4. Raja Berdarah Dingin

9.6K 1.3K 3
                                    

Ariastella menatap sekitar, dia menatap pepohonan dan pilar-pilar yang menjadi penyangga jalan yang mereka sedang lewati. Tepatnya seperti jalan di tengah taman. Ia tidak yakin apa namanya.

Berada di gendongan pesuruh Raja, Ariastella hanya diam. Gadis kecil itu menatap kebelakang, ada beberapa pengawal di sudut area. Istana ini sangat besar, dan mewah. Namanya juga Istana. Para penjaga yang ada di sana beberapa menatap Ariastella penasaran. Ya, tiba-tiba saja anak anak kecil di Istana, pasti aneh.

Sempat menangis dan sempat tidak mau pergi, Ariastella akhirnya dibawa ke istana setelah dibujuk. Padahal dia berumur dua puluh tahun tapi kenapa bisa-bisanya dia menangis seperti itu, mungkin pengaruh tubuhnya ini. Jangan salahkan dia, salahkan badan kecil ini.

Pintu besar dengan berbagai ukiran terbuka, Ariastella menatap ruangan luas yang memiliki lampu gantung super besar dan indah, serta lantainya yang sepertinya terbuat dari marmer. Tidak heran, ini istana. Tapi masa iya bisa dijadikan lantai, luar biasa.

"Yang Mulia."

Ariastella diturunkan, gadis kecil itu menatap seseorang di ujung sana. Tepat duduk di sebuah kursi besar dengan sandaran kursi yang sangat tinggi, dengan bentuk mahkota di puncaknya.

"Sudah selesai?" Mata ungu permata itu menatap bawahannya yang mengangguk. Mata itu lalu berpindah, menetap gadis kecil yang memiliki mata serupa dengannya. "Siapa namamu?" Katanya orang ini adalah Raja, sangat mirip dengan yang dibicarakan orang-orang untuk segi fisik.

Ariastella menatap sang Raja, pria dengan kemeja putih dan celana hitam kain serta sebuah jubah hitam polos yang di kenakan, berjalan mendekat. Sang Raja berjongkok, menyamakan tinggi dengan si gadis kecil. Sedangkan bawahannya langsung menjauh dan berdiri di pinggir ruangan.

"Aku benci mata itu."

Ariastella menatap mata yang katanya serupa dengan matanya itu. Padahal mata itu sangat indah.

"Namamu?"

"Arisa."

Sang Raja tersenyum, dia mengusap kepala gadis kecil itu sebelum berjalan menjauh. "Bawa dia."

***

Raja Kaillos, menatap beberapa berkas ditangannya. Hasil dari perang yang ia lakukan selama ini. Dia mendapatkan kejayaan.

Meski bukan itu yang ia inginkan, dia hanya melawan siapapun yang mengusik ketenangannya. Setelah hampir empat tahun berada di medan perang, dua hari yang lalu, tepatnya, dia kembali.

Dengan membawa kemenangan besar banyak yang memujinya, padahal mereka memberikan julukan Raja Berhati Dingin, Raja Tirani tapi juga memujinya karena berhasil menaklukkan lawannya. Dasar penjilat.

Apa saja, dia tidak peduli. Dia hanya melakukan apa yang ia anggap benar.

Mata Kaillos jatuh pada informasi mengenai identitas gadis kecil yang memiliki ciri-ciri keturunan Raja. Walau, tidak semua anggota kerajaan akan memiliki kedua ciri khas tersebut, ada yang hanya rambut atau hanya mata, ada yang tidak ada sama sekali. Namun, anggota kerajaan pasti akan berambut perak.

Kaillos menatap kertas dengan informasi jika Ariastella ditemukan di danau tanpa ada kejelasan lain. Hanya sebuah boneka dan gadis kecil itu.

Membawa gadis kecil itu ke istana hanya agar dia bisa melakukan hal yang ia mau. Kaillos tersenyum sinis, dia masih memiliki dendam tentu saja. Walau mata dan rambutnya sendiri mirip dengan orang-orang yang sangat ia benci, dia tetap tidak menyukai semua itu. Dia ingin menghancurkan semuanya.

Kaillos tentu tidak akan menganggap gadis kecil itu, lagipula belum terbukti apa gadis kecil itu adalah anaknya atau mungkin anak dari anggota kerajaan lain. Jika gadis kecil itu adalah anak dari anggota kerajaan lain, pasti akan meneyangkan.

Sekarang dia tau kenapa dia disebut berdarah dingin, dia tidak menyangkal jika rasa manusiawi dalam dirinya sudah hilang. Hatinya telah membeku, hanya ada dendam di dalam hatinya.

"Mungkin, akan seru jika aku bermain sebentar."

***

Kamar besar dengan ranjang empuk, serta pakaian yang cantik. Dia mendapatkan gaun cantik, bahkan rambutnya di atur.

Dia juga makan malam dengan makanan yang sangat enak, makanan yang tidak pernah ia rasakan saat berada di panti asuhan. Penghuni panti harus merasakan ini juga.

Berada di kamar dengan gaun tidur serta seorang pelayan yang membacakan dongeng. Rasanya ia seperti seorang Putri.

Akhirnya ada yang baik juga dari hidupnya, walau hanya sebatas daging panggang yang sangat enak di piringnya tadi.

"Yang Mulia memasuki kamar!" Suara pengawal yang berada di depan pintu membuat pelayan yang tadinya duduk, berdiri dan langsung menunduk.

Sang Raja masuk, dengan jubah hitam yang tampaknya menjadi ciri khas sang Raja.

"Kau tampak baik."

Ariastella tersenyum, jiwa anak-anaknya meronta-ronta. Apalagi saat dia melihat taman besar dari jendela kamarnya tapi pelayan yang menjaganya bilang dia bisa bermain besok.

"Aku suka!"

Kaillos tersenyum, dia menggerakkan tangannya, para pelayan dan pengawal yang ada langsung keluar. Menyisakan sang Raja dan gadis kecil berambut perak itu.

"Aku mau tanya sesuatu." Kaillos duduk di pinggir ranjang, dia menatap mata yang tampak berbinar itu, ah dia membenci itu. "Kau ingat siapa orang tuamu?"

Ariastella menggeleng. "Aku ditemukan di danau, tidak ada yang tau darimana asalku."

Kaillos mengangguk pelan. "Kau mau berkeliling besok? Ketaman."

"Aku mau!" Ariastella tersenyum sumringah.

Tersenyum miring, Kaillos mengangguk pelan. "Ah, aku ingin memastikan sesuatu. Aku butuh rambutmu."

"Untuk apa?"

Kaillos tersenyum. "Lihat saja nanti." Kaillos menarik sehelai rambut Ariastella. Ini akan dia berikan kepada kepala tabib agar di analisis, agar identitas anak kecil ini dapat terungkap. Sebenarnya ada hal lebih mudah tapi dia malas.

"Aku harus panggil apa?"

Mata yang begitu mirip saling menatap, yang satu dengan tatapan tajam yang sangat khas yang satu dengan tatapan polos bertanya.

"Siapa? Aku?"

Ariastella mengangguk. "Aku bingung harus memanggil apa." 

Kaillos ingin bersenang-senang, ia sudah bilang bukan. Lagipula tampaknya waktu gadis kecil ini tidak akan lama lagi.

"Ayah, kau boleh panggil aku Ayah." Kebaikan hati Kaillos harus diacungi jempol, tapi panggilan itu akan jadi sangat istimewa apalagi saat hari yang Kaillos tunggu akan datang.

"Ayah? Jadi kau Ayahku?"

Wow, hebat. Ariastella tidak menyangka jika dia memiliki Ayah seorang Raja. Dia pikir dia mungkin anak dari anggota kerajaan lain. Tapi ternyata dia adalah anak Raja. Luar biasa.

Kaillos tersenyum, dia mengusap rambut Ariastella. "Ya. Karena itu aku membawamu kemari."

"Ayah!"

Ariastella langsung melompat dan memeluk Kaillos. Kurang bahagia apalagi dia, anak Raja. Dia bisa hidup enak jika begini.

Kaillos tersenyum, dia membalas pelukan gadis kecil itu dengan seringai, sepertinya dia tidak jadi mengantar rambut gadis kecil ini ke kepala tabib. Sepertinya akan menyenangkan bermain peran Ayah dan anak. Insting Kaillos juga mengatakan jika gadis kecil ini bukan siapa-siapanya. Dia bebas melakukan apa saja.

"Besok kita sarapan lalu berjalan-jalan, oke?" Anggukan penuh semangat Ariastella membuat Kaillos tersenyum.

. . .

Update

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang