2. Raja Baru

10.4K 1.4K 6
                                    

Kota sangat ramai, dengan bangunan bertingkat dan orang-orang berpakaian rapi.

Ariastella menatap beberapa orang yang menggerakkan sesuatu dengan sihir. Disini sihir adalah hal yang biasa, namun tetap saja rasanya luar biasa bagi Ariastella.

"Bagaimana rasanya punya sihir?" Ariastella menatap Rene yang tersenyum kecil.

"Biasa saja."

Rene memiliki sihir transportasi dan pandai menggunakan untuk hal lain. Awalnya Ariastella kira jika memiliki sihir transportasi berarti Rene hanya bisa itu saja, namun sihir itu dapat digunakan untuk apa saja. Hanya lebih spesifik dan kuat di bidang tertentu.

"Sebentar lagi hari ulang tahunmu, 'kan?" Ariastella menatap Rene yang tersenyum. "Apa kau mau boneka? Bonekamu itu sudah terlalu rusak."

Ariastella menatap boneka di tangannya, boneka beruang kecil dengan beberapa bekas jahitan yang terlihat dan beberapa tambalan. Ariastella tersenyum. "Aku suka ini." Ariastella membawa boneka kesayangannya itu kedalam gendongannya.

Boneka itu ada di perahu kecil yang di temukan bersama Ariastella, jadi ia sangat membayangi boneka itu. Padahal dulu dia sangat membenci boneka--dikehidupan sebelumnya.

"Kau mau hadiah apa? Pendeta meminta agar aku mencarikan hadiah untukmu."

Ariastella ingat, dua hari lagi adalah hari ulang tahunnya, sebenarnya tidak ada yang tau kapan hari ulang tahunnya, hanya saja dua hari lagi adalah tanggal dan bulan yang sama saat dia ditemukan di danau. Pendeta membuat itu jadi hari ulang tahunnya.

"Aku mau kue ulang tahun." Ariastella tersenyum, dia iri dengan si gendut yang mendapatkan hadiah ulang tahun bulan lalu dan baju baru yang kemarin di pamerkan oleh si gendut adalah hadiah ulang tahunnya.

Rene tersenyum. "Aku akan membelinya lusa. Untuk sekarang kau mau apa?"

"Ester mengajariku membaca, aku mau coba baca buku!" Bahasa dan tulisan ditempat ini berbeda, membuat ia harus beradaptasi lagi. Ya, walau otaknya sudah mengerti sebenarnya dengan semua tulisan itu, hanya itu akan menjadi hal luar bisa jika anak berumur enam tahun--dua hari lagi--bisa membaca, padahal ditempat ini saja hanya orang-orang kaya yang dapat sekolah, terutama di desa tempat ia tinggal.

Rene mengangguk. "Ayo."

Ia sudah bilang jika didaerah kota sudah sangat maju, beberapa toko buku dan salon ada. Tapi toko elektronik tampaknya tidak ada di tempat ini. Tempat ini modern tanpa harus ada alat-alat elektronik. Sihir membuat semua lebih efisien dan mudah, orang-orang kebanyakan lebih percaya dengan sihir mereka daripada alat-alat yang dibuat oleh manusia.

Sebuah toko buku kecil yang terdapat bel diatas pintu berbunyi saat Rene dan Ariastella masuk.

"Selamat datang."

Rene tersenyum sedangkan Ariastella mendekati rak penuh buku. Dia bersemangat, padahal dulu dia paling benci belajar. Kehidupan baru memang merubah banyak hal.

"Aku dengar Raja sudah kembali dari medan perang." Rene melirik, menatap dua wanita dengan pakaian mahal mereka sedang berbincang. "Dua benua sudah ditaklukkan. Benar-benar luar biasa."

"Berarti rumor itu benar."

"Sepertinya begitu."

Rene memperhatikan dua wanita itu hingga keluar dari pintu toko. "Yang lebih tinggi akan selalu dibicarakan."

Rene menoleh, menatap si pemilik toko yang sedang duduk di balik kasir dengan senyuman. Seorang wanita berumur dengan kacamata berantai.

"Begitulah." Rene hanya tersenyum.

"Rene, aku mau ini." Ariastella membawa sebuah buku dengan sampuk berwarna.

Rene mengangguk. "Ini saja?"

Ariastella tampak berpikir. "Buku Toni jatuh ke dalam sumur, boleh?"

Rene mengeti maksud Ariastella. "Iya."

Ariastella tersenyum senang, saat Rene pergi untuk membayar buku milik Ariastella dan untuk Toni, gadis kecil itu berkeliling.

Ia berhenti, matanya menatap sebuah pigura foto seorang pria dengan mahkota dan pakaian penuh ornamen emas.

"Pasti orang kaya." Ariastella berdecak kagum.

"Kenapa?" Rene mendekat dengan buku milik Ariastella dan Toni. Rene ikut melihat apa yang Ariastella tatap sejak tadi.

"Dia adalah Raja ketiga belas." Rene menoleh, menemukan si pemilik toko yang tersenyum. "Menurut rumor dia adalah keponakan dari Raja terdahulu, tepatnya anak haram dari bungsu Raja. Karena tidak diperlakukan baik, apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal saat perang, dia diasingkan. Dan kembali tujuh tahun yang lalu, kemudian membantai semua anggota kerajaan. Dan menjadi Raja. Tapi ada juga rumor yang bilang dia adalah anak dari seorang selir yang tidak diperlakukan baik oleh anggota kerajaan yang lain. Karena dendam membantai habis semua anggota kerajaan dan menjadi Raja."

"Itu kenapa dia disebut Raja dingin, kan?" Rene tentu pernah mendengar tentang Raja, seperti yang diucapkan pemilik toko, orang yang berada diatas pasti akan dibicarakan.

Sang pemilik toko mengangguk. "Namun, negara ini semakin makmur dengan jadinya dia Raja. Dan dia memiliki ciri khas istimewa yang hanya dimiliki oleh keluarga kerajaan meski dia anak haram."

"Apa itu?"

"Rambut ungu dan mata berwarna serupa yang mirip dengan berlian." Sang pemilik toko tersenyum. "Dia diragukan sebagai anak yang memiliki darah bangsawan Raja awalnya. Namun, tanda itu memang tidak langsung muncul, tanda itu muncul saat ulang tahunnya yang keenam. Tidak semua mendapat tanda itu, hanya yang sangat istimewa yang memiliki. Dan di dunia, hanya Raja yang memiliki itu."

Benar kata pemilik toko, mata sang Raja yang ada di gambar sangat indah bagai permata, berkilau dengan sangat indah.

"Rene," Rene menunduk, menatap Ariastella yang menatapnya. "Aku lapar."

***

Ariastella sangat senang saat Toni menyukai hadiah yang ia berikan, dengan begitu Toni bisa menulis lagi. Tepatnya Toni suka mencatat semua hal, karena Toni pelupa. Umurnya tiga belas tahun.

Menatap dinding kamarnya, lalu berbalik dan menatap Rene yang duduk sambil membaca buku di kasur di sebelahnya.

"Rene."

Rene menoleh, dia adalah perempuan yang paling tua di panti. Sebenarnya dia sudah tidak bisa tinggal di panti, tapi dia sudah nyaman dan tidak bisa lepas dari panti ini. Jadi walaupun bekerja dia tetap tinggal di panti, dia selalu membagi dua gajinya, padahal pendeta akan setuju saja meski tanpa Rene harus membagi gajinya. Rene hanya merasa ini tanggung jawabnya.

"Kenapa belum tidur?" Rene melirik sebelah kasurnya, Shen sudah tidur. Gadis berusia lima belas tahun itu sudah tertidur pulas. Rene menatap Ariastella. "Ini sudah larut."

"Rasanya punya orangtua seperti apa?"

Rene menatap Ariastella dengan tatapan kaget, tidak menyangka ucapan seperti itu keluar dari anak kecil seperti Ariastella. Rene dulu memiliki orangtua, lengkap. Namun perang besar yang menyebabkan hampir setengah penduduk harus meregang nyawa itu ikut menewaskan kedua orangtuanya. Meski begitu dia masih sempat merasakan bagaimana memiliki orangtua. Tapi Ariastella benar-benar tidak merasakan itu.

"Sama seperti memiliki Suster dan Pendeta."

"Benarkah?"

Rene mengangguk. "Iya."

Ariastella tersenyum, dia membaikkan badannya, memunggingi Rene yang masih menatap Ariastella.

Ternyata Rene tidak ingin dia sedih. Ariastella tersenyum, sebelum dia menutup matanya bersama boneka beruang kesayangannya.

. . .

Jangan lupa komen

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang