30. Sihir

4K 667 8
                                    

Hujan turun dengan lumayan deras, membuat hawa dingin yang menusuk tulang.

Ariastella menguap, dia berjalan menuju ruangan Ayahnya. Ayahnya memanggil, padahal dia mengantuk.

Gaun tidur yang dilapisi jubah itu bergerak seiring dengan langkah Ariastella menuju ruangan Ayahnya yang lumayan jauh. Kenapa Istana ini besar sekali.

"Ayah."

Ruangan kerja Ayahnya tidak pernah di jaga oleh prajurit, Ariastella juga tidak tau kenapa. Entah karena terlalu ditakuti atau karena hal lain.

Ariastella menutup kembali pintu, dia menatap Ayahnya yang menoleh padanya.

"Kau butuh sesuatu? Pamanmu akan kembali dan bertanya apa kau mau oleh-oleh atau tidak." Kaillos menatap Ariastella yang berdiri di depan meja kerjanya.

Ariastella tampak berfikir. "Buku. Bilang pada Paman jangan terlalu memberikan perhiasan lagi, punyaku sudah terlalu banyak."

Pamannya mungkin terlalu banyak memiliki harta hingga terus-terusan memberikan Ariastella hadiah. Entah perhiasan atau gaun atau sepatu atau hal lain yang memiliki harga mahal. Kalau hanya satu atau dua Ariastella masih memaklumi tapi kalau sekali datang langsung satu peti, kan berlebihan.

"Katakan itu pada Cassiel." Kaillos melirik ke sampingnya. Seorang laki-laki berambut indigo tampak muncul.

"Ada orang?" Ariastella menatap kaget. Dia ingat orang ini, dia sering melihat orang ini bersama Ayahnya tapi dia belum sekalipun melihat secara dekat. Dia tidak pernah muncul saat ada Ariastella.

"Baik, Yang Mulia." Laki-laki berambut indigo itu menunduk pada Raja, lalu berpindah pada Ariastella. Memberikan salam sebelum hilang perlahan.

"Dia pengawal Ayah, kan? Tapi aku tidak pernah melihat secara langsung." Ariastella menatap Ayahnya yang merapikan beberapa kertas-kertas di atas meja. "Dia bisa menghilang."

"Dia pengawal sekaligus mata-mata. Dia memiliki banyak tugas. Itu kenapa dia jarang terlihat." Kaillos berdiri. "Ayo."

Ariastella berjalan disamping Kaillos. "Tapi ini kali pertama aku melihatnya secara dekat."

"Dia sering menjagamu." Kaillos melirik Ariastella.

"Benarkah? Aku tidak tau." Bahkan tadi Ariastella tidak dapat merasakan kehadiran orang itu. "Dia pasti sangat kuat."

"Ya. Dia ahli bersembunyi." Kaillos mengacak rambutnya pelan, pekerjaan hari ini sedikit membuat kepalanya sakit. "Bagaimana pesta teh itu?"

"Baik." Ariastella tersenyum. Mata Ariastella melirik ke arah lain, sejujurnya dia penasaran dengan yang dikatakan wanita tua itu. Entah siapa wanita itu, tapi kata-kata yang diucapkan agak membuat Ariastella tidak nyaman. Bagaimana kalau itu benar? Walau Rei mengatakan tidak perlu terlalu memikirkan tapi tetap saja hal itu terlintas di kepala Ariastella. "Liezel mengejar-ngejar Rei tadi."

Kaillos mengusap rambut Ariastella, gadis kecilnya yang sudah tumbuh dengan cepat. Tidak terasa gadis kecilnya sudah sangat besar sekarang. "Teruslah bahagia. Itu sudah jadi hal yang baik."

"Aku akan selalu bahagia, ada Ayah, Paman, Rei, Ceilo, itu sudah lebih cukup untukku." Kaillos tersenyum sedangkan Ariastella terkekeh.

Ayahnya pamit setelah mengantar Ariastella hingga ke kamar, Ayahnya terlihat kelelahan tapi tetap mau mengantar Ariastella ke kamarnya. Padahal dia bisa sendiri.

"Kau dari ruangan Ayahmu?" Rei berdiri di depan jendela melirik Ariastella yang berjalan masuk.

"Bukannya tidak sopan masuk ke dalam ruangan seorang Putri tanpa izin?" Ariastella duduk di pinggir ranjangnya. "Kenapa kau kemari?"

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang