Chapter 46 : Persiapannya selesai

67 19 1
                                    

Hanya butuh waktu sebulan, semua persiapan berhasil di selesaikan. Kamar dilantai satu yang tadinya kamar tamu berhasil dirubah jadi kamar bayi, meskipun sempat jadi perdebatan dengan Bagas.

"Kan dilantai dua ada dua kamar tuh, pas. Anak kita dua," ujar Bagas mengungkapkan pendapatnya.

Jingga merespon dengan anggukan dulu, kemudian jelaskan alasannya kenapa. Yang pertama Jingga enggak tau butuh berapa lama pastinya untuk bisa pulih, dia hanya berpikir opsi paling dekat dan buat semua lebih mudah. Kedua, berapa lama anak-anak mereka akan jadi bayi, jawabannya hanya beberapa tahun dan nantinya mereka harus siapkan tempat tidur sesuai umur, biar kamar lantai bawah jadi kamar masa bayi mereka, sambil siapkan kamar untuk masa kanak-kanaknya.

Selesai jelaskan hal itu Bagas kembali bertanya, "Nga, anak kita kan satu cewek satu cowok, kasian masa disatuin gini."

Bukan hanya kamar, Jingga juga memilih satu box bayi yang berukuran cukup besar.

"Ya kan mereka adik kakak," jawab Jingga sederhana.

"Tetep aja, kasian enggak punya privasi," ujar Bagas buat Jingga merotasikan matanya malas.

Jingga tau Bagas terlahir sebagai anak kembar yang individualis, sejak kecil Mami samakan beli baju anak kembarnya tapi keduanya punya kebebasan mau pakai baju apa. Terlahir sebagai orang kaya Bagas dan Arjuna juga sejak bayi dapat kamar besar untuk sendiri-sendiri. Tapi Jingga mau anak-anaknya dekat.

"Ini cuman buat sementara, "ulang Jingga.

"Ya tetep aja, Lo aneh" jawab Bagas tak mau kalah.

Jingga mencoba mengatur napasnya, panggilan Aku-Kamu hanya bertahan sebentar ketika Jafio berada di dekat mereka. Setelah berdua, kembali ke mode Lo-Gue.

"Lo mah anak bungsu, mana paham. Belajar nih dari pengalaman gue yang punya sodara kembar," sombong Bagas.

"Ngapain belajar sama orang yang punya sodara kembar, dari dalem perut sama-sama tapi enggak akur," balas Jingga sadis,"mending mereka balajar sama Gue sama kak Jiraya yang terbukti saling sayang."

"Cowok sama cewek kan beda cara sayangnya," ujar Bagas tak mau kalah.

"Cewek saling peluk, cowok saling pukul gitu?" tanya Jingga.

"Ya enggak gitu juga,"

Jingga merunduk untuk tatap perutnya yang besar, usap beberapa kali sambil berbisik, "kasayangan Mami, tumbuh dengan baik ya, kalian harus saling sayang. Bayi cowok, jangan jahil mirip Papa ya,,"

"Bayi cewek jangan judes mirip mami ya," ujar Bagas segera.

Keduanya saling pandang dengan Bagas yang lebih dulu memutuskan kemudian kembali perhatikan seisi ruangan.

"Ini model lemarinya enggak ada yang lebih bagus? Lemarinya juga cuman satu?"tanya Bagas yang sebelumnya membuka pintu lemari besar warna putih di sisi kanan.

"Lo enggak banyak bantu giliran udah jadi protes ini itu," amuk Jingga tak terima di kritik Bagas.

"Ya gue kira Lo paham," balas Bagas tak mau berhenti.

"Paham apa hah? Anak bayi enggak paham privasi, yang ada mereka maunya ditemenin, lagian lemarinya besar coba lihat sisi kanannya bentuknya sama. Baju-bajunya mereka tuh kecil jadi lebih bagus pakai lemari model laci gini," ujar Jingga menggebu.

"Iya gitu?" tanya Bagas so berpikir.

Jingga ingin sekali memukul Bagas dengan sapu, tapi tidak berani takut melukai. Jadi dia memilih mengambil sembarang buku, dan mulai duduk di sofa lembut yang ada dikamar anaknya. Lebih baik dia menghabiskan waktu sendiri, daripada bicara dengan Bagas hanya akan buat emosi.

Tidak jauh dari box bayi, Jingga simpan satu sopa panjang dan beberapa bantal yang sangat nyaman digunakan juga meja kecil untuk bisa disimpan camilan. Saran dari Juwita untuk membuat suasana nyaman di kamar anak bayi, karena orangtua akan menghabiskan lebih banyak waktu di sana katanya.

"Sekarang apa lagi?" tanya Jingga yang sedikit kesal sebab melihat Bagas mondar-mandir, berkeliling ruangan setelah itu menunjukkan pose berpikir.

"Ini cat kamarnya putih aja? "tanya Bagas yang buat Jingga bangkit dan kembali menyimpan bukunya.

"Yang netral aja, ini udah bagus hiasan dindingnya," jawab Jingga yang berdiri di depan Bagas.

"Padahal bagus kalau merah."

Jingga mendecak sambil geleng-geleng kepala, "punya bapa rada-rada, kalau ide lo diturutin, gue kasian anak anak ngerasa tidur di neraka,"ujar Jingga.

"Hus, jangan sembarangan kalau ngomong," Ujar bagas setelah repleks tepuk mulut Jingga cukup kencang.

Bagas sendiri kaget, Jingga yang sebenarnya sadar ucapannya keterlaluan jadi terdiam.

"Lo barusan nabok gue?" amuk Jingga yang sudah memegang sapu.

"Woy, tangan kosong kalo berani." balas Bagas yang segera menjauh, buat Jingga seketika buang kembali sapunya dan berdiri untuk raih tangan Bagas. Bagas pikir Jingga tak berani, kenyataannya hanya dengan kepalan tangan Jingga bisa buat Bagas mimisan.

"Eh eh mau kemana, duduk aja duduk yang rapi. Jangan barbar bahaya anak gue berojol sebelum waktunya," panik Bagas yang semakin menjauh tapi juga ingin menghampiri Jingga.

"Lo ngedo'ain anak gue kenapa-napa?" tanya Jingga marah.

"Ya enggak lah sayang, gue khawatir. Liat ini muka gue panik. Ya Allah sayang diem disitu yuk duduk, tenang-tenang." ujar Bagas lagi.

Jingga mendengus, menyoraki Bagas dalam hati karena bodoh berpikir Jingga akan luluh hanya karna dipanggil sayang. Jingga mengejar langkah cepat Bagas dengan langkah pelannya. Hampir sepuluh menit seperti itu dan tidak kunjung mendapatkan Bagas, tapi  Jingga berdiri dengan napas memburu, tanpa harus Bagas perintah kali ini dia memang berniat duduk.

"Kenapa harus Elo?"tanya Jingga yang dijawab keheranan Bagas.

"Kenapa harus Elo yang jadi bapak dari anak gue?" tanya Jingga masih sedikit emosi.

"Ya kenapa enggak Gue?" balas Bagas santai.

Keduanya saling pandang kemudian dengan perlahan Bagas hampiri lalu duduk disamping Jingga. Awalnya berjarak, perhatikan tangan Jingga karena Bagas sedikit takut kena pukul.

"Maaf," ujar Bagas menyesal, dia bergeser sedikit. Perhatikan reaksi Jingga.

"Nga, gue enggak sengaja,"ujar Bagas tulus, Jingga yang tidak memberikan reaksi apapun buat Bagas semakin mempertipis jarak.

"Maafin gue ya,"ujar Bagas sambil tatap Jingga, dia periksa mulut istrinya takut tepukannya tadi berakibat patal.

"Ini jadi yang terakhir, gue enggak akan bikin Lo sakit lagi," ujar Bagas tulus. Jingga yang sudah mengantuk memilih mengangguk.

Bagas bernapas lega, kemudian memilih mengusap lembut rambut Jingga. Tapi hening itu tidak lama, setelahnya Bagas berteriak karena Jingga mencubit perutnya,"rasain."

Tbc

Argumen, Jihoon x HeejinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang