Membuka mata perlahan, Ariastella menggeliat pelan, badannya yang terasa lemas sudah lebih baik. Gadis kecil itu menoleh, dan tersadar jika dia berada di dalam pelukan sang Raja yang tidur di sampingnya.
"Pagi."
Mata yang mirip itu saling menatap. "Pagi."
Senyuman terbit di wajah sang Raja, sedangkan Ariastella hanya diam. Sejujurnya dia belum memaafkan Raja satu ini, tapi jiwa anak kecilnya yang pemaaf memintanya untuk memaafkan.
Sang Raja menyentuh pipi Ariastella, mengecek suhu badan gadis kecil itu. Tadi malam gadis itu mendadak panas tinggi, kata Austun efek racun itu tidak bisa hilang begitu saja. Sekalipun tabib hebat itu yang menangani, bahkan dengan penawar sekalipun, racun itu sudah terlanjur menyebar.
"Masih pusing?"
Ariastella menggeleng pelan. "Tidak." Gadis kecil itu batuk sekali, membuat Kaillos dengan cepat meraih gelas di atas narkas dan memberikan pada gadis kecil itu.
Meminum perlahan, Ariastella kembali berbaring diatas tempat tidur. Kaillos meletakkan kembali gelas berisi air di atas narkas.
"Bagaimana kalau kita sarapan?"
Ariastella menggelengkan kepala, sejujurnya dia masih merasa keanehan pada tubuhnya. Sepertinya pengaruh racun itu sangat kuat. Tubuhnya masih terasa dingin, tapi yang Austun katakan adalah kebalikannya, tubuhnya malah sangat panas. Mungkin racun itu memang dirancang dapat membunuh dengan cepat dan tepat, bahkan saat ada penawarnya.
Kaillos terdiam, dia menatap mata Ariastella yang tertutup. Nafas gadis kecil itu agak cepat dengan bibir masih pucat. Rambut perak dengan segaris warna ungu itu menjadi perhatian Kaillos. Boneka penuh hasil tambalan yang dipeluk gadis itu membuat rasa bersalah kembali bersarang dihati Kaillos.
Suara ketukan pintu membuat Kaillos menoleh, pintu terbuka dan masuklah seorang laki-laki yang sama persis dengan Kaillos. Dari wajah, rambut hingga mata. Yang membedakan hanyalah laki-laki yang berjalan mendekat ke tempat tidur itu memiliki rambut yang panjang hingga harus diikat, sedangkan Kaillos tidak, dengan sebuah anting di kiri telinga berbentuk bunga Bugenvil yang menjadi lambang kerajaan mereka.
"Bagaimana keadaannya?"
Kaillos menghela nafas. "Masih seperti kemarin."
"Aku sudah bilang padamu, Kak. Dia memang anakmu, tapi kau dan kegilaan dalam kepalamu itu memang selalu mengacaukan sesuatu." Laki-laki berambut panjang itu menggeleng beberapa kali. "Untung dia masih bisa selamat, kalau tidak?"
"Hentikan. Aku malas mendengar ceramahmu." Kaillos meraih jubahnya, memakai sebelum berdiri. "Dimana penyihir itu?"
Cassiel, laki-laki itu menatap Ariastella yang tertidur sebelum membalas ucapan Kaillos. "Dia ada disini. Dia agak berbeda, dia agak gila eksperimen sihir sampai akhirnya dia berubah jadi anak kecil."
"Hah?" Kaillos mengerutkan kening, dia duduk pinggir ranjang tempat Ariastella tidur. "Apalagi yang dilakukan kakek tua itu?"
"Dia bukan kakek tua lagi, bahkan sekarang umurnya mungkin sama dengan anakmu."
"Tepatnya, umurku tujuh tahun."
Anak laki-laki dengan jubah hitam, rambut merah ruby dan mata segelap malam masuk melalui jendela. Sekedar informasi, lokasi kamar yang digunakan sekarang berada dilantai dua.
"Itu dia." Cassiel melipat kedua tangannya didepan dada. "Kau datang disaat yang tepat."
Anak laki-laki itu berdecak, dengan langkah santai mendekat pada Ariastella yang tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAWS (2) - Ariastella
FantasyThe Another World Series (2) - Ariastella Cerita berdiri sendiri. Sebuah kutukan membuat setiap anggota kerajaan baru akan mendapatkan 'ciri khas' dari keturunan Raja saat umur keenam. Dia hanya gadis biasa yang katakan saja bereinkarnasi atau hi...