16. Tak Terduga

7.1K 1.1K 17
                                    

Pendeta, Suster Ester dan yang lain kembali ke gereja setelah pamit pada Ariastella di Istana, sebenarnya mereka masih mau berkeliling sebentar lalu kembali, tapi mereka sekalian pamit karena belum tentu bisa pamit saat mereka selesai berjalan-jalan di kota. Ariastella ingin ikut, tapi tau lah mana mungkin si Raja berkuasa itu akan memberikan izin. Daripada nantinya penghuni gereja kena masalah, lebih baik ia menahan diri.

Sudah hampir makan malam, Ariastella berada di kamar. Dia kelelahan, setelah mandi dia tidur hingga tidak sadar sudah hampir waktunya untuk makan malam.

Kamarnya kosong, tampaknya Loria ingin Ariastella untuk tidur tanpa terganggu. Ini sudah terlalu malam untuk mandi lagi, ia rasa Loria akan datang sebentar lagi untuk memanggilnya ke bawah untuk makan malam.

"Selamat malam."

Ariastella menoleh, kaget melihat sosok berbaju serba hitam yang duduk di pinggir tempat tidurnya. Dari mana? Kamar ini tadi hanya berisi dirinya, kenapa ada orang lain?

"Kau siapa?"

Ariastella meremas boneka beruang memiliknya, sisi jiwa dewasanya tentu tau jika orang yang wajahnya tertutup hingga hanya terlihat mulut itu bukan orang baik-baik.  Mana ada orang baik-baik masuk secara diam-diam ke kamar seseorang.

"Tuan Putri tampaknya orang yang cermat walau masih belia." Suara laki-laki itu serak, senyuman yang terlibat mirip seringai itu membuat Ariastella agak takut.

Rei, dimana penyihir itu biasanya penyihir itu sering ke kamarnya, tapi kemana sekarang. Ariastella benar-benar butuh pertolongan.

"Hei."

Ariastella tersentak saat tangan dingin itu menyentuh pipinya tapi dia tidak bisa bergerak, padahal dia ingin menepis tangan dingin itu darinya tapi dia tidak bisa.

Bahkan saat tangan dingin itu berada di lehernya, perlahan menekan dengan kuat dia masih tidak bisa bergerak.

Air mata keluar dari sudut mata Ariastella, nafasnya tercekat. Sekuat tenaga melawan, tapi dia tidak bisa melakukan apapun, dadanya sesak, lebih sesak dari saat dia meminum racun itu. Rasanya paru-parunya panas, rasanya seperti terbakar karena tidak ada pasokan udara yang masuk.

Pandangan Ariastella perlahan kabur, dia tidak bisa menarik nafasnya sekuat dia mencoba.

Hal terakhir yang ia dengar adalah suara kaca yang pecah, setelahnya dia tidak tau apa-apa.

Dingin.

***

"Tuan Putri berada di kamarnya, Yang Mulia." Suara Austun di balas anggukan oleh Kaillos. "Ini hampir waktunya makan malam Yang Mulia."

Kaillos menghela nafas. "Setelah makan malam akan aku lanjutkan." Kaillos berdiri dari kursinya, dia berjalan keluar dari ruangannya.

"Hei hei," Cassiel menyapa, rambut panjang Cassiel kali ini tergerai begitu saja. Kalau orang yang tidak tau, pasti akan mengira Cassiel perempuan saking cantiknya rambut Duke itu.

"Kau mau kemana?"

Cassiel tersenyum. "Aku mau memberikan hadiah pada keponakanku, dia baru menjadi bagian resmi dari Kerajaan ini. Dia orang penting sekarang."

Kaillos mengangguk.

"Sebenarnya aku kemari karena Rei bilang ada sesuatu yang melewati penghalang Istana, aku hanya ingin memastikan keponakanku baik-baik saja."

"Ada apa?" Kaillos mengerutkan keningnya. "Siapa yang masuk?"

"Kau tau, karena banyaknya orang yang datang ke Istana, Rei sedikit melonggarkan pelindung Istana karena pelindung itu kadang terlalu sensitif takutnya malah membuat masalah baru. Sekarang mereka sedang memperbaharui lagi."

TAWS (2) - AriastellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang