6. Eksekusi

10.8K 1.4K 33
                                        

Membuka matanya, Ariastella menatap kamarnya dengan nyawa yang belum terkumpul dengan baik. Merubah posisi menjadi duduk, Ariastella menguap lebar.

Sepertinya sebentar lagi para pelayan akan datang. Benar saja apa perkiraan Ariastella, lima menit kemudian dua pelayan masuk dan segera membantu Ariastella untuk mandi dan berpakaian.

Gaun berwarna pink putih, dengan sepatu berwarna putih adalah pakaian Ariastella hari ini. Sepertinya dia akan bermain di taman setelah sarapan.

Ini baru yang namanya hidup, setidaknya hidupnya seperti lebih baik dari hidupnya dulu. Sepertinya hidupnya dulu tidak terlalu indah sampai dia sangat bersyukur. Tapi siapa sih yang tidak bersyukur jika menjadi anak dari orang nomor satu.

Sarapan dengan roti serta beberapa buah, Ariastella bermain di taman. Hanya berkeliling dengan boneka kesayangannya yang selalu ia bawa.

Ia pun tidak tau, tapi Ariastella sangat menyayangi boneka jelek ini. Padahal bentuknya aneh dan kadang terlihat menyeramkan oleh beberapa orang. Dia hanya merasa bagai memiliki ikatan dengan boneka itu, walaupun boneka itu adalah benda mati.

"Aku ingin terus begini." Ariastella duduk di kursi taman, dengan semilir angin pagi serta kicauan burung-burung yang bermain. Dia merasa seperti di dalam dongeng. Dunia ini saja masih tanda tanya besar bagi Ariastella, jadi jikapun seperti dongeng nikmati saja.

Sebenarnya dia ingin bermain dengan Raja, entah hanya sekedar berkeliling atau hanya duduk di taman. Karena rasanya luar biasa memiliki seorang Ayah yang selama ini tidak pernah ia rasakan.

Raja sedang sibuk dan hanya ada waktu saat siang. Lagipula dia akan di panggil Raja siang nanti, katanya ada sesuatu yang penting hingga sang Raja memanggilnya ke ruang singgasana.

Ariastella tidak tau, tapi sepertinya hal yang baik.

***

Ruang singgasana nampak sunyi, hanya pengawal Raja yang berada di samping kursi singgasana yang kosong dan dua orang berbaju hitam di belakangnya.

"Bonekanya biar aku simpan."

Ariastella menatap salah satu orang berbaju hitam yang mendekat padanya, dia memeluk bonekanya dengan tatapan waspada.

"Kenapa?"

"Raja tidak suka dengan boneka, aku akan simpan dengan baik." Walau ragu, Ariastella akhirnya memberikan bonekanya. "Bonekanya akan di kembalikan setelah nona minum susu. Oke?"

"Tadi pagi aku sudah minum susu, kenapa aku harus minum lagi?" Ariastella mengerutkan kening, bukannya satu kali saat pagi dan satu kali saat malam cukup untuk minum susu? Apa siang perlu juga?

"Itu buatan Raja, khusus untuk nona. Kalau nona menghabiskan boneka nona akan aku kembalikan, kalau tidak aku tidak akan mengembalikan."

Ariastella mengangguk. "Jangan sampai rusak."

Pria itu mengangguk, lalu langsung berdiri tegak saat sang Raja datang. Dengan jubah hitam khas, sang Raja duduk di singgasananya.

"Sarapan tadi pagi enak?"

Ariastella mengangguk. "Enak!"

Kaillos tersenyum. "Aku punya sesuatu untukmu, aku membuatnya khusus semoga kau suka."

Menggerakkan tangannya, salah seorang dari pria berbaju hitam di belakangnya maju dan mengambil sesuatu dari atas nampan yang di bawa oleh pengawal Raja.

Kaillos lebih suka menyebutnya pertunjukan, anak kecil memang sangat mudah untuk di bodohi. Menarik ujung bibirnya, Kaillos tersenyum. Ini akan jadi hal yang sangat menarik. Ya, dia sekejam itu.

Bahkan rasanya sebuah nyawa tidak begitu berarti baginya, apalagi jika nyawa itu menyangkut anggota kerajaan lain yang sangat ia benci. Dia tidak akan memberikan belas kasih.

Segelas susu hangat berada di tangan Ariastella, agak tidak cocok dengan cuaca hari ini yang agak terik. Namun ini buatan Raja, 'kan? Pasti istimewa. Walau dia agak sedikit curiga dengan apa yang Raja lakukan. Tapi, tidak mungkin sang Raja akan mencelakainya, dia 'kan Ayahnya.

"Habiskan, ya." Sang Raja yang duduk di singgasananya tersenyum, memerhatikan gadis kecil yang memegang segelas susu yang telah ia berikan racun khusus itu. Ah, penawar dari racun itu hanya dia dan tabib yang meraciknya yang tau, karena itu tidak ada yang pernah lolos dari racun itu. Karena hanya ada dua orang yang tau penawarnya.

Ariastella menatap sang Raja lalu mengangguk. Perlahan dia meminum susu hangat itu, hingga tandas.

"Habis." Ariastella tersenyum, menunjukkan gelas yang kosong.

Kaillos tersenyum. "Bagus." Sang Raja turun dari singgasananya, dia berjalan menuju Ariastella yang menatapnya.

Berjongkok guna menyamakan tinggi dengan gadis kecil itu, sang Raja mengusap rambut Ariastella. "Senang bertemu denganmu."

Ariastella menatap bingung, tapi tetap mengangguk. Gadis kecil itu berbalik dan menatap pria berbaju hitam yang tadi menyimpan bonekanya. "Bonekaku."

Sempat bertatapan dengan Raja dan mendapatkan anggukan persetujuan, pria berbaju hitam itu mendekat dan mengeluarkan boneka yang ia simpan dibalik jubahnya, memberikan pada gadis kecil yang menerima dengan senang.

"Ayah, dia cantik, 'kan?" Ariastella menunjukkan boneka kesayangannya. "Aku suka."

Pupil mata sang Raja membesar, dengan tatapan kaget dia memegang kedua bahu gadis kecil itu. Membuat Ariastella menatap sang Raja yang menatapnya dengan serius.

"Darimana kau dapat boneka itu? Jawab!"

Nada kasar itu membuat Ariastella agak takut, namun dia tetap menjawab pertanyaan Raja. "Boneka ini ada sejak aku ditemukan di sungai. Dia bersama-sama aku di dalam perahu."

Kaillos menatap kedua mata itu, mencari kebohongan. Namun hanya mata polos yang ia dapat.

"Kata Pendeta begi... "

Rasanya seperti ada yang mau keluar dari mulutnya, Ariastella menutup mulutnya dan sesuatu keluar dari mulutnya. Menarik perlahan salah satu tangannya yang menutup mulut, Ariastella menatap darah di tangannya yang gemetar. Nafasnya terbuang kasar.

Ariastella menatap sang Raja yang berwajah kaget, menelan ludah dengan susah payah. Dada Ariastella terasa panas, rasanya sesak seperti ada yang menekan dadanya. Nafasnya tiba-tiba memburu.

"Ayah... " Tubuh Ariastella jatuh, dengan kesadaran yang menghilang.

Kaillos menahan tubuh Ariastella, dia cepat-cepat mengangkat gadis kecil itu, dia bahkan membawa boneka gadis kecil itu.

"Panggil tabib!"

Harusnya dia melakukannya kemarin, harusnya dia memberikan rambut Ariastella pada tabib.

***

"Racunnya sudah menyerang organ vital." Kaillos menatap tidak suka atas jawaban yang diberikan tabib Kerajaan padanya. "Dia mungkin tidak akan selamat."

"Selamatkan dia, bagaimanapun caranya." Kaillos menatap tabib istana yang menghela nafas pelan.

"Kenapa Anda tiba-tiba membawanya kemari setelah memberikan racun?"

Kaillos mengepalkan kedua tangannya. "Dia memiliki boneka itu."

Tabib istana menoleh, menatap boneka beruang dengan bekas jahitan dan bekas tambalan dari kain lain, yang ada di tangan sang Raja. "Kami akan berusaha semampu kami."

Kaillos mengangguk pelan, Tabib istana itu masuk kembali kedalam kamar gadis kecil yang tampak sekarat, bukan tampak tapi memang sekarat.

Gadis kecil dengan keringat seukuran biji jagung, badan yang sudah pucat serta kuku-kuku yang mulai berwarna ungu, efek yang terjadi jika ada racun di dalam tubuh. Serta nafas yang memburu.

Austun, mengangguk pada beberapa tabib lain di ruangan, tepatnya bahawannya. Dia tidak dipanggil Tabib hanya karena racikan obatnya, namun karena ia juga memiliki sihir penyembuh yang sangat kuat. Walau dia bukan spesialis racun.

. . .

Bapak yang sangat baik hati

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang