Melangkahkan kaki perlahan menuju dapur, suasana hatinya tidak terlalu baik tapi Jingga berusaha fokuskan pikiran pada tujuan bahwa dia akan membuat sarapan sedikit spesial untuk Bagas. Sedikit saja spesialnya, karena dia sedang marah.
Mengetahui Bagas yang tidak tidur buat Jingga pikirkan banyak hal, tentang makan salah satunya. Seberapa acuh Bagas pada kebaikan untuk dirinya sendiri.
"Kedepannya sebelum berangkat dia harus ditimbang berat badannya, kalau kurusan dikit gue maki-maki," omel Jingga meledak-ledak, padahal tangannya sedang sibuk membuka kulkas sedangkan matanya memperhatikan seisinya.
"Ayam, ikan, cumi....."
Tanpa berlama-lama dengan cekatan tangan Jingga mengeluarkan ayam, juga menyiapkan banyak rempah-rempah kemudian mengumpulkannya. Mengupas bawang, mengambil blender, memanaskan wajan, semuanya dia lakukan dengan sangat rapi.
Mbak Sekar yang kebetulan masuk ke dapur menawarkan diri untuk membantu. Namun bukan Jingga namanya kalau suka merepotkan.
"Mbak kan banyak kerjaan, gapapa masalah sarapan Bagas kali ini biar Aku yang siapin. Masakan sederhana doang. Makasih ya mbak. "
"Kalau ada kerjaan berat biar Mbak aja."tawar Sekar masih tak enak hati biarkan majikannya repot sendiri.
"Iya Mbak, nanti kalau perlu Aku minta tolong."
"Kalau pusing jangan maksain. Ada mbak loh ini. "
"Iya Mbak. Makasih banyak."
Dengan berlalunya Sekar, kurang dari satu jam Jingga selesaikan masakan nya kemudian ditata rapi diatas meja makan.
"BAGAS MAKAN!" niat berteriak, tapi Jingga urungkan. Dengan itu dia melangkah menuju kamar untuk bangunkan suaminya yang kelelahan.
"Gas Bangun, sarapan dulu. " ucap Jingga sambil usik pelan tangan Bagas.
"Gas... " panggil Jingga tetap pelan.
"Hmmm."
"Makan dulu, nanti udah ini boleh tidur lagi. "
"Hmmm."
"Ayo."
Bagas inginnya mandi dulu sebab kantuknya sangat mengganggu dan jika mandi pasti akan segar. Tapi Jingga hanya beri waktu untuk cuci muka.
"Udah cukup, jangan lama-lama nanti makanannya jadi dingin. "
"Yang penting sarapan dulu, nanti habis ini boleh istirahat lagi. "
Bagas mengangguk pasrah, tapi tidak bisa menahan kaget ketika sampai diruang makan hidupnya mencium harum masakan yang sangat dia kenal.
"Kamu siapin apa buat sarapan?" tanya Bagas penasaran.
"Masakan sederhana, kesukaan Kamu, opor ayam." ucap Jingga dengan senyum cerah, bercampur rasa bangga pada dirinya sendiri.
"Opor ayam? Oh masakan sederhana ya? "
Bagas mencoba balas tersenyum cerah, meskipun agak heran dengan kelakuan sang istri. Opor ayam? Sederhana kayanya? Bahkan jika meminta Mami untuk buatkan Bagas pasti mendapatkan penolakan. Sebab daripada masakan yang harus di buat dengan waktu kurang dari satu jam itu, Mami lebih memilih menggoreng ayam yang membutuhkan waktu kurang dari sepuluh menit.
Jingga belum sarapan, tapi dia tidak menyentuh masakan nya sama sekali. Bukan karena tidak enak, Jingga pandai memasak jadi tidak perlu khawatir. Yang jadi masalahnya adalah banyak mau yang tiba-tiba muncul di otak ketika Jingga perhatikan Bagas yang sedang makan.
"Kamu enggak makan? Opornya enak loh. " tegur Bagas yang jengah sebab sejak tapi terus di perhatikan. "Ngapain dari tadi ngeliatin gitu, aku enggak akan hilang. "
Jingga yang awalnya duduk tegap mulai merosot dengan dagu di letakkan di atas meja.
"Aku mau sarapan, tapi bukan opor ayam."gumamnya sambil tampilkan wajah lucu.
"Loh enggak mau opor ayam ngapain masak coba?" tanya Bagas disela-sela kunyahannya.
"Tiba-tiba pengen waper coklat, tapi mau dimakan sama nasi panas juga."
Bagas diam saja, melihat Jingga yang benar-benar menunggu respons baik darinya membuat dia tak berani untuk berkomentar aneh.
"Pengen makan nasi ditumpuk waper coklat. " Ulang Jingga.
"Seingin itu?" Batin Bagas yang lihat binar mata istrinya, ingin protes tapi tak berani. Selama meminta yang bisa di dapat, sepertinya Bagas akan turuti.
"Sekarang atau bisa nunggu aku selesai makan dulu? " tanya Bagas disela-sela kunyahannya.
"Selesai kamu makan aja. "
Bagas menurut, tak butuh waktu lama dia selesaikan makannya kemudian bergegas ke mini market terdekat. Tidak hanya membeli wapel melainkan banyak camilan lain.
Sepulangnya Bagas, Jingga menyambut dengan riang. Benar-benar menumpuk wapel coklat dengan nasi putih jadi beberapa lapisan.
"Emang enak? " tanya Bagas yang tidak bisa menahan kaget ketika dengan lahap Jingga memakannya.
"Banget, coba deh." tawar Jingga yang segera hadapkan nasi dan wapel coklat yang baru dia tumpuk.
Agar ragu. Ah tidak, sebenarnya sangat ragu. Tapi Bagas mencobanya. Syukurlah rasanya tidak terlalu buruk.
"Aku pengen jus mangga, tapi cup sealernya gambar upin ipin."
"Aku pengen buah delima. "
"Aku pengen melon bentuk bunga matahari."
"Aku pengen jalan-jalan naik motor vespa. "
"Aku pengen permen gulali warna lilac sama merah delima. "
"Aku pengen.... "
Baru Bagas selesaikan salah satu pinta, Jingga sudah beri pinta yang lain. Lelah rasanya, tapi tak pernah berani mengeluh ataupun jujur tentang lelahnya.
"Adek, Papi semaleman beneran enggak tidur ditambah beberapa hari lalu terus begadang. Kamu boleh mau banyak hal tapi beri Papi jeda ya? Kamu emangnya enggak mau Papi peluk? Harusnya sekarang kita kangen-kangenan dulu. Benar kan?"gumam Bagas yang sudah berkeliling tapi tidak bisa menemukan warna gulali yang Jingga pinta.
Sang istri sudah memasang wajah kecewa menahan tangis, sedang Bagas tak bisa berbuat banyak. Dia sudah berkeliling terlalu jauh, sampai tidak terasa pagi sudah beranjak jadi sore. Karena kelelahan, Bagas terduduk di lantai dengan punggung bersandar pada dinding. Jangan lupakan napas memburunya.
"Kamu beneran udah nyari kemana-mana? " tanya Jingga pelan, dan Bagas tidak bisa untuk sekedar menjawab dengan kata. Napasnya masih tersengal, dengan lemas menganggukan kepala sebagai jawaban.
"Serius? Kamu udah nyari kemana aja? Apa enggak bisa dicari lagi?"
"Udah dicari ke mana-mana Nga. Mau kemana lagi? " Ucap Bagas lemas.
"Ya kemana ke, " balas Jingga mulai merajuk.
"Enggak ada, " tegas Bagas. Dengar itu Jingga merasa tersulut.
"Ya Lo usaha dong biar ada,"
"Bentar, istirahat dulu," mohon Bagas.
"Gue nunggu tiga jam, tapi Lo pulang enggak bawa apa-apa," geram Jingga.
"Nga..."
"Gue pengen banget," potong Jingga segera.
"Iya bentar istirahat dulu,"mohon Bagas dengan suara lemah. Harusnya melihat raut wajah kelelahan itu buat Jingga merasa khawatir, tapi entah kenapa untuk sekarang kesal lebih mendominasi daripada rasa apapun.
"Gue mandi dulu ya? Belum mandi dari padi enggak enak gerah. "
Bagas bangkit, tapi sebelum dia langkahkan kaki, Jingga lebih dulu pergi.
"Bilih minti ipipin," ejek Jingga yang tidak bisa menahan kesal. "Duniapun Aku kasih? huekk. "
Tbc
![](https://img.wattpad.com/cover/270943039-288-k299639.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Argumen, Jihoon x Heejin
KorkuDari sahabat, jadi teman hidup. Mampukah keduanya menjalani peran masing-masing?