Ha-Shain (27)

119 16 6
                                    

Shaina memakai tas kecil sebagai tempat menyimpan ponsel dan alat-alat lain, tidak banyak isi nya selain dari uang kas untuk jaga-jaga jika ada keperluan mendadak, maskara dan pelembab bibir. Shaina hampir tidak pernah menggunakan kartu kredit untuk belanja atau apapun sebagai alat pembayaran, dia lebih suka membawa uang tunai. Menurutnya, kartu kredit terlalu beresiko jika dibawa oleh orang seperti dirinya, Shaina ceroboh dan dia sadar diri. Maka dari itu ia tak mau kehilangan banyak kartu hanya karena lupa menyimpan, patah dan lain-lain.

Gadis itu keluar kamar, pergi kedapur untuk sarapan. Sudah ada orangtua dan adik nya menunggu, ia tersenyum seperti biasa seakan tidak menyembunyikan kegugupan sama sekali. Dia mungkin belum terbiasa bertemu banyak orang, selama seminggu bekerja di butik membuatnya harus bertahan demi mengubah ketakutan nya agar tidak memenjarakan diri Shaina.

"Selamat pagi, pa ma, Shaka". Sapa nya ramah, langsung ambil tempat disebelah Aisyah yang mengusap rambut panjang Shaina.

"Sarapan dulu Shain." Shaina mengangguk dan mengambil dua centong nasi goreng, bau nya sudah menggugah selera. Sejak memiliki ibu lagi, Shaina dan Shaka terawat dengan baik, mulai dari makan tiga kali sehari, pakaian yang tersusun rapi juga cemilan sehat yang selalu Aisyah sediakan untuk anak-anak. Meski ada mbak, namun wanita itu ingin merawat anak suami nya dengan tangan sendiri. Jadi tugas mbak hanya membersihkan rumah, atau jika Aisyah mengalami kesulitan dia boleh membantu. Taman yang dari dulu kosong kini sudah banyak sekali tanaman, jenis keladi mahal yang banyak diincar oleh pencinta tanaman, mawar dan anggrek semua lengkap.

Shaka tidak terlalu banyak memperhatikan keadaan sekitar nya, dia fokus pada video yang dia tonton untuk dipraktek kan minggu ini sebelum lomba baru lagi dimulai. Ia membutuhkan banyak keahlian dalam mendalami sebuah gerakan baru dalam renang, meski kedengaran nya mudah bagi Shaka apa yang dia kerjakan tidak boleh sampai gagal.

Ayah Shaina menyelesaikan sarapan, mengelap bibir lalu menatap Shaina yang juga sudah selesai.

"Ikut papa ya Shain hari ini, mama kamu ada kerjaan mau jemput oma dan opa kesini. Gak papa kan?"

Shaina melihat wajah ibu tirinya sekilas, hendak bertanya tapi ia urungkan.

"Gak apa-apa, tapi pulang nanti mama jemputkan?" Pria itu menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan sikap Shaina yang menempel pada sang istri.

"Emang kalo pulang sama papa beda ya?" Pria itu hanya ingin tahu apa jawaban putrinya, ia senang mendapati Shaina akrab dengan Aisyah.

"Gak juga sih pa, tapi kalo sama mama kan enak bisa ngobrol dulu sama tante Rani. Sama papa nanti langsung pulang gitu aja".

"Nanti pulang nya sama mama, sekalian ngajak oma jalan-jalan. Biar papa yang temani opa main catur, gimana?"

Shaina mengangguk cepat tanda setuju, sungguh Shaina adalah gambaran anak rumahan yang manja dan rapuh. Tingkah nya kadang membuat orang berpikir jika gadis itu masih belia, apalagi wajah Shaina yang imut. Postur tubuh yang mungil, semakin menambah kesan bahwa gadis itu masih layak disebut remaja.

"Yuk berangkat, nanti kamu telat." Shaina mendekati Aisyah, mencium sekilas pipi ibu nya. Melihat Shaka yang tak terganggu sedikit pun, ia juga mencium sebentar pipi pemuda itu yang hanya dibalas lambaian oleh Shaka.

"Mas pergi dulu ya, hati-hati nanti jalan nya". Aisyah menyambut tangan suami nya, mengantar sampai pintu depan dan membiarkan suami serta anak pergi bersama.

"Shaka kamu berangkat jam berapa nanti?"

"Jam sepuluh ma". Jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel, bukan berniat tidak sopan tapi Shaka memang seperti itu.

"Jam delapan mama mau keluar jemput oma di bandara, kamu gak apa-apa kan?"

Pemuda itu mengangguk tak masalah.

"Mama hati-hati nanti, jangan lupa jaga diri. Shaka gak mau adek nya kenapa-napa". Tubuh Aisyah membeku mendengar perkataan Shaka, ia merasa ada sengatan listrik yang membuat tubuh nya meremang.

"Shaka. ."

"Mama gak perlu menyembunyikan nya dari aku atau pun Shaina, mama lihat sendirikan gimana dia. Lagi pula, udah saat nya kita menerima anggota baru". Shaka menyudahi makan, ia juga menghentikan video lalu mendekati wanita yang telah menjadi ibu bagi dirinya itu. Pandangan mereka bertemu, Shaka tersenyum tulus.

"Kasih tahu Shaina ma, dia juga pasti senang. Mama gak usah takut, kita keluarga kan?" Aisyah terharu, dia pikir kabar kehamilan nya akan menjadi sesuatu yang sangat tidak disukai oleh kedua anak tirinya. Bagaimana Shaka bisa tahu, Aisyah tak mau memikirkan nya karena yang lebih penting adalah penerimaan anak itu kepada calon adik mereka.

"Terima kasih, Shaka. Maaf karena sembunyikan semua ini dari kalian". Pemuda itu tersenyum dan mencium pipi ibu nya.

"Maaf juga karena terlalu lama menyadari kalo mama adalah ibu yang baik". Mereka saling tersenyum bahagia, setelah ini Shaina juga harus diberi tahu.

LIMERENCE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang