Bagas yang sudah punya rencana masa depan.

"Jiva Raga, kalian jangan minta adik ya,"lirih Bagas sudah sangat mengantuk, hampir tidur dia tetap bergumam banyak hal.

Tertidur di kursi kerjanya, rencana pada akhirnya hanya jadi sebuah wacana, tidur beberapa jam itu baru dua puluh menit sudah terganggu oleh kedatangan tamu tak di undang.

"Aku dapat kabar, Kamu udah punya anak. Benar?" tanya seorang perempuan dengan riasan tebal dan mini dressnya. Bagas yang masih berusaha mengumpulkan nyawanya dibuat melotot kaget.

"Ngapain kesini?" tanya Bagas menatap horor wanita itu.

"Nagih janji kamu yang mau nikahin Aku tahun depan."

Tbc

Argumen, Jihoon x HeejinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang