Jinngga brianne dan Arjie Baskara
Katanya jodoh itu suka mirip, tapi sebelum ke wajah, dari nama saja mereka sama, sama-sama tanggung jika dipanggil dengan singkat.
"Jin, Jing, Nga, Bask, Bas, Kara."
Jingga dan Bagas, seperti itu keduanya memperkenalkan diri. Biar dipanggil demikian, tidak perlu diperpendek apalagi diperpanjang.
Berteman sejak bayi, Jingga kadang masih merasa bermimpi ketika bangun tidur melihat Bagas terlelap di sampingnya. Wajah menyebalkan yang jadi ciri khas ternyata bisa berubah jadi wajah damai yang menular. Sejak kecil, mereka sudah dekat. Tapi tidak pernah terlintas jika semuanya akan berakhir sampai sepasang begini.
Dan yang tidak Jingga ketahui, Bagas punya kebiasaan yang sama. Karena pertama bangun tidur, Jingga juga yang pertama terlelap. Dengan itu sebelum menyusul ke alam mimpi, Bagas selalu tatap lama wajah cantik istrinya, sambil mengucap syukur karena bisa hidup bersama orang yang dia cintai.
Sejauh ini, mereka masih nyaman dengan panggilan Lo-gue, atau nama. Belum terlintas untuk beri panggilan sayang.
Baru tiga minggu, masih harus belajar banyak dan saling menyesuaikan diri. Keduanya juga sama-sama punya kesibukan yang tidak biasa, si pemimpin perusahaan sibuk di kantor sampai larut, bu dokter juga masih punya kegiatan jaga malam. Seringnya mereka berdua baru bertemu ketika hari beranjak pagi. Mengobrol di sela sarapan, kemudian kembali ke rutinitas seperti biasa. Pergi dengan dua mobil yang berbeda.
Tidak ada yang aneh, tapi jika biasanya Bagas lelah bekerja memilih acuhkan sekeliling, kali ini ada yang dia pikirkan. Dia ingin liburan akhir pekan bersama Jingga. Buang penat dengan bersenang-senang, juga mengajak Jingga berbelanja semua kebutuhan agar tidak perlu belanja lagi ditukang sayur komplek, membahas Reno, dengar namanya saja sampai sekarang Bagas masih jengkel.
Jadi, di sabtu sore yang cerah ini. Bagas pulang ke rumah sebentar, hanya untuk mandi, mengganti stelan kantornya dengan baju santai kemudian pergi ke rumah sakit dengan menggunakan taxi. Jika seperti ini, entah lebih tepat di sebut menjemput atau menumpang. Tapi yang pasti, niat Bagas baik, mengajak Jingga menikmati malam minggu.
"Kaget enggak?" sapa Bagas sambil tersenyum lebar. Jingga mematung, heran karena sudah duduk di kursi kemudi mobil bersiap untuk pulang, tapi seseorang tiba-tiba mengetuk kaca mobilnya.
"Enggak, cuman heran aja," balas Jingga datar. Dia tidak kaget karena memang sifat alami seorang Bagas adalah penuh kejutan. Dengan Bagas yang tau jadwal Jingga jadi bisa datang tanpa mengabari, Jingga memilih menunggu apa yang akan Bagas lakukan selanjutnya, tidak berniat menebak, tidak berniat bertanya, memilih beralih duduk di samping kursi kemudi kemudian membukakan pintu agar Bagas segera masuk.
"Cape enggak?" tanya Bagas ketika sudah masuk. Jingga menjawab dengan anggukan.
"Makan malem diluar ya?"tanya Bagas lagi. Jingga kembali menjawab dengan anggukan.
"Lo robot jaman mana cuman bisa ngangguk-ngangguk?" sewot Bagas yang belum paham situasi. Jingga tidak menjawab, pekerjaannya di akhir pekan ini cukup banyak, sudah terbiasa akan hal itu biasanya dia tidak kenapa-napa, tapi hari ini berbeda, badannya tidak bisa diajak kompromi sampai rasanya tenaganya habis. Tubuhnya lemas dengan perut yang terasa panas. Terlalu kelelahan biasa buat datang bulannya semakin terasa nyeri.
"Cape banget? "tanya Bagas lagi. Jingga kembali menjawab dengan anggukan, dia sudah bersiap membuka pintu karena Jika pertanyaannya dijawab dengan singkat lebih dari dua kali, respon Bagas biasanya tidak terima berakhir akan mengomel panjang lebar, apalagi bukan hanya singkat, tapi Jingga hanya menjawab dengan anggukan. Lebih baik Jingga turun dari mobilnya sendiri dan pulang naik taksi.
Hening, setelah beberapa saat menunggu, Jingga tak kunjung dengar protes dari Bagas. Jingga heran, tapi karena perutnya yang kembali terasa sakit dia memilih nyamankan posisi duduk.
Jingga awalnya diam, tapi jadi melotot kaget ketika tiba-tiba Bagas mencondongkan tubuh ke arahnya dengan tangan terulur. Wangi
"Ngapain?" protes Jingga.
"Ini ngatur kursi biar enak tidurnya." jawab Bagas kalem.
"Siapa yang mau tidur?" tanya Jingga sedikit salah tinggak.
"Istirahat sebentar lumayan, tempat makannya agak jauh dari sini." balas Bagas santai.
Jingga patuh, sebelum melajukan mobil Bagas putar lagu santai. Mobil dilajukan pelan, tak butuh waktu lama Jingga yang kelelahan tertidur damai.
Sabtu sore itu jalan cukup padat, di kemacetan sesekali Bagas sempatkan diri untuk tatap wajah damai jingga yang ketiduran. Hari ini, Jingga mengikat bagian rambut atasnya dengan pita di belakang. Walaupun banyaknya kegiatan buat tatanannya tidak serapi tadi pagi, di mata Bagas cantiknya Jingga masih sama. Bagas menyukainya, bahkan dia tidak keberatan jika hari itu macet semalaman.
Saking lelahnya, Jingga sampai tidak sadar ketika mobil sudah terparkir di tempat tujuan. Bagas bahkan tidak berniat membangunkannya. Sudah waktunya magrib buat Bagas memilih turun dari mobil dan laksanakan kewajibannya di mushola terdekat.
Suara benda jatuh yang terdengar nyaring pada akhirnya mampu buat tidur Jingga terusik. Bagas yang duduk menyamping seketika merasa kesal pada pemilik mobil yang parkir tepat disamping.
"Kita udah sampe? "tanya Jingga serak juga sedikit linglung. Bagas tidak menjawab, dia sibuk melotot ke arah seorang laki-laki yang menjatuhkan troli tadi.
"Bagas," panggil Jingga pelan.
"Bener-bener harus dikasih pelajaran," geram Bagas sambil bangkit, tapi belum sempat membuka pintu mobil Jingga sudah lebih dulu menghentikannya.
"Hei, kenapa sih?" tanya Jingga sambil meraih tangan Bagas. "Ada apa?" ulangnya.
"Itu orang kurang ajar gangguin orang tidur," sewot Bagas. Jingga cukup kaget, bisa-bisanya Bagas marah kaya kesurupan begini.
"Dia enggak sengaja, lagian ini tempat parkir bukan penginapan. Dia pasti enggak tau ada orang tidur." balas Jingga.
"Tetep aja enggak sopan, apa enggak bisa hati-hati dikit, caper banget pake jatuh-jatuhin barang." omel Bagas.
"Udah Bagas diem. Jangan marah-marah jelek," ujar Jingga, dia meraih tangan kiri bagas untuk melihat jam.
"Loh udah jam tujuh, kok aku enggak dibangunin?" tanya Jingga kaget.
"Lagi PMS kan enggak magriban." jawab Bagas santai.
"Kan kita mau belanja."
"Masih ada waktu."
"Iya karena aku bangun sekarang, kalau bangun dua jam lagi udah tutup."
"Udah Jingga diem. Jangan marah-marah jelek." ucap Bagas meniru gaya bicara Jingga tadi.
Jingga mendelik, tak suka cara Bagas balas dendam.
"Ayo turun, belanja sayurnya yang banyak, buat stok, kalau perlu semua macem sayur yang ada disini beli aja." ujar Bagas.
"Ya enggak bisa banyak-banyak, kan sayuran gampang busuk." balas Jingga sambil menyusul Bagas keluar dari mobil.
"Yang bisa disimpen dikulkas,"
"Gimanapun rasanya beda, enakan yang fresh."
"Intinya Lo belanjanya disini aja, awas kalo sampe belanja di abang-abang komplek."
"Namanya Reno," ujar Jingga sambil tersenyum.
"Enggak denger," ujar Bagas sambil berlalu, wajahnya terlihat kesal buat Jingga tidak bisa tahan tawanya.
"Sebenernya yang dateng bulan siapa sih, kok yang emosian dia." gumam Jingga.
Tbc
Setelah sekian lamaaaaa....
Sedikit hiburan buat yang dua hari terakhir perasaannya campur aduk, sampai nangis-nangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argumen, Jihoon x Heejin
HorrorDari sahabat, jadi teman hidup. Mampukah keduanya menjalani peran masing-masing?