Ariastella semakin dekat dengan Hillary, berhubung keduanya perempuan dan tentu saat bertukar cerita mereka akan jadi heboh.
"Ya, Ceilo itu banyak yang menyukai. Bahkan para pelayan sering memberikan cokelat ataupun makanan untuknya." Ariastella berjalan disamping Hillary dan Tigera yang berjalan dengan santai disamping pemiliknya. "Kau tertarik pada Ceilo?"
Hillary menggeleng. "Aku hanya tidak sengaja melihat beberapa pelayan memberikan makanan pada Sir Ceilo."
"Dia menang populer." Sejujurnya kalau bisa dikatakan baik Ceilo maupun Rei, keduanya populer. Ceilo itu tipe yang selalu baik ke semua orang dan akhirnya orang lain akan jatuh hati karena kebaikan yang dilakukan oleh Ceilo. Sedangkan Rei lebih ke misterius jadi banyak yang penasaran, walaupun ditolak bahkan saat mereka tau Rei berumur ratusan tahun mereka tetap tertarik dan pada akhirnya tertolak. "Mereka berdua memang populer."
Hillary mengangguk. "Tuan Rei juga."
"Ah, sudahlah jangan bicarakan mereka." Ariastella mengibaskan tangannya. "Nanti mereka besar kepala."
Hillary mengangguk.
"Arisa!"
Ariastella tidak perlu berbalik ataupun sibuk menoleh agar tau siapa yang memeluknya sekarang. Itu pasti Pamannya.
Cassiel memegang kedua bahu keponakannya. "Kau sangat-sangat jahat, Arisa."
"Aku tidak melakukan apapun." Ariastella menghela nafas. "Bukannya Paman sedang rapat?"
"Sudah selesai tentu saja." Cassiel memeluk Ariastella erat. "Ya, ampun kau sudah sangat besar."
"Kalau begitu jangan peluk-peluk aku lagi." Ariastella agak mendorong Pamannya menjauh, tapi tidak berhasil. Ariastella hanya memasang wajah datar.
Cassiel melepaskan pelukannya. "Ada sebuah informasi penting."
"Apa itu?" Ariastella menyingkirkan secara perlahan tangan Pamannya dari bahunya.
"Kita akan pergi ke Kuil." Ariastella mengerutkan kening. "Kuil itu agak jauh dari ini, mungkin sekitar dua hari. Sayangnya kita tidak bisa menggunakan portal ke sana."
"Untuk apa ke Kuil?" Terakhir kali Ariastella keluar dari Istana dia hampir mati. "Paman ikut?"
Cassiel mengangguk. "Austun akan bekerja sedikit lebih keras untuk beberapa hari itu."
"Tapi untuk apa kita ke Kuil?" Ariastella mengerutkan kening. Kenapa pula harus pergi ke tempat seperti itu.
"Untuk mencari tau, kenapa kau masih belum memiliki sihir sampai sekarang." Itu Rei, dengan pakaian serba hitam yang biasa ia kenakan, dan rambut merah apel sedikit diikat. "Mungkin saja ada sesuatu."
Ariastella diam. Fakta bahwa dia tidak memiliki sihir memang agak buruk, semua anggota Kerajaan pasti memiliki sihir tapi dia tidak bahkan di usianya yang keeenambelas. Dia masih belum memilikinya.
"Ini bukan karena kau anggota Kerajaan jadi kau harus bisa sihir." Cassiel tersenyum, dia mencubit pelan pipi Ariastella. "Ini juga supaya kau bisa melindungi dirimu, tidak selamanya akan ada orang yang menolongmu. Setidaknya kau harus bisa melawan sedikit."
Ariastella mengangguk. "Baik, Paman."
"Arisa." Kaillos berjalan mendekat, membuat Ceilo dan Hillary menunduk. "Kita akan pergi besok."
Ariastella mengangguk. "Ke Kuil, kan? Aku sudah dengar dari Paman, Ayah."
Kaillos mengangguk, dia melirik gadis yang berada disamping Ariastella. "Dia juga akan ikut."
"Hanya untuk sedikit memastikan." Cassiel tersenyum. "Baiklah, kembalilah bermain." Cassiel mengacak rambutnya Ariastella gemas.
"Ayah!" Ariastella meminta pertolongan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAWS (2) - Ariastella
FantasíaThe Another World Series (2) - Ariastella Cerita berdiri sendiri. Sebuah kutukan membuat setiap anggota kerajaan baru akan mendapatkan 'ciri khas' dari keturunan Raja saat umur keenam. Dia hanya gadis biasa yang katakan saja bereinkarnasi atau hi...