42. Sebuah Kabar Yang Tidak Diinginkan

3.4K 279 39
                                    

Siapkan jantung, hati, pikiran dan mental

Tisu juga kalau ada

. . .

Kaillos hanya bisa diam saat pesan dari burung pengantar pesan tiba setelah dua minggu menunggu kabar dari Cassiel, adiknya.

"Rei."

Rei yang baru saja masuk ke dalam ruangan Kaillos meraih surat yang di berikan padanya. Seketika, Rei kaku. Jantungnya berpacu agak kencang.

"Tidak mungkin..." Rei hanya bisa mengatakan itu saat membaca secarik kecil kertas yang diantar oleh burung pengantar pesan.

Terduduk di kursinya, Kaillos mengusap wajahnya kasar. Ini sesuatu yang tidak terbayangkan.

"Mereka semakin banyak dan bertambah kuat. Mereka juga masih memiliki dendam pada kalian." Rei duduk di sofa yang berada tidak jauh dari meja kerja Kaillos.

"Perjanjian itu sudah selesai. Mereka hanya tidak terima jika Arisa masih hidup." Kaillos mengusap wajahnya. "Mereka bahkan bisa menyerang Cassiel. Itu artinya kita harus mulai menyiapkan semua."

"Kapan mereka akan datang?"

"Kirimkan penyihirmu ke sana, biarkan mereka menggunakan portal." Kaillos menghela nafas. "Aku tidak tau lagi harus mengatakan apa."

"Tenangkan dirimu." Rei menatap Kaillos yang seperti kehilangan arah. "Setidaknya kau harus kuat untuk mengatakan itu pada anakmu."

"Aku tidak yakin." Kaillos menghela nafas. "Bisa tinggalkan aku sendiri?"

Rei mengangguk pelan, dia berjalan keluar dari ruangan itu. Rei berhenti di depan pintu yang telah tertutup. "Pergilah, datang kembali lima belas menit dari sekarang."

Dua pengawal yang ada di sisi kanan dan kiri pintu mengangguk pelan sebelum pergi.

Rei melirik kembali pintu, bukan hanya Kaillos yang hancur, namun Rei sendiripun merasakannya. Baik Kaillos maupun Cassiel, hampir seluruh hidup mereka Rei ada di dalamnya.

Menarik napasnya, Rei menghilang begitu saja dari depan ruangan Kaillos.

***

Ada sesuatu yang aneh, namun Ariastella tidak bisa mengatakan apa. Sejak pagi ada sesuatu yang mengganjal di dadanya, rasanya seperti ada sesuatu yang mengganggu.

"Rei dan Ayah tidak terlihat seharian ini." Hari ini latihan Ariastella hanya bersama Ceilo, Rei bahkan tidak terlihat sejak pagi. Bakan di sumur tempat penyihir itu tinggal pun tidak ditemukan jejak apapun.

"Para penyihir sejak pagi sebagian besar juga pergi entah kemana. Saya hanya sempat melihat Master saat itu. Sisanya tidak. Sepertinya ada sesuatu yang dilakukan." Ceilo mengusap keringat yang mengalir di dahinya. Ini bahkan hampir sore namun keberadaan dari Masternya masih menjadi tanda tanya, hal yang serupa terjadi pada Kaisar. Seharian ini tanpa ada kabar hilang begitu saja.

"Tuan Putri!"

Itu Hillary, tampak berlari dengan nafas terengah mendekat pada Ceilo dan Ariastella yang baru selesai dengan latihan mereka.

"Ada apa?" Ariastella menatap Hillary yang berlari.

Hillary mengatur nafasnya sebelum akhirnya bersuara. "Yang Mulia sudah kembali."

"Kembali?" Ariastella mengerutkan kening. Dia melepaskan pedang kayu yang ia gunakan untuk berlatih sebelum berlari.

Entah kenapa dada Ariastella merasakan sesak yang menekan seluruh nafasnya hingga ia kesulitan bernafas.

Di aula, ada sesuatu yang bahkan tidak pernah Ariastella bayangkan dalam mimpinya sekalipun.

Sebuah peti berwarna putih yang berada di atas sebuah altar, dengan Ayahnya yang tampak terduduk dengan lututnya sebagai tumpuan. Rei tampak diam dengan hanya berdiri dengan tatapan mata yang baru kali pertama Ariastella lihat.

"Ayah... "

Kaki Ariastella seperti tidak memiliki kekuatan untuk berjalan, dia tidak ingin percaya namun rasanya terlalu nyata untuk tidak ia percayai.

Kaillos tidak bisa bersuara. Hanya menggeser sedikit tubuhnya membiarkan Ariastella melihat siapa yang telah tidur dengan sangat tenang di dalam peti.

Menutup mulutnya dengan tatapan tidak percaya. Ariastella tidak pernah membayangkan hal seperti ini terjadi.

Pamannya, Cassiel. Grand Duke yang di segani berada di dalam peti dengan keadaan mata tertutup dengan tenang di dalam sana.

"Paman!"

Hari itu seluruh kerajaan mendengar berita duka tentang kepergian Grand Duke mereka.

***

Di sebuah desa yang jaraknya puluhan kilometer sebuah kelompok  yang telah ada sejak dahulu namun tidak hilang, hanya kadang berkurang dan kadang bertambah.

"Oh, jadi mereka sudah membawanya?" Wanita berambut merah bagai darah dengan mata merah serupa dengan rambutnya panjangnya. Pakaian ia kenakan cukup ketat dengan seekor serigala hitam besar berbaring di bawah kakinya.

"Benar, Yang Mulia. Mereka telah membawa adik Kaisar kembali ke Istana." Tangan kanannya memberikan informasi yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu.

Wanita berambut merah itu tersenyum, bukan jenis senyuman yang baik. Malah mirip senyuman mengerikan. "Dia cukup kuat padahal. Seharusnya aku mengambil darahnya sebelum dia mati."

Laki-laki berambut hitam yang merupakan tangan kanan wanita tersebut menunduk. "Dengan begini semua persiapan telah selesai."

Wanita itu mengangguk. "Kaillos, harusnya kau serahkan anakmu itu maka semua ini tidak akan terjadi." Wanita itu menopang dagunya. "Padahal wanita itu bahkan sudah mati."

"Yang Mulia tetap lebih unggul dari wanita itu."

Tampak senang dengan jawaban yang diberikan tangan kanannya, wanita bermata merah bagai darah itu tersenyum. "Hm, tentu saja. Tapi Kaillos dan Rei bodoh, mereka memilih wanita bodoh itu, yang bahkan sudah jadi mayat."

Pemimpin penyihir hitam nyatanya adalah seorang wanita. Beberapa desa yang hancur adalah ulah mereka, demi mencari darah berkualitas yang bisa meningkatkan sihir mereka, beberapa desa diluluhlantahkan.

Salah satunya desa ini. Mereka baru selesai dengan manusia terakhir yang ada di desa ini. Mereka hampir tidak menyelesaikannya karena si adik Kaisar yang melawan, namun itu sudah di bereskan.

"Hm, aku masih kecewa karena tidak dapat memiliki darah Cassiel." Wanita itu tampak tersenyum agak kesal. "Padahal kalau Cassiel juga menyerah aku akan membiarkan dia hidup sebagai salah satu suamiku."

Wanita itu tertawa, cukup nyaring hingga membangunkan serigala yang tertidur di bawah kakinya.

"Putri itu telah cukup umur. Apa rencananya akan di jalankan?"

"Tentu saja." Wanita itu mengangguk. "Aku malas mengakui, tapi anak Mirabela memang memiliki sihir yang kuat. Kita bisa semakin kuat dengan itu. Walaupun tubuhnya lemah wanita mayat itu memiliki sihir yang kuat."

Mirabela, ibu dari Putri yang adalah anak dari Kaillos itu memiliki sihir yang kuat. Perpaduan antara Kaillos yang kuat dan Mirabel adalah yang terbaik, mereka mungkin bisa mencapai puncak dunia dengan ini.

"Jangan bunuh Kaillos dan Rei, aku mau mereka menjadi suamiku yang ke.. Keberapa ya? Apa kau ingat?" Wanita itu tampak kebingungan, tampak menghitung dengan jarinya.

"Duaratus empat puluh delapan dan dua ratus empat puluh sembilan, Yang Mulia."

Wanita itu tertawa. "Benar. Aku hampir mencapai target!" Wanita itu mengangguk. "Akan sulit tapi aku yakin dengan anak itu kita akan bisa. Dunia ini akan jadi milikku. Rei bertambah kuat, jadi agak menyebalkan, padahal aku lebih menyukai dirinya yang sakit-sakitan itu, dia malah menjual waktunya pada pohon bodoh itu. Aku jadi sulit mengendalikannya."

Wanita itu mengusap serigala yang kini duduk di samping kursinya. "Hm, Piero sepertinya mulai bersemangat." Wanita itu tersenyum.

. . .

Heheheeee...

06 Oktober 2023

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang