36.

3.4K 478 16
                                    

Cassiel tersenyum kecil, melihat interaksi antara keponakannya dan seorang penyihir yang dia kenal sejak lama.

"Keadaannya sudah membaik." Salah seorang orang kepercayaan Cassiel mendekat, menunduk setelah memberikan informasi terkini mengenai perempuan yang ia bawa ke tempat ini.

Mengangguk pelan, Cassiel yang tadinya berdiri di dekat jendela duduk di kursinya.

Gadis yang ia bawa itu merupakan korban dari penyihir hitam, dia adalah salah satu orang yang dipersembahkan untuk diambil darahnya. Itu sebabnya gadis itu penuh dengan luka.

Para penyihir itu akan menyayat dimanapun mereka suka demi mendapatkan apa yang mereka mau, yaitu darah.

Gadis itu berhasil kabur dengan Mana terakhir yang ia miliki, secara tidak sengaja Cassiel melihat gadis itu dan akhirnya membawanya.

Cassiel melarang Ariastella untuk mendekat pada gadis itu karena Cassiel tidak mau Ariastella berpikiran macam-macam, apalagi kejadian waktu itu pasti membuat Ariastella semakin penasaran dengan penyihir hitam. Jika Ariastella tau apa yang terjadi pada mereka yang dijadikan incaran maka akan jadi masalah nantinya. Ariastella pasti akan takut.

Sebenarnya dia tidak mau membawa gadis itu ke Istana, tapi keadaan gadis itu benar-benar buruk. Rei sempat turun tangan tapi penyihir itu menolak, Rei benci pada para penyihir hitam itu, dan semua ini mengingatkan dia kembali pada masa lalu yang dibencinya itu.

Tapi meskipun begitu Rei tetap mengobati meskipun tabib lain yang menangani hingga sekarang.

"Paman!"

Cassiel yang tengah meminum tehnya menoleh, itu keponakan kesayangannya. Kebetulan sekali keponakannya itu  memakai gaun yang ia belikan.

"Ada apa?" Cassiel tersenyum. "Kau perlu sesuatu?" Cassiel meletakkan gelasnya di atas meja.

Ariastella mengerutkan kening. "Bukan Paman memanggilku?"

Cassiel menggeleng pelan. "Tidak. Paman kira kau senang hati datang kemari."

Ariastella berdecak. "Dasat Rei! Dia mengerjaiku!"

Tertawa, Cassiel tau jika Ariastella jarang-jarang akan tiba-tiba datang ke ruangannya. Karena kalau Ariastella datang artinya keponakannya itu menyerahkan diri untuk dia cubit dan cium. Keponakannya masih tetap kecil dimatanya.

"Karena kau sudah disini bagaimana kalau berikan satu pelukan untuk Pamanmu." Cassiel merentangkan kedua tangannya.

Memberikan tatapan geli sekaligus mengerikan Ariastella menggeleng. "Tidak, terimakasih atas tawarannya." Ariastella menunduk, memberikan salamnya sebelum berlari keluar dari ruangan Pamannya.

Cassiel terkekeh. "Arisa, Arisa." Cassiel menggeleng beberapa kali.

***

Ariastella menghela nafas, dia kesal dengan Rei yang lagi-lagi sengaja mengerjainya. Penyihir itu memang selalu menyebalkan.

Uhuk!

Suara batuk yang cukup kuat membuat Ariastella menoleh, dia tidak sadar kalau dia sudah sampai di sisi lain Istana. Ini adalah tempat Austun, atau tempat penyembuhan.

Ada seorang gadis dengan rambut berwarna cokelat yang duduk di sebuah kursi, tampaknya gadis itu dalam proses pemulihan sebab ada beberapa perban melingkar ditangan dan kaki gadis itu.

"Selamat siang," Ariastella menyapa, gadis itu tampak kaget. "Oh, jangan takut. Aku hanya menyapa saja."

Gadis berambut cokelat itu mengangguk pelan. "Selamat siang.. "

Ariastella tersenyum. "Apa kau baru? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya."

"Aku budak yang dibawa oleh Tuan Cassiel, katanya aku bisa tinggal disini sementara waktu." Perempuan berambut cokelat itu tersenyum kecil. "Nona tampak tidak asing, seperti mirip seseorang."

Ariastella memiringkan kepalanya. "Hm? Siapa?"

"Tuan Putri!" Ariastella menoleh, itu Ceilo yang menepuk dahinya saat melihat Ariastella. "Akhir-akhir ini Tuan Putri sangat sering menghilang."

"Aku kira kau sibuk, jadi aku pergi sendiri." Ariastella mengangkat bahu. "Aku sedang malas melihat Rei, tadi kau bersamanya jadi aku tidak mau mendekat." Ingat ya, dia masih kesal pada Rei jadi dia akan menghindari penyihir itu.

"Mohon ampun, Tuan Putri!"

Perempuan berambut cokelat itu menjatuhkan kepalanya di atas lantai. Benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan Putri Ophelia, satu-satunya Tuan Putri di Istana ini. Dia sudah bersikap sangat tidak sopan pada orang terpenting di Kerajaan.

"Hentikan itu," Ariastella menghela nafas. "Aku bukan Ayaku, jadi jangan takut."

Kekejaman sang Ayah tentu bukan hal baru di telinga rakyat mereka, banyak yang pasti sudah menceritakan hal tersebut secara turun temurun, jadi pasti anggapan orang akan terus sama.

Perempuan itu mengangkat kepalanya. "Maafkan saya, Tuan Putri."

Ariastella berdecak, kadang dia kesal karena banyak orang yang akan tunduk padanya, padahal dia tidak mau melakukan apapun. Ini karena citra Ayahnya yang buruk.

"Berdiri." Perempuan itu berdiri dengan kepala tertuduk. "Aku Arisa, biasanya di panggil seperti itu."

Perempuan itu menatap uluran tangan Ariastella. "Saya tidak pantas melakukan ini Tuan Putri."

"Kau mirip seseorang yang dulu juga takut padaku, tapi sekarang dia sudah jadi temanku." Ariastella melirik Ceilo yang mengangguk. "Tanganku mulai lelah."

Gadis itu cepat-cepat meraih tangan Ariastella dan langsung menarik tangannya cepat. "Maafkan saya, Tuan Putri."

"Namamu?"

"Hilary, Yang Mulia"

Ariastella mengangguk. "Apa lukamu parah?"

"Semua sudah baik, Yang Mulia. Hanya perlu perawatan biasa." Hilary masih kelihatan takut untuk menatap Ariastella.

"Apa kau bisa berjalan?" Ariastella melirik perban di kaki gadis itu. "Apa itu parah?"

Hilary menggeleng. "Sudah lebih baik, bahkan aku diminta untuk latihan berjalan agar tidak kaku."

Ariastella tersenyum lebar. "Kalau begitu aku akan menemanimu!" Daripada dia akan bertengkar lagi dengan Rei, lebih baik dia mendekatkan diri dengan teman baru. "Oh, santai saja. Aku tidak akan menggigit kok."

Hilary ditarik oleh Ariastella untuk berjalan, walau masih agak kesulitan berjalan tapi Hilary sudah bisa berjalan dengan cukup baik.

"Tuan Putri.. " Ceilo yang melihat itu hanya bisa menghela nafas. Padahal pesan dari Masternya adalah agar tidak membiarkan orang baru yang dibawa Grand Duke Cassiel untuk dekat-dekat dengan Tuan Putri mereka. Tapi sekarang kedua orang itu malah saling menempel.

"Kau kenapa?" Ceilo menoleh, dia menatap kaget laki-laki berambut merah yang menatapnya dengan satu alis naik. "Dimana dia?"

Ceilo hanya memberikan lirikan matanya dan Rei sudah dapat melihat keberadaan Ariastella. Tuan Putri itu tampak memegang tangan gadis berambut cokelat yang berjalan secara perlahan.

"Kata Tuan Austun dia aman," Ceilo bersuara saat Masternya tidak melepaskan pandangan sama sekali pada Tuan Putri mereka. "Yang Mulia juga sudah memberikan izin."

"Ya, ya. Dia memang aman. Kecuali fakta bahwa dia adalah budak dari penyihir-penyihir itu." Rei masih menatap Ariastella. Walaupun gadis baru itu aman, tapi bagaimapun gadis itu pernah berhubungan dengan penyihir-penyihir itu.

"Tapi, Tuan Putri tampak senang bersama gadis itu." Ceilo ikut memperhatikan intekasi antara Ariastella dan Hilary. "Mungkin karena ini kali pertama Tuan Putri mendapatkan teman perempuan yang seumuran. Biasanya hanya para pelayan saja."

Rei tau itu, bahkan ini salah satu rencana Cassiel. Katanya Ariastella perlu bermain dengan teman seumurannya--perempuan--paa sekali si gadis baru itu berumur sama dengan Ariastella. Jadi Cassiel buat saja gadis itu menjadi teman Ariastella. Tentu setelah memastikan semua aman. 

"Pantau terus mereka." Rei berbalik dan berjalan menjauh.

. . .

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang