39. Ibu

2.2K 303 16
                                    

Kuil dengan pilar-pilar besar, dengan beberapa pohon besar yang ada di empat arah mata angin, dengan akar-akar berukuran besar yang tampak seperti mengelilingi Kuil tersebut.

Ditengah-tengah Kuil itu terdapat sebuah pohon yang ukurannya agak lebih besar dari empat pohon yang mengitari Kuil. Pohon yang dikatakan hanya memiliki dua musim, yaitu musim semi dan musim gugur. Daunnya berwarna oranye dengan bunga-bunga berwarna putih.

"Kau mau pohon itu?"

Ariastella menoleh, langsung cepat-cepat menggelengkan kepalanya saat Ayahnya bertanya. Mungkin karena dia memperhatikan pohon itu cukup lama.

"Tidak. Aku hanya agak takjub saja." Ariastella tersenyum. Oh, jangan sampai dia salah bicara dan malah membuat pohon Kuil ini pindah ke Istana dalam waktu semalam.

Kaillos mengangguk. "Baiklah."

Ariastella hanya tersenyum.

Mereka sampai di sebuah tangga yang cukup tinggi kalau bisa dibilang, tangga yang mengarah ke sebuah sumur yang selalu menampilkan langit malam.

Sumur yang dalamnya sampai tidak pernah terdengar dasarnya saat dilemparkan batu atau koin, jika di lihat bagian dalam sumur itu akan mirip dengan langit pada malam hari yang penuh dengan bintang.

Katanya disitulah keajaiban terjadi.

Sedangkan sebuah kolam kecil yang airnya mengalir dari salah satu akar pohon yang mengitari Kuil ini adalah air yang katanya bisa menyembuhkan apa saja.

Kedengaran seperti promosi suatu produk di dunianya dulu.

"Selamat pagi, Yang Mulia." Seorang pendeta yang tampaknya cukup berumur menyambut rombongan Kaisar yang datang. "Bagaimana perjalanan anda, Yang Mulia?"

"Baik." Kaillos mengangguk. "Kau sudah tau kenapa aku kemari."

Pendeta itu menunduk. "Saya mengerti, Yang Mulia."

Beberapa pendeta lain membawa kursi dan mempersilakan Ariastella untuk duduk, begitu juga dengan Kaillos.

"Yang Mulia, maaf. Tangan Anda." Pendeta itu mengulurkan tangannya ke arah Ariastella.

Memberikan tangannya setelah diangguki oleh Ayahnya, Ariastella hanya diam saat pendeta itu menatap telapak tangannya lama.

"Apa ada yang salah? Kenapa dia tidak bisa sihir?" Rei, berdiri tepat di samping Ariastella, memperhatikan Pendeta yang menatap tangan Ariastella lama.

Pendeta itu meminta agar dibawakan air dari pohon suci, yang tidak lain dan bukan adalah pohon yang bisa menyembuhkan semua penyakit. Katanya.

"Ini tidak beracun, kan?" Rei menatap gelas ditangan Ariastella. "Apa? Hanya bertanya." Rei mengangkat bahu saat Ariastella menatapnya lama.

"Air ini selain bisa menyembuhkan, tapi bisa juga mengarahkan." Setelah Ariastella meminum air tersebut, Pendeta kembali membaca garis tangan Ariastella. "Yang Mulia memiliki sihir, tapi tersegel dengam sesuatu yang cukup kuat."

"Apa hal buruk?" Ariastella bertanya.

"Tidak," Pendeta itu menatap lagi telapak tangan Ariastella. "Ini bisa di buka, tapi agak sulit."

"Lakukan." Kaillos menatap Pendeta itu. "Kau mau, kan?" Kaillos menatap Ariastella yang mengangguk pelan.

"Lakukan, Pendeta." Ariastella tersenyum.

Sebuah upacara dilakukan, katanya ini salah satu upacara yang cukup sakral.

Ariastella dipakaikan pakaian serba putih dengan tangan dan wajahnya diberikan semacam bubuk berwarna merah, katanya itu untuk pertanda. Kalau warnanya hilang maka prosesi selesai.

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang