Chapter 53 : cerita sebenarnya

98 22 2
                                    

Jingga parkirkan mobilnya di basement Hamaru hotel, dengan cekatan lepas car seat dua bayinya kemudian keluarkan penyangga stroller, menatap lantai bangunan dengan getir, ini bukan kali pertama Jingga datang. Sepuluh bulan yang lalu dia adakan pesta pernikahannya di gedung sebrang hotel, kemudian menginap bersama Bagas di hotel ini.

Miris, di dalam perlombaan memang banyak garis start yang bersatu dengan garis finish, mungkin pernikahan Jingga menyerupai itu.

Selesai dengan kedua anaknya, Jingga berdiri tegak sambil tersenyum getir. Berdiam di samping mobil untuk tunggu Reon, asisten Bagas yang sudah berjanji pada Jingga akan beri kunci kamar yang Bagas tempati.

Asisten Bagas itu, tanpa bertanya macam-macam dia lakukan perintah Jingga, seingat Jingga dia hanya bertanya apakah Bagas ulang tahun dan Jingga mau beri kejutan, Jingga hanya mengiyakannya biar cepat. Padahal dalam hati merutuk, kenyataannya bukan Jingga, Bagas yang sudah berhasil buat kejutan.

"Bu Jingga," ujar Reon menyapa, dia datang dari arah dalam hotel, berikan kuncinya lalu pamit dengan sopan.

Perhatikan gelagat Reon, Jingga beranggapan bahwa laki-laki yang terlihat masih sangat muda itu polos dan tidak mengetahui atasannya sedang berduaan dengan perempuan di dalam sana.

"Bu Jingga enggak bawa kue ulang tahun atau bunga?" tanya Reon penasaran. Kita ralat pernyataan Reon tak banyak bertanya macam-macam, pada kenyataannya dia baru memulainya.

"Belum,"jawab Jingga berusaha paksakan senyum, "Kamu bisa beliin?" tanyanya.

"Bisa Bu, mau bunga apa dan kue yang bagaimana?" tanya Reon bersemangat.

"Saya percaya pilihan kamu, " ujar Jingga sambil membuka tas untuk mengambil sesuatu," tapi yang sederhana aja ya?" pesan Jingga sambil serahkan uangnya.

Reon mengangguk lalu pamit, tinggalkan Jingga yang kelelahan karena sudah berapa kali dalam sehari ini dia berbohong. Buat dia semakin kesal dan mau segera hajar Bagas.

Mendorong pelan srtoller berisi Jiva dan Raga yang masih tertidur tenang, Jingga berjalan sambil mengatur napasnya berusaha meyakinkan diri untuk kuat dan bertahan.

Mengubah sedih jadi marah, jika pernikahannya memang harus berakhir, setidaknya Jingga harus tetap jaga harga dirinya.

Waktu yang terasa melambat, sampai di depan kamar hotel yang di tuju, tanpa ijin dengan perlahan Jingga buka pintunya.

Hening, yang Bagas pilih adalah kamar besar yang sebelum tempat tidur Jingga lebih dulu disambut ruangan cukup lengang dan sebuah meja makan dengan dua kursi.

Tanpa menunggu lama, Jingga berjalan semakin ke dalam, dengan jantung yang sudah berdegup kencang dia berusaha menguatkan diri sendiri atas apa yang akan dia lihat selanjutnya.

Tapi Jingga tidak mendengar suara apapun, isi kamar tidak sesuai prasangkanya. Berjalan lagi, Jingga temukan Bagas yang terlentang di atas kasur memakai penutup mata juga telinganya disumpal earphone.

Masih menggunakan stelan kerjanya, Bagas tidur sendiri sambil memeluk pigura photo berukuran sedang yang Jingga kenali itu adalah photo dirinya bersama Jiva dan Raga.

Jingga masih tak mengerti, dia terdiam lama di tempatnya sampai suara tangis Jiva terdengar, buat Bagas melepas penutup matanya.

Jingga dan Bagas bertemu tatap, keduanya sama-sama kaget dengan  Jingga yang kaget lihat kantung mata Bagas yang menghitam sedangkan Bagas kaget dengan kehadiran Jingga.

Tangis Jiva yang berlanjut buat Bagas segera turun dari tempat tidur untuk tenangkan anaknya sambil memangkunya.

"Anak Papa, kenapa sayang? Kenapa bisa ada di sini?" tanya Bagas tanpa jeda.

Argumen, Jihoon x HeejinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang