28. Pembaruan

4.2K 763 11
                                    

Informasi tentang datangnya Rei setelah sekian lama pergi sampai dengan cepat di telinga Liezel, gadis itu benar-benar tergila-gila pada Rei. Bahkan sudah di tolak berkali-kali bahkan Rei jelas-jelas tidak menyukai saja dia tetap kekeuh.

"Maaf." Levon meringis pelan, Ariastella terkekeh dia dan Levon berjalan ditaman sedangkan Liezel menghilang untuk mencari Rei. Liezel dan Levon sering datang, alsan Liezel tentu saja hanya Rei, bahkan sampai sekarang Ariastella dan Liezel tidak begitu akrab. Tapi Ariastella akrab dengan Levon, karena bisanya Levon selalu akan tidak dianggap jika Liezel sudah bertemu Rei. Kakak yang menyedihkan. "Sebenarnya dia mau datang kemarin, tapi Ayah kami melarang."

Ariastella menggeleng pelan. "Liezel benar-benar tergila-gila pada Rei."

Levon tersenyum. "Begitulah, tapi tentu saja Ayah kami tidak setuju. Tau lah."

Ariastella mengangguk. Levon benar-benar tumbuh dengan baik, baik hati dan tidak sombong meskipun banyak rumor tentang Ayah mereka. Walau selama Ariastella mengenal Levon dan Liezel mereka tidak seperti yang pernah Rei bilang. Bahkan Levon sangat populer di kalangan para bangsawan karena berwibawa. Itu bukan candaan semata, karena nyatanya memang seperti itu.

"Aku tidak menemukan dimana Tuan Reivant." Liezel dengan gaun berwarna kuning cerah kembali dengan wajah agak kesal. "Dimana dia?"

Ariastella menggeleng. "Aku belum bertemu Rei sejak pagi."

Liezel melipat kedua tangannya di depan dada lalu membuang muka. Putri Duke Laston itu berjalan pergi dengan seorang penjaga di belakangnya.

"Maafkan aku, Putri. Aku harus menyusul adikku." Levon menunduk, memberikan salamnya.

"Hati-hati di jalan." Ariastella melambaikan tangannya.

Sangat kentara jika Liezel kesal, bahkan sudah hampir tengah hari sejak kedua kembar itu berada di sini tapi Liezel tidak kunjung menemukan apa yang ia cari, Rei.

"Master sangat populer." Ceilo yang tadinya berdiri agak jauh dari Ariastella dan Levon ketika sedang berbincang mendekat.

"Kau tidak sadar kalau kau juga populer?" Ariastella melirik Ceilo yang tersenyum. "Bahkan pelayan-pelayan muda di tempat ini saja bisa berteriak hanya karena melihat kau tersenyum."

"Saya tidak seperti itu, Tuan Putri."

"Kau bahkan dapat hadiah dari beberapa pelayan disini, jangan kau kira aku tidak tau." Beberapa kali, bukan beberapa kali, tapi hampir setiap hari Ceilo akan mendapatkan hadiah, entah barang atau kue yang di buat oleh para pelayan yang jatuh hati pada Ceilo. Tapi memang pesona laki-laki berambut putih bagai salju ini luar biasa.

Menggaruk tengkuknya. "Ya, aku tidak enak menolak."

Meskipun terlihat berbeda, Ceilo masih sama seperti dulu. Kadang masih malu-malu. Itu membuat Ariastella kadang gemas pada penjaganya itu.

"Arisa."

Suara yang ia kenal membuat Ariastella menoleh, dia berjalan mendekat menuju Ayahnya yang di temani Austun.

"Selamat siang, Ayah." Ariastella memberikan salamnya sebelum tersenyum lebar.

"Kau tidak perlu melakukan itu." Kaillos melangkah dengan Ariastella yang ikut berjalan di samping. "Anak Duke Laston datang, bagaimana?"

"Liezel hanya ingin mencari Rei dan Levon tadi sempat berbincang denganku sebentar." Ariastella tersenyum, dia melirik Ayahnya yang mengangguk. Pernah dengar kata-kata semakin tua semakin menawan? Mungkin kata itu yang disematkan pada sang Ayah. Ya, bayangkan saja anak Ayahnya sudah berumur enam belas tahun tapi Ayahnya malah semakin populer, bahkan saat usianya semakin tua wajah maupun postur badan Ayahnya tidak berubah. Malah tambah membaik. Apa tidak semakin dilirik oleh perempuan diluar sana?

Cemilan dan teh beraroma manis menjadi isi dari meja yang kini berada di bawah naungan pohon bersama Ariastella dan Ayahnya yang duduk berhadapan sambil menikmati suasana. Walau cuaca agak terik tapi tampaknya tidak berpengaruh bagi mereka yang berada di bawah pohon yang rindang.

"Paman kapan kembali, Ayah? Paman pergi cukup lama." Paman dan penjelajahannya, paling saat Pamannya pulang nanti dia mendapatkan hadiah lagi. Itu kebiasaan Pamannya saat bepergian.

"Secepatnya."

"Aku penasaran kenapa Paman selalu bepergian, padahal dia bisa menyuruh orang lain tapi dia pergi sendiri." Ariastella meminum teh yang berada di gelasnya.

"Dia lama tidak bepergian karena senang ada kau," Kaillos melirik kolam kecil yang ada di samping mereka berteduh. "Jadi dia ingin pergi untuk waktu yang lama."

Walau dulu dia tidak suka saat Pamannya tiba-tiba mencium atau menganggunya dia tetap menyayangi Pamannya, walau dengan berat hati dia harus mengakui.

"Apa rambut Paman selalu panjang karena dia terlalu lama pergi dan tidak mengurus diri?"

Kaillos mengangguk. "Begitulah."

Ini fakta baru, selama ini dia hanya mengira jika Pamannya memiliki rambut panjang agar bisa di bedakan saja. Tapi ternyata ada alasan lain.

"Cassiel masih pergi?" Rei, yang rambutnya sedikit lebih panjang, berjalan mendekat. Setelah kembali rambut Rei memang lebih panjang. Liezel hampir gila setelah tau, itulah mengapa Liezel datang secepat mungkin walau berakhir tidak seperti keinginan.

Ariastella mengangguk. "Paman masih pergi."

Rei mengangguk beberapa kali, dia memakan sepotong kue yang sama dengan yang kemarin ia makan. Kue dengan banyak potongan buah.

"Ayah." Kaillos menoleh. "Aku akan pergi ke pesta teh, tapi boleh tidak aku mengajak Rei juga."

"Hei, aku bukan pengawalmu. Kenapa aku harus ikut?" Rei mendengkus, penyihir itu melirik Ariastella sinis. "Anak itu sudah cukup untuk menjagamu."

"Boleh."

"Hei!" Rei menatap Kaillos penuh protes. "Kau memang Kaisar tapi aku tidak akan mengikuti semua ucapanmu."

Kaillos meminum tehnya, dia menatap Rei. "Kau dan Arisa tidak beda jauh, kalian perlu menikmati masa remaja."

"Aku lebih dari seratus tahun." Rei mendengkus. "Aku tidak mau."

"Ini perintah."

Rei berdecak, dia menatap kesal Ariastella yang tersenyum sedangkan Ceilo di belakang gadis itu juga ikut tersenyum.

"Ayolah, aku benci keramaian. Aku hanya penyihir di tempat ini kenapa aku harus hadir di pesta semacam itu?" Bukan tidak bisa bersosialisasi hanya saja dia tidak nyaman berada diantara banyak orang.

"Kau dulu tidak sempat merasakan masa remaja, kan?" Kaillos menatap Rei yang membuang muka ke arah lain. "Nikmati selama masih bisa."

Rei berdecak. "Terserah." Penyihir itu berdiri dan berjalan menjauh.

Ariastella menatap panggung Rei, dia tidak begitu tau masa lalu Rei, selain fakta bahwa Rei membantu Ayah dan Pamannya merebut taktha.

"Ayah kenal Rei sejak kapan?" Sebenarnya dia penasaran, tapi informasi tentang Rei seperti sangat sulit untuk di dapatkan, bahkan Ceilo juga tidak begitu banyak tau.

"Sejak kecil." Kaillos bersandar pada sandaran kursi. "Tanyakan pada Pamanmu cerita lengkapnya, dia lebih banyak tau."

Ariastella mengangguk. "Rei, dia baik walau sering marah-marah."

Kaillos mengangguk. "Dia sudah seperti itu sejak dulu."

"Benarkah?" Ariastella terkekeh.

. . .

Rei Tsundere emang 🤣

Selamat menunggu lagi, aku lagi HIATUS jadi jangan tanya update kapan. Nanti kalau ada waktu pasti aku update.

Bye bye 👋

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang