43. Rasa Kehilangan dan Kemungkinan

1.1K 141 0
                                    

Duka besar menyelimuti seluruh negeri. Kepergian salah satu anggota kerajaan menjadi duka besar di hati tiap warga mereka.

Di depan gerbang istana di penuhi oleh karangan bunga, sebagai penghormatan terakhir seluruh rakyat pada pemimpin mereka yang telah pergi selamanya. Pemimpin mereka yang gugur dalam tugas.

Tidak perlu menjelaskan, mata Kaisar yang agak bengkak, dan penyihir yang terus diam, sedangkan keponakan satu-satunya Grand Duke tampak hanya diam.

Hari ini pemakaman akan di lakukan. Cassiel, Paman Ariastella akan dimakamkan di pemakaman keluarga Kerajaan yang berada di area Istana.

"Tuan Putri setidaknya perlu minum." Hillary entah keberapa kali mencoba memberikan segelas air pada Ariastella namun selalu mendapatkan penolakan.

Ariastella tidak tau harus mengatakan apa. Ia tidak menyangka pagi itu adalah kali terakhir dia melihat Pamannya dan kali terakhir mereka bersama. Pamannya gugur dalam tugas mencari para penyihir hitam, dia kalah dalam jumlah dan akhirnya meregang nyawa.

Ada sebuah lubang besar tepat di dada Pamannya, itu artinya pamannya di tusuk oleh sebuah benda tajam. Itu membuat hati Ariastella semakin hancur lagi. Tidak akan ada yang membawakan hadiah untuknya, tidak ada yang memeluknya secara tiba-tiba meskipun dia telah sebesar ini.

"Paman.. " Ariastella duduk tepat di sebelah peti sang Paman yang terbuka. "Tidak ada yang akan membawakan aku hadiah... Kau tidak akan memelukku lagi, ya? Paman.. Kenapa...? Aku... "

Ariastella tidak bisa menahan air matanya, lagi-lagi ia menangis. Bahkan dulu saat Ayahnya belum begitu peduli padanya Pamannya adalah orang yang membawa Ariastella pada pelukannya dan memanjakan Ariastella. Semua kasih sayang dan cinta yang bertubi-tubi di berikan semua pada Ariastella. Namun, Pamannya telah pergi untuk selamanya.

"Yang Mulia." Ceilo berdiri di samping Ariastella yang kembali menangis. Hanya bisa mencoba menutupi tangisan yang kembali datang.

Pemakamannya akan segara di laksanakan, para bangsawan memenuhi ruangan dan sebentar lagi mereka akan benar-benar berpisah dengan pemimpin mereka.

"Jangan.. Paman.. "

Saat peti itu akhirnya di tutup, Ariastella tidak bisa menahan kakinya untuk tetap berdiri. Dia terjatuh dengan Ceilo yang menahannya.

Meski tanpa suara, air mata yang mengalir di pipi Kaisar sudah menjadi jawaban betapa hancurnya hati pemimpin mereka yang kehilangan adik kembarnya yang sangat ia sayangi. Mereka tidak pernah berpisah lama, namun kali ini mereka akan berpisah sangat-sangat lama.

Terlihat hanya diam, semua orang tau jika Rei juga kehilangan. Penyihir itu tidak bersuara sejak peti itu berada di aula hingga akhirnya di masukkan ke dalam kereta kuda untuk di bawa ke pemakaman.

Rei melakukan semua itu, dia tidak mengizinkan penyihir lain membantu dalam proses membawa peti sahabatnya itu. Semua dilakukan oleh kepala penyihir kerajaan itu.

Langit tampaknya juga ikut berduka. Selama prosesi pemakaman berlangsung langit menggelap namun tidak hujan, seakan ikut murung.

Prosesi pemakaman itu telah selesai.

Ariastella berjongkok di samping makam yang masih basah tersebut, ditambah lagi gerimis yang mulai turun ketika pemakaman telah selesai, itu membuat tanah menjadi basah, namun seluruh anggota kerajaan itu masih disana bersama orang-orang kepercayaan mereka.

Menoleh, Ariastella melihat payung yang di bawa oleh Ceilo. Ariastella tersenyum kecil, dia tidak masalah terkena hujan. Bahkan pamannya kehujanan sekarang.

"Kembalilah, Arisa." Itu suara yang akhirnya dikeluarkan oleh Kaisar setelah tidak bersuara sama sekali. "Kau bisa sakit."

"Ayah juga." Ariastella berdiri dia memeluk tangan Ayahnya. "Paman.. Tidak ingin kita sedih, kan?"

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang