"Ayah?"
Ariastella masuk ke dalam ruang kerja Ayahnya, Kaisar Cassiopeia itu tampak duduk di kursi sambil membaca beberapa kertas.
Mata ungu itu melirik anak gadisnya dan pengawal Ariastella yang selalu ada.
"Paman sudah kembali." Ariastella berdiri di depan meja sang Ayah. "Ayah sangat sibuk, ya?"
Kaillos mengangguk pelan. "Ya, banyak hal yang harus ditangani."
Ariastella mengangguk pelan. "Kalau begitu aku akan bermain di taman, jangan lupa makan siang, Ayah." Ariastella tersenyum sebelum berjalan keluar dari ruangan sang Ayah bersama Ceilo.
Ceilo melangkah mendekat, berjalan di samping Ariastella. "Jadi? Tuan Putri akan kemana?"
"Entahlah, semua orang kelihatan sibuk." Ariastella menghela nafas. "Em, bagaimana kalau kita keluar." Ariastella menatap Ceilo berbinar.
"Keluar mana?" Ceilo mengerutkan kening. "Jangan membuat Yang Mulia marah, Tuan Putri." Ceilo menggeleng.
Ariastella mengecutkan bibirnya. "Aku bosan, lagipula aku belum pernah keluar dari Istana."
"Saya tidak menyarankan." Ceilo menggeleng. "Masalahnya kalau Tuan Putri sampai kenapa-kenapa kepala saya akan langsung lepas."
"Semua akan baik-baik saja." Ariastella menghela nafas. "Aku bosan."
"Tidak harus keluar." Ceilo tersenyum pada beberapa pelayan yang menyapa mereka. "Baca buku atau bermain Bersama Tigera juga seru."
"Aku ingin bersantai, bisa melihat hal-hal seru. Aku ingin makan makanan yang manis." Selama dia berada di Istana tidak pernah sekalipun dia pergi keluar, sejak berumur enam tahun dan sekarang dia enam belas tahun. "Sepuluh tahun aku hanya di Istana saja." Badan Ariastella lemas.
Ceilo membuang muka ke arah lain, kalau Nonanya sudah bertingkah memelas dia bisa saja jadi mengiyakan padahal bahaya. "Setidaknya Master harus ikut."
Mata Ariastella berbinar, dia meraih tangan Ceilo dan menarik pengawalnya itu.
***
"Tidak."
Wajah Ariastella berubah lesu dan kesal. "Ayolah."
Rei menurunkan kertas yang ia baca, dia menatap Tuan Putri negeri ini yang tampaknya akan mulai merengek karena permintaannya tidak dituruti.
"Berbahaya." Rei meraih segelas air dari atas mejanya. "Kenapa juga kau tiba-tiba mau keluar?"
"Aku penasaran, sepuluh tahun aku tinggal di Istana tapi aku belum pernah jalan-jalan di kota. Kalapun pergi-pergi hanya lewat saja, aku juga mau jalan-jalan menikmati suasana." Ariastella menjatuhkan badannya di atas sofa dengan posisi tengkurap. "Ayolah, Rei."
Rei berdecak. "Tidur saja, nanti juga rasa bosanmu hilang."
Ariastella menatap Rei kesal. "Kalau aku hilang tiba-tiba aku akan bilang Ayah itu salahmu."
"Jangan melakukan hal bodoh." Rei berdecak lagi. "Tidak ada apa-apa di kota."
"Aku tidak sebodoh itu percaya dengan omonganmu." Ariastella mendengkus. "Kau pelit sekali sih!"
Rei berdecak, entah sudah berapa kali dia berdecak karena tingkah gadis ini. "Aku hanya tidak mau kena masalah."
"Bilang saja kau takut." Ariastella merubah posisinya menjadi duduk, dia menatap Rei dengan senyuman kecil. "Kau takut akan dimarahi, kan? Aku kira setelah kau kembali kau akan semakin kuat, tapi sepertinya tidak. Sampai-sampai kau tidak berani keluar hanya karena hal seperti ini. Baiklah aku mengerti." Ariastella berdiri, dia berbalik dan berjalan dengan Ceilo di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAWS (2) - Ariastella
FantasyThe Another World Series (2) - Ariastella Cerita berdiri sendiri. Sebuah kutukan membuat setiap anggota kerajaan baru akan mendapatkan 'ciri khas' dari keturunan Raja saat umur keenam. Dia hanya gadis biasa yang katakan saja bereinkarnasi atau hi...