Langit perlahan mulai merubah cahayanya, matahari akan terbenam sebentar lagi.
Disinilah Ariastella, masih berada di kasur dengan beberapa kue dan camilan yang dibawakan oleh pelayan untuknya.
Penyihir bermata hitam kelam itu duduk bersandar pada tiang tempat tidur yang menjadi penyangga tirai-tirai yang menutupi ranjang dengan semangkuk buah anggur hitam yang sedang dimakan dengan mata menatap kearah Ariastella yang memakan berbagai macam kue sejak tadi.
"Kau mau?"
Rei menggeleng. "Aku tidak mau gemuk seperti babi, kau saja yang makan."
"Kau menyebalkan sekali sih." Ariastella memakan potongan kuenya dengan agak kesal. "Jangan buat nafsu makanku hilang."
"Ya, ya, ya, makan saja, jangan banyak protes." Rei meraih segelas air. "Bagaimana keadaanmu? Apa kau masih merasa tidak enak badan atau badanmu masih terasa dingin?"
"Kenapa kau bisa tau kalau badanku terasa dingin?"
"Kau masih merasa dingin?"
"Sedikit. Tapi tidak seperti kemarin."
Rei mengangguk. Mungkin dia harus melakukannya sekali lagi untuk memastikan racun sihir itu benar-benar bersih. Rei melirik Ariastella, untuk ukuran anak kecil gadis itu cukup kuat untuk menahan racun mematikan itu. Untunglah anak itu selamat, kalau tidak mungkin akan ada yang terjadi pada negara ini. Kaillos bukan orang yang memiliki kesabaran yang tinggi, Raja itu bahkan bisa tiba-tiba membunuh seseorang saat merasa bosan. Tapi lihatlah anak kecil dihadapannya ini, bahkan tidak ada rasa waspada saat pertama kali bertemu Rei yang notabenya masih orang asing saat itu. Sangat berbeda tigaratus enampuluh derajat.
"Rei."
Rei mengangkat alisnya sebagai jawaban.
"Kau benar-benar penyihir?"
"Kau mau aku pindahkan ke tengah laut detik ini juga?"
Ariastella menggeleng kuat. "Aku tidak bisa berenang, jangan."
Rei mendengkus. "Berhentilah memberikan pertanyaan bodoh."
"Kau kenapa menyebalkan sekali?" Ariastella memakan suapan terakhir kuenya. Penyihir dihadapannya hanya memberikan tatapan tidak peduli lalu fokus memakan anggur. Tapi setidaknya walau menyebalkan penyihir kecil itu tetap mengajaknya bicara, walau segala pembicaraan berubah menjadi perdebatan.
"Dia kelihatan lebih hidup."
Terlalu asik dengan dunianya, Ariastella tidak menyadari masuknya seorang laki-laki yang persis dengan Raja. Atau itu memang Raja? Tapi rambut laki-laki itu panjang. Ah..
"Kau mengingatku? Aku yang dihutan." Cassiel tersenyum, duduk dipinggir kasur tempat Ariastella bersandar.
"Tempat bertemu yang luar biasa." Rei menimpali, penyihir itu bahkan sampai menepuk tangan beberapa kali.
"Berhentilah sarkas." Cassiel melirik Rei yang mengangkat bahu. "Jadi, kau ingat aku?"
Ariastella mengangguk. Pantas saja saat melihat Raja rasanya ada yang berbeda meskipun warna rambut, mata dan wajah itu sama. Tapi ada sesuatu yang berbeda. Ternyata mereka memang dua orang yang berbeda. Mungkin mereka kembar.
Cassiel tersenyum. "Aku memang mirip Ayahmu, tapi aku bukan Ayahmu. Aku pamanmu, tapi kalau kau mau memanggilku Ayah juga tidak masalah."
"Ya, dan Kaillos akan memenggal kepalamu." Rei menimpali membuat Cassiel tertawa. "Dimana dia?"
Cassiel menatap Ariastella yang tampak menatapnya, seperti sedang menganalisis wajah Cassiel. "Arisa, kan?" Rei berdecak saat Cassiel mengabaikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAWS (2) - Ariastella
FantasiThe Another World Series (2) - Ariastella Cerita berdiri sendiri. Sebuah kutukan membuat setiap anggota kerajaan baru akan mendapatkan 'ciri khas' dari keturunan Raja saat umur keenam. Dia hanya gadis biasa yang katakan saja bereinkarnasi atau hi...