Shaina pulang dengan pakaian basah, dia nekad berjalan mencari taksi ditengah hujan deras. Ketika sampai dirumah Aisyah langsung menyelimuti gadis itu dengan handuk. Saat ditanya kenapa dia bisa kehujanan, Shaina tidak memberikan jawaban memuaskan dia beralasan bahwa tadi bermain hujan bersama Habib. Sampai sekarang pun lelaki itu masih belum menghubungi nya, kalau pun dia menelpon Shaina tidak akan tahu karena nomor Habib telah ia blokir. Memasukkan kedalam daftar blacklist contact, ia masuk kekamar dan langsung menuju kamar mandi. Shaina sudah kedinginan namun ia masih ingin berendam air hangat, jadi membawa bantal anti-pegal dan meletakkan dipinggiran bak mandi menuangkan sabun cari cukup banyak, membuat busa.
Dia melepaskan seluruh pakaian, melangkah perlahan kedalam bak mandi lalu menenggelamkan diri. Kalimat Shanum yang mengejek nya soal menyakiti diri sendiri sangat mengganggu, Shaina tahu dia kesulitan berhadapan orang asing tapi bukan berarti dia memiliki kelainan jiwa yang bisa membuat dirinya tanpa sadar menyakiti. Dia normal, mungkin Shanum yang sudah tidak waras. Pada akhirnya dia dan Habib akan selalu bersama, mereka sudah mendeklarasikan perasaan masing-masing dan berjanji untuk tak saling meninggalkan apapun yang terjadi. Shaina belajar dari mama tentang menjaga kepercayaan, Habib salah karena mengkhianati Shaina tapi lelaki itu pantas mendapatkan kesempatan, lagi pula Shaina memang bukan gadis yang gampang menerima kenyataan. Jelas sudah kan bagaimana diri Shaina, gadis itu akan takut bila mama menyakiti dirinya dengan cara yang kasar. Orang lain masih mampu dia pahami, tapi ibu sendiri tidak bisa. Nafasnya hampir habis, Shaina menimbulkan kepala kepermukaan menghirup udara sebanyak mungkin. Dia mengusap wajah dari busa yang menempel, aroma yang berasal dari sabun mandi membuat pikiran nya sedikit tenang. Meski tak sepenuhnya hati Shaina membaik, tenang sudah cukup menjernihkan akal sehatnya.
Ia menyelesaikan mandi satu jam kemudian, memakai piyama pendek warna hitam polos lalu keluar. Perutnya lapar karena dingin, menuju dapur dimana Aisyah dan papa ternyata sedang mengobrol. Mereka terlihat senang, papa mengupaskan kulit mangga muda lalu diberikan pada sang mama.
"Mama makan mangga muda, gak sakit perut?"
Insiden kemarin membuat Aisyah lupa jika Shaina masih belum mengetahui kehamilan nya, gadis itu memang tak melihat raut kedua orangtua tapi entah mengapa Aisyah merasa kalau Shaina berbeda dengan Shaka. Aiden hanya diam melihat wajah istri, memberikan pandangan bertanya yang langsung dijawab Aisyah dengan gelengan kepala.
"Mama gak goreng bakwan ya?" Shaina membuka penutup wadah tempat lauk, mencari bakwan tapi tidak ada.
"Goreng kok, udah gak ada ya? Kayak nya habis deh, Shain". Perempuan mendesah kecewa tapi tak membuatnya urung mengambil secentong nasi, bersama lauk-pauk yang tersedia.
"Besok pagi aku mau bawa bekal ya ma, bakwan aja yang banyak. Yang didekat butik gorengan nya selalu gak ada bakwan, jadi males beli". Shaina mulai makan tanpa merasa aneh dengan sikap orangtuanya yang terus memperhatikan, melihat tingkah putri mereka yang seperti ini Aisyah jadi sangsi kalau Shaina bisa menerima kabar hamil. Shaina tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memiliki ibu baru, maka bersama Aisyah dia meluapkan semua perasaan ingin disayang dan diperhatikan.
Aiden mengelus bahu istri lalu tersenyum.
"Siap. Besok pagi mama buatin, ngomong-ngomong tadi tumben Habib gak mampir?" Shaina sempat menghentikan suapan tapi tak lama, ia melanjutkan makan.
"Kan kita main hujan ma, jadi aku suruh dia cepat pulang. Baju kami basah semua". Orangtua Shaina membentuk mulut menjadi O, Aiden kembali menyuapkan mangga kepada Aisyah.
"Shain, kalo seandainya mama hamil, kamu gak marah kan?" Kalau sudah melemparkan pertanyaan to the point, itu pasti papa. Shaina menaikkan pandangan kepada kedua orangtua dan mengernyit aneh.
"Maksud papa? Aku mau punya adek lagi?" Dia beralih kepada Aisyah yang menatap sendu wajahnya, Shaina tidak terpikir soal ini jadi sedikit aneh membahas soal adik.
"Mama hamil?"
"Iya, mama kamu hamil. Did you have any problem with this, Shain?"
Lama Shaina tertegun sambil berpikir maksud pertanyaan papa, masalah apa memang nya yang akan Shaina dapatkan jika mempunyai satu lagi adik selain Shaka. Kalau kehadiran adik lagi bisa membantu rumah ini semakin damai, kenapa tidak.
"Enggak pa, aku gak ada masalah. Tapi kenapa kalian nanya seolah-olah aku gak akan terima dia?"
Aiden dan Aisyah lega dengan jawaban Shaina, kalian tahu kan bagaimana susahnya menerima kehadiran anggota keluarga baru. Apalagi saat Shaina sudah berumur sedewasa ini.
"Mama cuma gak mau kamu menjauh karena hal ini."
"No, papa. Aku senang, punya adik lagi gak masalah. Karena kalo cuma Shaka, dia sama sekali gak berguna!"
"Apa maksudnya gak berguna?"
Pemuda itu muncul dengan wajah tersinggung, Shaina cepat-cepat menghabiskan nasi dan mengambil air minum yang sudah dituangkan Aisyah kemudian lari ke kamar.
"Kamu emang adek yang gak berguna, Shaka. Gak pernah mendukung kakak untuk menjadi pengangguran setia!" Teriak Shaina dari dalam kamar, membuat Shaka mengejarnya tapi sayang pintu sudah dikunci.
"Awas ya kalo ada apa-apa ngadu, dasar bocah SD!"
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE (COMPLETED)
ChickLitCover by : Pinterest (Edit by Me) Author note : NO CHILDREN (21+) Sedang Revisi (◍•ᴗ•◍)❤ Start : 1 Agustus 2021 End : 10 Agustus 2021