Ha-Shain (37)

118 17 1
                                    

Dokter sudah menjelaskan semua yang perlu dilakukan oleh Shaina ketika pulang kerumah, kondisi nya sudah baik-baik saja. Pingsan kemarin disebabkan oleh syok, gadis itu sudah banyak melihat keributan yang dibuat oleh ibunya sendiri. Kemarin masih tidak sebanding dengan yang sudah berlalu. Aisyah mendengarkan semua perkataan Dokter tanpa terlewat satu pun, ia juga meminta vitamin yang biasa Shaina konsumsi, Haena setia berada disamping nya. Mereka belum lama mengenal tapi sudah sangat dekat, setelah semua selesai. Barulah mereka keluar dari rumah sakit, Habib sudah menunggu didalam mobil. Shaina ikut pulang bersama nya, sedangkan para ibu menaiki kendaraan sendiri. Gadis itu masuk kedalam mobil dengan wajah lega, akhirnya semua baik-baik saja.

"Mau langsung pulang atau jalan dulu?" Pemuda itu memutar kaca spion agar bisa melihat wajah Shaina, ia tak menjawab pertanyaan lelaki itu dengan cepat tanpa berpikir lebih dulu. Habib menyalakan mobil dan mulai berjalan keluar dari parkiran rumah sakit, begitu juga dengan mobil ibu.

"Jalan dulu juga boleh, lo ada tujuan emang nya?" Habib mengangguk, Shaina pun melakukan hal yang sama. Mereka tak mengeluarkan suara lagi, percakapan yang singkat menjelaskan tujuan mereka harus kemana. Habib menelpon ibu untuk memberitahu kalau mereka akan pergi sebentar, Shaina menyandarkan kepala dikaca mobil yang gelap. Kepala nya masih tak mau berhenti memikirkan soal Habib dan perjodohan nya, Shaina bukan orang jahat disini tapi kalau status nya dan Habib hanya sebatas sahabat tapi sudah berani melakukan sesuatu diluar batas, Shaina tidak yakin mereka bisa menahan diri terus-menerus. Apalagi sampai Shanum tahu, apa yang akan dipikirkan orang-orang padanya.

"Lo sama Shanum gimana? Kayak nya adem ayem aja, udah mulai suka?" Shaina tidak harus menanyakan hal itu disaat mereka bahkan sudah melewati batasan yang ada.

"Gue gak ngerti maksud lo nanya begitu, terus terang sama gue, Shaina. Lo mulai takut kehilangan gue kan?” Habib bukan peramal, dan Shaina yakin bahwa pernyataan itu hanya kebetulan yang benar.

"Gue cuma nanya, gak ada urusan nya sama takut kehilangan lo. Emang lo mau kemana sampai gue harus merasa kehilangan?"

"Shaina, Shaina. Heran gue sama sikap lo yang kayak gini, lo bukan anak kecil lagi Shain. Begitu juga gue, membiarkan gue sama Shanum itu artinya lo harus siap jadi orang lain yang gak bisa gue prioritaskan lagi."

Mobil berhenti disebuah kafe, tempat yang selalu mereka datangi berdua jika sedang ada waktu luang. Apalagi jika Habib libur kuliah, sejak sekolah mereka sudah mengenal tempat ini. Shaina tidak bisa berada dikeramaian, namun tempat ini tidak sering didatangi orang. Mungkin karena lokasi nya yang cukup jauh, dibelakang gedung tinggi, meski begitu mereka memiliki tempat yang aestetik. Shaina suka kenyamanan disini. Mereka turun sendiri, tidak perlu berlebihan jika hanya sekedar membuka pintu. Shaina bukan gadis seperti itu, yang mengharapkan sikap manis dari seorang lelaki. Karena seumur hidup, tanpa ia minta Habib selalu melakukan nya. Mereka persis sepasang kekasih ketika berjalan bersama, sebelah tangan Habib yang merangkul pinggang mungil Shaina, tatapan tajam milik nya dan tak ada senyum ramah sedikit pun. Habib bisa tampil dingin didepan banyak orang, tidak selalu hanya terkadang ia sering melakukan mode wajah dingin.

Shaina menunjuk tempat duduk yang biasa mereka tempati, Habib pun hanya mengikuti langkah gadis itu. Setelah nya mereka memesan makanan, tidak banyak seperti selalu karena Shaina masih belum selera untuk makan banyak. Hanya ada 2 piring Spicy chicken wings, dan jus semangka. Shaina mengambil satu sayap ayam, tidak sengaja bersentuhan dengan tangan besar milik Habib. Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya, gerakkan tangan nya sangat cepat jadi ia menahan suapan Shaina dan membawa tangan gadis itu ke mulut nya. Dia melakukan gerakan itu dengan sensual dan penuh perasaan, Shaina pikir lelaki ini benar-benar sudah memasuki tahap tidak akan bisa sembuh lagi. Tingkah nya menggelikan tapi jantung berdebar keras.

Setelah menggigit sayap ayam dari tangan Shaina, Habib mencium punggung tangan dengan tatapan menggoda yang menggetarkan bagian tertentu tubuh Shaina. Sial

"Kalian ngapain?"

LIMERENCE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang