35. Rei

3.9K 557 8
                                        

Penyihir hitam mereka meminum darah seseorang untuk meningkatkan ilmu sihir mereka. Bahkan tidak segan membunuh. Ciri khas mereka adalah mata semerah darah yang akan muncul saat mangsa utamanya terlihat.

Rei juga memiliki warna mata yang hampir sama, tapi mata Rei agak lebih cerah dibandingkan mata para penyihir hitam itu.

Awalnya Ariastella berpikir kalau Rei mungkin saja ada hubungannya dengan para penyihir hitam itu. Dan jawabannya adalah iya, Rei dulunya adalah bagian dari mereka sampai akhirnya memilih berhenti karena satu dan lain hal, dia akhirnya mengenal Ibu dari Ayahnya, atau Neneknya.

"Jadi kau pernah minum darah manusia?" Ariastella diceritakan semuanya oleh Rei, belakangan ini penyihir itu sering bercerita banyak hal jika Ariastella bertanya.

"Aku tidak bisa minum itu." Mata Rei tidak lepas dari kertas yang ia baca, warna mata penyihir itu sudah kembali hitam sejak beberapa hari yang lalu. "Itu kenapa aku pergi."

"Kenapa kau tidak ceritakan saja intinya, seperti kenapa kau sampai tidak cocok dengan darah manusia padahal kau sudah menggunakan sihir terlarang." Ariastella menopang dagunya di atas sofa. "Apa ada hubungannya dengan kau yang berubah jadi anak-anak?"

Rei yang sedang membaca kertas ditangannya berhenti, membuat Ariastella mengerutkan kening menatap penyihir itu. Apa tebakannya tepat?

"Apa benar?" Ariastella menatap Rei.

Penyihir itu menghela nafas. "Kenapa kau mau tau?"

"Apa aku tidak boleh tau?" Ariastella menatap Rei yang membuang muka ke arah lain.

"Jangan katakan pada siapapun. Kalau sampai aku ketahuan aku bisa mati." Rei menatap Ariastella serius, gadis itu mengangguk. "Aku.tidak.akan.cerita." Penyihir itu menekan setiap kata yang ia ucapkan.

Ariastella memasang wajah masam. "Kau menyebalkan."

Rei mengangkat bahu. "Aku tau."

"Aku penasaran, kenapa kau kembali menjadi anak kecil. Padahal kau sudah sangat kuat. Harusnya kau bisa menjadi yang terkuat tapi kau malah menjadi anak kecil." Ariastella melirik Rei yang mengangkat bahu. "Apa serahasia itu?"

"Tanyakan hal lain, jangan tentang aku." Rei meraih segelas teh yang ada di hadapannya. Mereka tengah berada di salah satu ruangan di Istana sambil menikmati teh dan beberapa cemilan.

Ariastella menghela nafas. "Kau tau banyak tentang aku, tapi aku tidak tau apa-apa tentang Rei."

Rei berdecak. "Itu tidak akan berhasil."

Ariastella mengecutkan bibirnya. "Kau menyebalkan."

***

Ruangan kerja Raja agak berantakan, Austun berada di sana agak kelihatan kacau karena beberapa laporan yang baru masuk.

"Semua aman." Rei memberikan beberapa kertas kepada Raja, Kaillos. "Dia terus bertanya tentang masa lalu."

"Arisa?" Kaillos meraih kertas-kertas yang diberikan oleh Rei. "Dia perlu tau. Tapi aku rasanya tidak mau menjelaskan itu."

"Tuan Putri sudah besar," itu suara Austun yang sedang merapikan dokumen di atas meja. "Lebih baik itu didengar secara langsung."

Rei dan Kaillos saling tatap. "Dia bahkan menebak-nebak kenapa mataku sama dengan para penyihir itu."

"Kau memang bagian dari mereka." Kaillos membaca dokumen ditangannya.

"Dulu." Rei mendengkus. "Mereka terlalu berlebihan, aku malas."

"Kau dulu komandan mereka, kan?" Kaillos melirik Rei yang mendengkus. "Masa lalu kita semua kelam."

Rei mengangguk. "Aku rasa Putri Raja tidak perlu tau."

Kaillos menatap Rei. "Itu semua pilihanmu. Suatu hari akan aku ceritakan semua."

"Aku juga." Rei mengangguk. Penyihir itu memberikan salamnya sebelum berjalan keluar dari ruangan setelah iseng sedikit pada Austun.

Hidup yang dulu dimiliki Rei tidak seindah itu, dia dulunya adalah bagian dari penyihir hitam. Selalu menggunakan sihir terlarang untuk mendapatkan sesuatu.

Tapi dia tidak bisa melakukan yang paling sakral, yaitu meminum darah manusia. Syarat untuk sihir terlarang adalah tubuh serta jiwa yang kuat, meminum darah manusia lain artinya seperti mendapatkan kekuatan tambahan. Tapi Rei tidak bisa.

Rei berakhir sakit-sakitan, dia kuat, bahkan menjadi salah satu komandan di sana, tapi keadaanya semakin memburuk. Dia akhirnya berhenti dan bertemu dengan Nenek Ariastella. Selir Raja.

Selir itu merawat Rei meskipun tau siapa Rei. Rei melihat semua yang terjadi, ketidak samaan antara perlakuan Istana pada selir itu, bahkan pada anak-anak mereka. Dia bahkan melihat selir itu meregang nyawa dengan tidak manusiawi.

Setelah itu dia merawat kedua anak selir itu, katakan saja dia balas budi pada selir itu.

Lalu sampai salah satu dari mereka menikah dan akan memiliki anak, hal tragis terjadi. Ibu yang harusnya melahirkan itu tewas mengenaskan dengan seorang bayi yang tidak lagi bernyawa di sampingnya.

Saat itu Rei benar-benar marah, dua kali dia melihat orang-orang yang ia peduli harus meregang nyawa. Dia melihat kehancuran di mata kedua anak itu.

Dengan itu dia meminta pertolongan dari penyihir hitam lain, tentu tidak gratis. Setengah dari jiwa Rei menjadi taruhannya dan para penyihir itu meminta seseorang yang kuat untuk jadi imbalannya.

Semua disanggupi dan akhirnya mereka dapat memiliki taktha yang seharusnya.

Keadaan Rei semakin parah, dia selalu sakit-sakitan. Semua jenis obat dan sihir sudah ia coba tapi tidak berhasil.

Dia berumur panjang meskipun sakit-sakitan, setengah jiwanya yang telah diberikan membuat dia semakin memburuk.

Secara tidak sengaja dia bertemu dengan pohon kebenaran, pohon dunia, pohon yang baik dan buruk.

Rei akan hidup selamanya, tidak bisa mati kecuali keinginan Rei sendiri. Tapi, Rei akan kembali pada umurnya saat pertama kali bisa menggunakan sihir, yaitu saat usianya tujuh tahun.

Semua sihir Rei akan menjadi obat semenjak dia setuju memberikan seluruh hidupnya yang tersisa pada pohon tersebut.

Itu kenapa Rei selalu bisa menyembuhkan, karena sihirnya untuk itu. Bukan berarti dia tidak bisa menggunakan sihirnya untuk melukai atau membunuh, tapi sebagian besar sihirnya adalah penyembuh.

Singkatan cerita Rei kini berumur tujuh belas tahun dan dengan status sebagai mantan komandan pasukan penyihir hitam.

Mata Rei menangkap siluet dari gadis yang selalu berada di sekitarnya, gadis berambut silver dengan sedikit ungu yang sedang berjalan bersama beberapa pelayan.

Bukan ia tidak mau, tapi rasanya Ariastella tidak pantas mendengar cerita lama yang terlalu kelam itu.

Dia tidak mau Ariastella mendengar kisah yang buruk, dia hanya ingin melindungi Ariastella.

Meskipun yang dia lawan sekarang adalah yang dulu membuatnya semakin kuat.

Rei menatap tangannya. Seluruh kekuatannya hampir pulih, dia tidak perlu menunggu hingga ratusan tahun. Pohon itu berjanji saat umur Rei tujuh belas tahun semua kekuatan Rei akan kembali.

"Hei!" Rei menoleh, ada Ariastella yang berdiri di depan jendela dengan tangan melambai. "Ayo jalan-jalan." Gadis itu menyengir.

Putri Ophelia, itu yang orang-orang kenal. Rei sepertinya bahkan tidak pernah menyebutkan nama Putri yang satu ini.

"Arisa," Ariastella tampak agak kaget, tidak biasanya dia dipanggil seperti itu oleh Rei. "Kau bodoh."

Wajah Ariastella berubah datar, Putri itu berdecak. "Aku harusnya tidak terlalu berharap, kan?"

Rei mengangguk pelan. Tanpa Ariastella sadari ujung bibir penyihir itu tertarik tipis.

. . .

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang