Saat Ariastella bangun, Raja Kaillos tidur di sampingnya, memeluknya lebih tepatnya. Kalau dia dalam tubuh yang seumuran jiwanya dia pasti sudah memukul Raja Tirani ini, tapi berhubung dia ada di tubuh anak kecil berumur enam tahun dan orang berambut silver di sampingnya adalah Ayahnya, dia tidak melakukan itu.
"Selamat pagi."
Pamannya, Cassiel tampak duduk di sebuah kursi yang menghadap ke jendela, dengan meja kecil di hadapan sang Paman. Terdapat gelas yang beruap dan beberapa camilan. Sepertinya Pamannya akan sarapan.
Ariastella melepaskan tangan Kaillos tapi Ayahnya malah bangun dan menatapnya dengan tatapan mengantuk. Heh, Raja jahat ini punya sisi seperti ini juga.
"Kau sudah baikan?"
Ariastella mengangguk, dia ingat kejadian semalam. Sebenarnya dia sempat terbangun di tengah malam tapi dia hanya melihat Ayah dan Pamannya serta Rei yang tampak membicarakan sesuatu. Berhubung dia masih mengantuk jadi dia lanjutkan lagi tidurnya. Seakan tanpa dosa padahal dia hampir mati tadi malam. Tapi dia rasa untuk sekarang aman saja. Lehernya juga tidak terasa sakit lagi. Menggeleng, Ariastella menghapuskan ingatan menyeramkan itu dari kepalanya.
"Kau perlu sesuatu?"
Ariastella menggeleng, dia berjalan turun dari kasur dengan boneka kesayangan di pelukannya. Gadis kecil itu mendatangi Pamannya yang mengangkat Ariastella di pangkuan sang Paman.
"Minum ini dulu."
Segelas air diberikan pada Ariastella, Putri Raja itu meminum hingga setengah sebelum meraih sepotong biskuit yang sejak tadi menarik perhatiannya.
Kaillos mengacak rambutnya, Raja Tirani itu duduk di kursi tepat di seberang Cassiel dan Ariastella duduk. Beberapa pelayan masuk dan menyuguhkan teh dan sarapan yang telah disiapkan.
"Dia kelihatan baik-baik saja." Cassiel menatap sang Kakak yang memakan sarapannya dengan santai.
Kaillos mengangguk. Semalam Kaillos tidur di kamar Ariastella, sekaligus menjaga gadis kecil ini. Dia bisa saja tidur di kamarnya dan meminta penjagaan ganda di kamar Ariastella, tapi dia rasa lebih baik dia saja yang ada di kamar itu. Cassiel baru bergabung di kamar itu sekitar satu jam yang lalu itulah mengapa Duke berambut panjang itu duduk dengan sarapan di atas meja.
Ariastella tentu tau apa maksudnya percakapkan itu, tapi berhubung dia anak kecil berjiwa dewasa dan jiwa dewasanya menyuruh agar dia bersikap polos seakan tidak terjadi sesuatu, dia akhirnya berpura-pura. Siapa orang yang baru bangun dan langsung sarapan. Mungkin ada, tapi itu bukan Ariastella.
Sarapan pagi itu berakhir dengan panggilan dari sekretaris Raja, hari ini ada rapat dan tampaknya kejadian semalam dirahasiakan dari orang luar.
Kedua pasangan kakak beradik itu pergi saat Rei datang dengan keranjang kecil penuh buah. Penyihir ini sangat menyukai buah sepertinya.
"Coba angkat dagumu."
Ariastella mengerutkan kening bingung, tapi tetap menurut. Dia mengangkat dagunya.
Rei mengangguk. "Aman. Oh, kau mau?"
Meraih buah pisang dan memakan dengan santai, Rei duduk di seberang Ariastella.
"Kau sangat suka buah, ya?"
Rei menatap Ariastella lalu melirik keranjang buah yang ia bawa. "Emm, katakan saja dulu hidupku agak sulit, buah agak mahal di zaman dulu. Bisa di bilang aku sedang balas dendam sekarang."
"Bagaimana kau bisa kenal dengan Ayah dan Paman? Kau bilang umurmu sudah sangat tua."
Rei memakan sebuah anggur sebelum membalas. "Saat kau lebih tua akan aku beritahu, anak kecil sepertimu belum pantas untuk tau."
KAMU SEDANG MEMBACA
TAWS (2) - Ariastella
FantasyThe Another World Series (2) - Ariastella Cerita berdiri sendiri. Sebuah kutukan membuat setiap anggota kerajaan baru akan mendapatkan 'ciri khas' dari keturunan Raja saat umur keenam. Dia hanya gadis biasa yang katakan saja bereinkarnasi atau hi...