49.

885 128 5
                                    

Nafas Kaillos terengah, dia menghempaskan pedangnya, membuang darah yang menempel di sana.

Dengan ramuan yang diberikan oleh para penyihir, seluruh pasukan dapat terbebas dari pengaruh sihir hitam yang mirip seperti racun.

Banyak dari pihak musuh yang telah tumbang, pihak mereka juga mendapatkan beberapa kesulitan namun peran para penyihir benar-benar membantu.

"Lama tidak bertemu, Kaillos."

Mata Kaillos melebar, menatap wanita berambut merah yang berjalan mendekat dengan ujung gaunnya yang terkena darah yang bercampur dengan tanah.

Seakan suara pertarungan yang ada tidak menghalangi, wanita itu perlahan mendekat dan berdiri beberapa langkah di depan Kaillos.

"Apa kabarmu?" Rosie tersenyum. "Sepertinya menjadi Ayah sangat menyenangkan ya."

Tatapan Kaillos berubah tajam, kali ini menatap penuh waspada. "Sebenarnya apa maumu?"

Wanita itu tersenyum. "Hanya dua yang aku inginkan darimu. Hanya dua."

"Pasti tidak masuk akal dan tidak berguna." Kaillos menatap sinis Rosie yang terkekeh pelan.

"Kau masih saja sarkas seperti dulu, Kaillos." Rosie tersenyum dengan tangan memegang pipinya sendiri. "Padahal yang aku minta hal sederhana, kau bisa mengabulkan semuanya dengan mudah padahal."

Kaillos tidak bodoh dan dia sudah tau apapun yang diminta oleh Rosie hanya berisi kehancuran pada umat manusia. Wanita ini dan pasukannya tidak lebih seperti pasukan mayat hidup yang berusaha tetap hidup dengan meminum darah orang yang dianggap mereka lebih kuat. "Apapun yang kau minta tidak akan pernah terjadi."

Rosie memasang wajah sedih. "Padahal aku sudah menyiapkan baju pernikahan kita."

Kaillos sudah tau jika salah satu tujuan Rosie adalah membuat Kaillos menjadi suaminya, yang tidak lain menjadi boneka untuk digunakan. Itu sama saja membuat kematian yang menyiksa.

"Putrimu cantik." Tatapan Kaillos berubah tajam menusuk pada Rosie yang tersenyum karena berhasil mengusik Kaillos. "Dia mirip dengan istrimu yang sudah menjadi mayat itu."

Rosie dengan cepat menghindar dari serangan Kaillos yang merobek sedikit gaun yang digunakan wanita itu.

"Hentikan, jangan sebut keluargaku dengan mulut busukmu!" Kaillos menatap Rosie yang tertawa.

"Ayolah, kau marah karena aku membunuh adikmu? Padahal itu bukan masalah besar, kenapa kau sangat emosional?" Rosie menatap gaunnya yang terdapat robekan. "Sebentar lagi kau juga akan mengikuti jejak adikmu, jadi dia tidak akan kesepian."

Dengan begitu Rosie menghilang begitu saja. Sepertinya memang hanya datang untuk mengusik Kaillos. Mengacaukan isi kepala Kaillos.

"Ayah baik-baik saja?"

Suara itu membuat Kaillos menoleh kaget, matanya menatap penuh terkejut pada seorang gadis yang memeganginya yang hampir terjatuh ditanah.

"Arisa? Apa yang kau lakukan disini?" Kaillos memegang kedua bahu Ariastella. Bagaimana gadis ini ada disini? Seharusnya dia berada di tempat teraman saat ini. Kenapa dia malah berada di tempat paling berbahaya?

Ariastella memegang tangan Ayahnya. "Tenang, Ayah. Aku datang bukan tanpa alasan dan tanpa rencana."

"Tidak, Arisa. Kau tidak bisa berada disini." Kaillos menggeleng, dia menarik tangan Ariastella dari tengah perang yang sedang berlangsung.

"Ayah!" Ariastella melepaskan tangan Ayahnya yang menariknya. "Aku akan melawan juga."

"Arisa, ini demi keselamatanmu." Kaillos tidak bisa kehilangan lagi. "Kembalilah."

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang