Ha-Shain (4)

198 13 2
                                    


Malam ini akan dilaksanakan acara ulang tahun Aunty Haena, aku tidak perlu bersusah payah melakukan apapun kecuali duduk manis disudut ruangan sambil mengawasi orang-orang yang sibuk dengan pekerjaan mereka. Ballroom hotel sudah disulap menjadi tempat yang sangat megah dan juga bernuansa klasik, para tamu undangan diminta memakai baju seperti jaman kerajaan Inggri, aunty Haena tidak menyia-nyiakan kesempatan merayakan momen ulang tahun nya, apalagi dengan keuangan yang mendukung pasti tidak akan sulit bagi keluarga mereka. Aku terlalu menikmati hidangan yang tersedia, sampai tidak sadar kalau hampir separuh tempat sudah diisi oleh tamu yang datang. Aku belum melihat tanda-tanda kedatangan Habib, mencoba mencarinya ditengah keramaian tapi masih tidak terlihat.

Kamu harus sabar, Shain!

Kata-kata itu sebenarnya tidak berpengaruh pada ku tapi aku senang bisa menyemangati diri sendiri, setelah lampu ruangan meredup dan alunan musik mozart diputar aku mulai lagi merasakan denyutan ditangan kanan. Gemetar yang tidak akan pernah hilang sampai kapan pun. Sekali lagi aku mencoba menghirup udara sebanyak mungkin untuk menenangkan degub jantung yang berdebar cepat, keringat yang mulai membuatku merasa sejuk sangat mendukung agar pemikiran ku untuk segera lari.

"Disini lo, gue kira gak akan datang".

Aku memang berencana tidak mau datang ke acara ini tapi tatapan Aunty Haena kemarin membuatku membulatkan tekad untuk berani hadir, biasanya aku hanya akan memberikan kado setelah perayaan besar tapi tahun ini Aunty Haena meminta khusus padaku untuk ikut bergabung dengan keluarga mereka.

"Lo sendiri dari mana? Kirain masih tidur". Habib duduk dikursi yang terletak diseberang meja, ia terlihat tampan dengan pakaian seperti itu, aku mengingat kapan memang nya ia terlihat jelek rasanya tidak pernah.

Aku tidak terlalu tertarik membalas tatapan Habib namun kesunyian yang melingkupi kami membuatku merasa risih, entah kenapa ia melihatku dengan cara yang berbeda malam ini.

"Ada apa?" Lidahku ini memang tidak bisa dikontrol dengan baik.

"Kenapa?" Aku memutar mata tak suka.

"Lo mau ngomong sesuatu sama gue? Dari tadi liat gue kayak mau makan, ada apa? Bilang aja".

Kali ini aku harus memandang wajahnya kalau tidak, ia masih tidak akan menjawab pertanyaan ku dan apa yang dia sembunyikan tak akan pernah diungkapkan. Dan aku benci merasa penasaran dengan isi kepala pemuda itu.

"Gue dijodohin sama Shanum."

Sebenarnya aku tidak perlu terkejut dengan hal ini, karena sudah dari lama aunty Haena meminta ku berkata jujur soal sikap Habib yang selalu tak peduli pada para gadis yang mengejarnya. Aku juga tidak mengerti kenapa aunty Haena merasa takut kalau Habib tidak laku, padahal kalau dia percaya pada anaknya mungkin sebuah perjodohan bukanlah pilihan yang bijak. Semua orang berhak menentukan pilihan mereka, termasuk Habib. Aku turut kasihan pada nya.

"Gue tahu, terus kenapa? Lo gak suka?"

Aku melihat kemarahan dalam sepasang mata Habib, yang aku tidak mengerti kenapa dia harus marah. Shanum gadis yang baik, dia pintar dan juga ramah, aunty Haena sangat menyukai nya meski aku tetap yang pertama tapi ya Shanum tidak terlalu buruk untuk dijadikan sebagai menantu apalagi Habib dan Shanum berkuliah ditempat yang sama, pasti mereka tidak akan kesulitan untuk membangun sebuah hubungan dan kepercayaan satu sama lain.

"Lo sendiri gimana?" Kepalaku memang tidak cerdas dalam menangkap sebuah ungkapan seperti yang ditanyakan oleh Habib, aku hanya tidak paham dia menanyakan apa.

"Maksudnya gimana? Emang gue ada andil apa dalam urusan keluarga lo?"

Kali ini aku membuang muka kesembarang arah, aku tahu Habib kesal dengan pernyataan ku barusan tapi bukan kah itu semua benar. Aku tidak ada sangkut pautnya dengan masalah keluarga mereka.

LIMERENCE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang