Selesai melewati masa paling menegangkan di sepanjang hidupnya, Bagas istirahat bersama Jingga yang di bawa ke ruangan inapnya. Beruntung sebelumnya mereka sudah cari tahu. Kamar yang mereka pilih cukup luas dan punya tempat tidur untuk yang menunggu.
Nyaman, karena kelelahan Bagas bahkan tertidur pulas dan baru terbangun setelah hari sudah hampir siang itupun karena cubitan heboh dari Mami tercinta.
"Bagus, waktu hamil telat ngasih tau, udah lahiranpun lupa ngasih kabar sama orangtua. Mau jadi anak durhaka kamu?" amuk Mami yang dapat sambutan tawa dari banyak orang.
Bagas Bangun kemudian turun dari tempat tidurnya, berusaha kumpulkan nyawa agar sadar sepenuhnya. Tatap seisi ruangan jadi kaget lihat betapa ramainya ruangan Jingga sekarang.
"Ngapain kalian kesini?" tanya Bagas heran, bukan pada orangtua atau mertuanya, melainkan kepada kedua adik laki-lakinya.
"Mau suport, kirain Abang deg-deg an, khawatir sama takut bercampur jadi satu atau lebih parah Abang tertekan terus kakinya ngedadak lemes, jadi kita kesini buat jadi garda terdepan," ujar adimas penuh drama, adiknya yang satu itu memang berbeda. Sebenarnya dia hanya berusaha mendeskripsikan apa yang pernah jadi pengalamannya. Meskipun adik, sejatinya Adimas lebih dulu merasakan apa yang kakak sulungnya baru rasakan sekarang.
"Sia-sia kita khawatir, yang disangka butuh bantuan taunya tidur nyenyak," sindir Arjuna yang sekarang berjalan menghampiri Bagas. Bagas kira kembarannya itu mau memeluknya, tapi kenyataannya Arjuna menghampiri untuk duduk di kasur yang Bagas tempati tadi.
"Telat, "balas Bagas, "Semua yang Adimas sebutin tadi udah Gue lalui sendirian," sarkasnya.
"Ya Lo aneh, mau ditemenin tapi enggak ngabarin," kesal Arjuna.
"Siapa yang mau di temenin?"tanya Bagas songong, padahal tadi malam beberapa kali dia sempat bergumam memanggil kedua adiknya berharap datang.
Pertengkaran antar saudara itu bisa panjang, beruntung ada Mami sehingga hanya berdehem saja ketiganya kompak diam.
"Kalian kapan dateng?" tanya Bagas masib dengan suara serak khas bangun tidur, kali ini pertanyaan diajukan kepada para orangtua."Belum lama," jawab Bunda dia bangkit untuk peluk menantunya, "Selamat jadi Papa Bagas, sekarang mending kamu ke toilet dulu cuci muka sana,"lanjutnya.
Bagas mengangguk dengan senyum lebar, dia bawa kakinya melangkah. Sebelum benar-benar sampai, Adimas memberikan kantung keresek kecil berisi pasta gigi dan sikatnya.
"Hadiah buat keponakan belum ada, buat Bapanya dulu aja." ujarnya.
Bagas mendengus tapi mengucapkan terima kasih. Tak butuh lama untuk cuci muka, tapi setelah keluar di buat kaget karena kehadiran dua anaknya yang dibawa bersama oleh suster.
Mami dan Bunda mau meraih cucunya masing-masing satu, tapi Bagas segera mencegahnya.
"Sebentar,"ujar Bagas, ditatap heran dia malah meraih handphonenya. Terlalu banyak nonton drama buat pria itu takut saat di ruangan bayi ada yang menukar anaknya. Semalam Bagas sempat merekam dua anaknya, ada photo Juga. Dia samakan dua anak itu dengan yang diphoto lalu mengangguk yakin.
"Bener, ini anak-anak Bagas. Udah, silahkan kalau mau kenalan." ujar Bagas random, buat semua orang tidak bisa menahan diri untuk tatap dirinya aneh. Tapi Adimas di tempatnya malah tidak bisa menahan tawa.
Yang datang baru orangtua keduanya, Adimas dan Arjuna, tapi rasanya sudah ramai. Ketika keenam orang itu sibuk dengan bayi, Bagas menghampiri Jingga untuk sekedar mengusap wajah istrinya lalu dia kembali cium keningnya pelan.
"Ada yang sakit? Butuh sesuatu?" tanya Bagas pengertian. Sedangkan Jingga menjawab dengan gelengan.
"Masih capek? Mau tidur lagi?"tanya Bagas, untuk kedua kalinya dia kecup Jingga lagi.
"Ngapain sih?" tanya Jingga.
"Apanya yang ngapain?"balas Bagas tak paham ke arah mana pembicaraan Jingga.
"Dari kemarin, ngapain cium-cium kening Gue?" tanya Jingga merasa heran karena tidak biasa.
"Soalnya gemes, mau cium kening sendiri enggak bisa," jawab Bagas santai.
Jingga mendelik, sedangkan Bagas menegakkan tubuhnya. Selesai mengusili Jingga sedikit dia memasang wajah serius, lalu bertanya, "Bun, Mi, siapa aja yang udah tau dan mau jenguk?" tanya Bagas penasaran.
"Bunda dikasih tau Jafio, tapi kayanya selain mereka baru kita berenam deh yang tau," jawab Bunda.
"Istri kalian?" tanya Bagas pada kedua saudaranya.
"Gue belum ketemu Adel, dia lagi nemenin Candlin sekolah," jawab Arjuna.
"Adimas juga belum kasih tau Alila karena hal yang sama."
"Bagas lagi mikir ngasih tau semua orang nanti atau sekarang aja tapi dengan catetan enggak ada yang jenguk di rumah sakit, nanti aja setelah dirumah."
"Kok gitu?" protes Bunda heran, rencanya dia baru mau hubungi anak sulungnya. Kakaknya Jingga pasti ingin segera bertemu keponakannya.
"Jingga butuh istirahat, biar bisa cepat pulih." jawab Bagas.
"Opsi yang kedua aja, kalau di sembunyiin kamu mau alasana apa enggak ke kantor?" tanya Mami.
"Di kantor udah ada orang yang gantiin aku sementara," jawab Bagas. "Pilihan Eyang." ujarnya menegaskan.
Baru mau lanjut bicara pintu diketuk, Adimas sebagai yang paling muda bangkit dan membukakan pintu. Yang datang adalah Jafio dan Juwita.
Jingga tersenyum, dia belum sempat ucapkan terima kasih pada Juwita.
"Semalam kalian pulang jam berapa?" tanya Jingga memulai pembicaraan, sebelumnya sepasang suami istri muda itu menyalami para orangtua satu persatu.
"Nginep di hotel dekat sini," ujar Juwita, Jafio menambahkan dengan mengangguk. Bagas ingat Juwita pergi lebih dulu karena kedua anaknya tertidur sedangkan Jafio menemani di luar ruangan sampai selesai.
"Kalian enggak pulang?"tanya Bagas.
"Kemana?" tanya Juwita.
"Ke rumah," jawab Bagas.
"Juwita enggak mau dateng ke rumah orang disaat pemiliknya enggak ada." papar Jafio yang buat Mami dan Bunda terkekeh.
"Juwita, jangan sungkan nak," ujar Mami, dia kenal Juwita bahkan ketika anak itu masih SMA.
"Kita ada koper cadangan kok di Mobil, jadi gapapa."Jawab Juwita pelan.
"Kita punya hadiah buat anak-anak tapi dikirimnya langsung ke rumah ya biar enggak ribet," ujar Jafio yang dibalas semangat Bagas.
"Nah gininih, maksud Bagas kalau yang jenguk datang ke rumah sakit nanti pulang ribet. Jadi mending mereka jenguknya langsung ke rumah."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Argumen, Jihoon x Heejin
HorrorDari sahabat, jadi teman hidup. Mampukah keduanya menjalani peran masing-masing?