44.

1.2K 168 6
                                    

Tengah malam.

Ariastella tidak berhenti berlatih, bahkan di dalam kamarnya saat seharusnya ia tertidur dia melatih sihirnya.

Sihirnya sering meledak, karena itu dia berusaha agar tidak menggunakan sihir dan mengendalikannya agar tidak melebihi batas sihir yang membuat Mananya meledak.

Terduduk dengan gaun tidurnya, Ariastella menatap tangannya yang agak gemetar. Gurunya pergi melatih pasukan, Rei bahkan tidak pernah Ariastella lihat lebih dari seminggu ini. Dia jadinya berlatih dengan Ceilo, untung saja Ceilo berbakat dan bisa semua jadi dia tetap bisa berlatih sihir.

Ah, ia merindukan Pamannya.

Meraih mantel, Ariastella berjalan keluar dari balkon kamarnya. Dia bisa menggunakan sihirnya dengan baik jika hanya untuk turun dari balkon kamarnya ke rerumputan di bawah sana. Dia bisa menghilangkan diri dan hawa keberadaannya, terima kasih pada Ceilo mengenai itu.

Dulu, dia mungkin takut dengan hal-hal berbau mistis. Namun, kali ini semua tidak berarti apapun.

Ariastella tiba di pemakaman, ada seseorang disana.

"Rei.. "

Agak terkejut, Ariastella melangkah mundur sekali saat melihat mata merah milik Rei. Ia tidak pernah melihat mata itu lagi, namun kali ini dia melihatnya kembali.

"Apa yang kau lakukan disini?" Rei kembali menatap batu bertuliskan nama sahabatnya itu. "Kau harusnya tidur."

"Hanya merindukan Paman ditengah malam." Ariastella ikut berjongkok di samping Rei. "Rei pasti sangat kehilangan juga.. "

Mata Rei masih berwarna merah dan Ariastella tau alasannya. Jika saat itu karena marah, kali ini mungkin karena Rei terlalu sedih dan tidak bisa menahan itu. "Tidurlah."

Rei berdiri namun Ariastella masih di sana. Dia berdiri setelah berdoa dan masih mendapati Rei yang menunggunya.

"Rei.. Aku tau kau pasti tidak akan menjawab ini karena pastinya itu membuka luka lamamu, namun aku tidak bisa terus tidak tau. Apalagi setelah semua ini." Ariastella menghela nafas pelan. "Sebenarnya siapa penyihir hitam? Mereka seburuk itu?"

Rei terdiam sesaat sebelum mengangguk. "Aku bergabung dengan penyihir hitam saat masih sangat muda. Aku bahkan tidak tau siapa orangtuaku. Wanita itu menawarkan sesuatu yang aku butuhkan saat itu. Wanita itu tau aku punya potensi sihir, dia mengajariku semua. Hingga aku tau membedakan mana yang benar dan salah, aku berhenti mengikuti kegilaannya. Disana aku bertemu Nenekmu, dan aku akhirnya ikut dengannya. Ayah dan Pamanmu di benci karena mereka memiliki ciri khas tersebut padahal mereka adalah anak selir. Aku sudah mengenal mereka bahkan sebelum mereka lahir. Lalu, karena aku tidak mengikuti lagi sihir-sihir terkarang yang seharusnya di lakukan terus menerus ada yang aneh dengan tubuhku. Itu seperti penyakit yang tidak bisa di sembuhkan oleh medis. Ibumu bisa melihat masa depan, dia menceritakan jika hidupku mungkin tidak akan lama. Namun, kejadian buruk itu terjadi. Ibumu menghilang dan ditemukan tewas. Ayah dan Pamanmu tidak memiliki sekutu dan sejenisnya, aku akhirnya kembali pada para penyihir hitam itu. Kali ini bayarannya adalah darahku, aku memberikan semua. Aku tidak akan membiarkan ketidakadilan itu. Namun, aku semakin memburuk hingga aku pergi, kali ini wanita itu membiarkan aku pergi karena aku sudah di ujung nyawa. Tidak habis akal, aku pergi ke Pohon Yang Baik dan Buruk. Aku menukarkan semua hidupku agar aku bisa hidup. Itu kenapa kita bertemu di umur yang hampir sama saat itu, katakan saja aku terlahir kembali. Namun, yang menjadi dasarku tetap tidak bisa di ubah. Penyihir hitam sangat buruk, bahkan pemimpin mereka memiliki banyak pernikahan yang hanya dimanfaatkan saja, dia hanya menikahi orang-orang kuat dan meminum darah mereka sampai suaminya mati kehabisan darah."

Angin malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Cerita kelam itu yang selama ini ingin ia ketahui ternyata lebih buruk dari yang pernah ia bayangkan.

"Perempuan itu tau jika kau memiliki sihir yang kuat, itu kenapa dia meminta sebagai balasan saat membantu Ayahmu adalah dirimu. Kaillos sangat mencintai ibumu, namun kalian berdua tidak dapat di selamatkan. Perempuan itu akhirnya kembali lagi setelah tau kalau kau masih hidup. Ayahmu itu kuat, begitu juga Ibumu. Jika dia memilikimu maka dia akan kuat, itulah mengapa dia terus memaksa mendapatkanmu."

Ariastella diam. Apa masa depan yang ia lihat benar adalah pandangan dari ibunya? Masa depan itu telah ia lihat dan..

"Terima kasih sudah bercerita, Rei." Ariastella tersenyum. "Sekarang aku mengerti semua."

"Ayahmu sangat menyayangimu. Dulu dia mengira kau mungkin kiriman wanita itu yang ingin mempermainkannya yang tidak bisa lepas dari bayang-bayang Ibumu. Ternyata kau benar-benar hidup. Dia mencintaimu lebih dari yang kau tau. Kau dunianya." Rei melirik Ariastella yang meremas pelan mantel yang ia gunakan. "Dia akan melakukan apapun untukmu."

"Rei.. Jika aku tidak ada apa yang akan terjadi? Paman pasti masih ada disini, kan?"

Rei diam. Tidak ada balasan. Wanita itu memang telah menaikkan bendara perang, dia menginginkan Ariastella namun baik Kaillos ataupun Cassiel tidak akan memberikan Ariastella begitu saja.

Tersenyum kecil Ariastella menghela nafas. "Ya.. Wanita jahat harus berada di tempat buruk, kan?"

"Tenang saja. Semua akan baik-baik saja." Rei melirik Ariastella. Ini kenyataan yang tidak ingin Rei ceritakan pada siapapun, apalagi pada Ariastella. Gadis itu pasti akan merasa jika kematian Pamannya adalah kesalahannya.

Demi melawan wanita itu Pamannya rela meregang nyawa, demi menyelamatkan Ariastella. Itu pasti membuat Ariastella menyalahkan dirinya sendiri.

"Akhir-akhir ini Rei mengabaikan tugas."

Rei mengerutkan kening. "Aku?"

Ariastella mengangguk. "Ini sudah lebih dari seminggu, Rei tidak pernah mengajariku sihir lagi. Ceilo yang mengajariku, padahal itu tugas Rei. Ceilo sepertinya kelelahan karena mengajariku sihir dan pedang secara bergantian."

"Ah.. Benar. Aku lupa." Rei tidak bisa mengatakan jika dia melatih para penyihir istana untuk memperkuat sihir mereka untuk perang yang berada di depan mata. Dia juga tidak bisa melibatkan Ariastella, meskipun cepat atau lambat gadis itu pasti akan tau. "Besok akan aku ajari."

"Oke!" Ariastella tersenyum. "Oh, boleh aku pinjam beberapa buku dari perpustakaan? Lagipula aku sudah tau semua."

"Yang di sumur?"

Ariastella mengangguk pelan. "Ya. Aku penasaran beberapa buku, kalau Rei tidak keberatan."

"Ambil apapun yang kau butuhkan, asal jangan merusaknya."

Ariastella tersenyum. "Rei jadi baik."

"Diamlah. Kau terlalu banyak berkomentar, aku baik salah jahat juga salah. Jadi apa yang mau sebenarnya?" Rei melirik Ariastella yang terdiam sesaat sebelum tertawa. "Kau gila?"

Ariastella tertawa sesaat sebelum diam dan menatap Rei. "Kau bisa kena pasal pencemaran nama baik loh, kau mengata-ngatai anggota kerajaan."

Rei mengibaskan tangannya. "Lakukan saja kalau kau bisa."

Ariastella terkekeh sebelum berjalan bersisian dengan Rei yang berceloteh.

. . .

26 Mei 2024

Seperti yang aku bilang sebelumnya, yang baik hati tandai Typo dan kalau baik lagi judul 😭😭😭

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang